CHAPTER 22

22.1K 3K 78
                                    

"Maaf, aku mampir kesini karna ga tau lagi mau kemana." Ucap Izora lirih kepada dua orang yang duduk dengan senyum hangat yang tidak pernah pudar diwajah mereka.

"Saya senang kamu datang." Sahut Saddam sambil menatap Izora seolah-olah tidak ingin melepaskannya lagi.

"Saya pasti selalu ada dipihak kamu, jangan takut buat minta apapun sama saya."

Pada akhirnya Izora kembali ke kehidupannya yang dulu, dimana hanya ada Bi siti dan Saddam yang dulunya sebagai pelindung bayanganya tapi sekarang sudah tidak lagi.

Merasa tanpa tujuan, pada akhirnya Izora berakhir ditujuan tanpa perencanaan, yaitu rumah Saddam. Tidak mungkin dia kembalu ke apartementnya yang dulu, yang ada beberapa jam kemudian dia akan kembali terkurung dirumah yang hanya luarnya saja terlihat indah.

"Bibi bahagia banget bisa liat non lagi." Bi siti mengusap air mata yang hampir jatuh dari sudut matanya.

Izora menunduk mendengarkan penuturan dari kedua orang didepannya itu. Dia tidak tahu lagi harus dengan cara apa lagi berterima kasih pada mereka. Gadis itu tidak mampu lagi menahan rasa sakit dihatinya yang sudah 3 hari dia pendam.

"Kenapa nangis non, bibi kan jadi ikut nangis. Lagian buat apa lagi bibi masih disini kalau bukan buat non dan mas saddam." Bi Siti memang diperkerjakan oleh Saddam setelah Izora tinggal dirumah keluarga Atmadewa.

"Jangan nangis, kamu aman sama saya disini." Saddam mengusap lembut bahu keponakanannya itu untuk memberi kekuatan.

---

[2 hari setelahnya]

Kara sengaja mengumpulkan teman-temannya! termasuk Sofia ditempat itu tanpa memberi tahu alasannya, hal itu memuat keempat orang yang sedari menatapnya dengan seksama penasaran apa yang akan dirinya sampaikan.

Akan tetapi keempat orang itu tahu, bukan hal biasa yang dapat membuat Kara seniat ini sampai mengumpulkan mereka dirooftop- tempat yang sangat jarang didatangi.

Kara menatap mereka yang juga menatap kearahnya, dia menghela nafas panjang. "Izora kabur" Kalimat itu keluar begitu saja dari mulut tanpa jeda.

"Apa lo bilang?" Arsal beranjak dari tempatnya dan mengambil langkah kearah Kara yang tidak ada angin tidak ada hujan berucap demikian. "Lo bercanda kan?" Lanjutnya sambil tertawa sumbang.

"Emang gue kelihatan bercanda?" Sahut Kara membalas tatapan tajam Arsal pada dirinya, kedua pemuda itu nampak kacau dengan kantung mata yang terlihat jelas diwajah mereka yang lelah.

"Ga mungkin." Sofia menggeleng, kakinya tiba-tuba terasa lemas yang membuat dirinya terhuyung kebelakang-- untungnya Mahen sigap menahan bahu gadis itu walau sebenarnya Sofia tidak akan terjatuh hanya karna lemas.

"Izora ga mungkin pergi tanpa alasan Kar... pas ada apa-apa, lo pasti tau sesuatu kan?" Rahang Arsal mengeras melihat Kara kini membuang wajahnya kearah lain, padahal sedari tadi pemuda itu dengan datarnya membalas tatapan mengintimidasi yang dia keluarkan.

"BILANG SAMA GUE KARA! LO APAIN IZORA HAH!" Hardik Arsal sambil menarik kerah kemeja Kara yang membuat pemuda itu tertarik hingga berdiri.

Kara tidak melawan diperlakukan dengan kasar oleh Arsal, sedangkan Daksa dan Mahen bingung antara mempisahkan mereka atau membiarkan saja.

"Mundur" Ucap Mahen pelan kearah Sofia, yang langsung dituruti gadis itu.

"Iya ini salah gue." Lirih Kara, cengkraman Arsal sedikit mengendur mendengar itu. "Harusnya ga gue tinggalin dia disana." Sambung pemuda itu sambil menatap mata Arsal.

"Pukul gue sal..."

"Weh, jangan ada kekerasan goblok kita disekolah tolol!" Emosi Daksa mendengar ucapan Kara, pemuda itu sangat menjunjung tinggi tali persaudaraan dan persahabatan-- mereka hanya akan melayangkan pukulan pada orang yang sudah mereka cap musuh, tidak dengan teman sendiri.

Become The Main Character's Sister : Transmigration StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang