Budayakan follow sebelum baca yaa~~
Keseluruhan bab ini adalah masa lalu Nara
------------------------------
"Woi, beliin gue minum dong, haus nih" Shelsie dengan teman-temannya menghampiri Nara yang kala itu sedang duduk sendiri menikmati bekal buatan mamanya. Disaat anak lain sibuk bermain, Nara hanya bisa duduk memandang keseruan itu. Lantaran tak seorangpun ingin bermain dengannya atas ancaman Shelsie.
Ini sudah tahun ketiga Nara menjadi siswi di sekolah itu, dan sudah tiga tahun juga Nara menerima perilaku buruk dari teman-temannya itu. Tidak, itu bukan teman, hanya sekelompok manusia yang kebetulan duduk di ruangan yang sama dengan Nara disekolah.
"Minuman rasa taro, dua ya" sambung Shelsie menepuk agak kasar bagian wajah Nara. Nara langsung berdiri dengan dadanya yang sudah dipenuhi kebencian yang sangat besar, namun rasa takut membuatnya tak punya keberanian untuk melawan dan hanya bisa patuh.
"Bu, yang taro gak ada satu lagi bu?"
"Gak ada nak, cuma tinggal itu"
"..."
Nara berjalan pelan dengan kepala tertunduk, kedua tangannya berisi dua buah minuman yang berbeda. Rasa taro dan pisang, hanya itu yang masih tersisa di kantin. Rasa cemas memenuhi rongga dadanya, saat melihat Shelsie dengan awak-awakannya itu duduk diujung menunggunya kembali.
"Buruan!!" Teriaknya dari kejauhan dengan tatapan mematikan itu. Nara segera berlari dengan kedua tangannya yang bersembunyi dibalik punggung kecil gadis itu. "Yang taro cuma ada satu di kantin" ungkapnya gugup dan tegang sembari menyodorkan dua minuman yang ia beli.
"Ini apaan, gue maunya yang taro!" Bentak Shelsie berdiri menepis kasar tangan kanan Nara yang memegang minuman rasa pisang. "Lo budeg apa gimana?!! Kalo gak ada tuh cari sampai ketemu!!" Geramnya beberapa kali mendorong tubuh Nara. Tidak ada peluang bagi Nara untuk minta tolong, mereka berada di gudang belakang sekolah yang lumayan jauh dari kelas-kelas. Sekalinya itu dikunjungi cuma sesaat sebelum ujian.
Shelsie dengan tampangnya yang muak dengan Nara menjambak rambut gadis itu hingga meringis pelan. "Kalo gak ada tuh dicari sampai ada! Jan bodoh jadi orang!" Gerutunya menatap kesal pada Nara. "Sini otak lo gue bantu benerin biar gak bodoh lagi" Shelsie menyeret Nara dengan tangannya yang masih menggenggam kuat kepala belakang Nara.
Ia menuntunnya keluar menuju pagar belakang sekolah yang tak jauh dari gudang. Tanpa pikir panjang, Shelsie menghantam kepala Nara ke pagar besi runcing itu. Ia menarik tangannya dari kepala Nara setelah rasa puas menyiksa gadis tak bersalah itu. Tawanya tampak bahagia bersama teman-temannya yang hanya menonton tanpa membantu Nara.
Teman Shelsie yang dimaksud tak lain adalah teman sekelas Nara juga, dari belasan orang yang menonton itu, tak satupun dari mereka yang memperlihatkan wajah kasian. Semua menikmati dan menertawakannya. Tanpa menangis sedikitpun, Nara perlahan berbalik menghadap Shelsie.
Ia menatap Shelsie dengan wajah yang benar-benar murung. Sesaat melihat keadaan Nara, mereka semua terdiam dan tak sanggup melanjutkan tawanya. Shelsie saat itu langsung mematung tanpa berkedip menatap Nara. "S-shelsie... Kita balik duluan" seru yang lain seraya berlari pergi dari area belakang sekolah.
Hanya tersisa Shelsie dan Nara. "Kalo lo ngadu ke guru, gue bakal bikin lo lebih parah dari ini! Paham?!" Ancamnya dengan suara yang sangat kecil. Dengan wajahnya yang sangat dekat dengan Nara, ia melotot untuk membuat Nara semakin takut padanya. Bodohnya, Nara mengangguki itu.
Shelsie langsung berlari cepat meninggalkan Nara setelah anggukan kepala dari Nara. Sekarang, Nara berdiri sendiri menatap lorong diujung yang dilewati Shelsie untuk melarikan diri. Nara merasakan sesuatu mengalir di keningnya, dengan rasa perih yang ia tahan agar tidak menangis.
Nara berjalan lesu menuju ruang guru, mencoba mengabaikan darah yang mulai turun ke pipi tembam miliknya. Nara tau dia takut akan darah, dan ia tak ingin menangis hanya karna melihat cairan berwarna merah pekat itu.
Setelah sampai di pintu ruangan guru, semua guru terkejut dan bergegas menghampiri Nara yang berdiri dengan wajahnya yang datar dan polos. "Ya ampun nak, ini kenapa bisa kayak gini?! Kita obati di UKS ayo" seru panik guru itu yang segera menarik tangan Nara menuju UKS. Tak sedikit guru yang ikut menyusul karna mencemaskan kondisi Nara.
Guru itu membersihkan luka di kening Nara menggunakan tisu, melihat tisu yang sudah berubah warna itu membuat Nara langsung meneteskan air matanya. Nara membekap bibirnya agar tak ada suara yang keluar. "Sakit ya? Tahan ya nak" seru guru yang kala itu sedang membersihkan luka Nara menggunakan alkohol.
Nara tidak merasakan sakit sedikitpun, ia hanya takut melihat tisu yang sudah berubah warna di atas meja didepannya. "Ini kenapa bisa luka kayak gini? Kamu ngapain?" Tanya guru lain yang berdiri cemas
Melihat wajah khawatir dari guru-guru itu, Nara yakin untuk mengatakan yang sebenarnya. "Shelsie, bu..." Gumamnya pelan. "Hah? Shelsie? Maksud kamu ini karna Shelsie?" Raut wajahnya berubah. Guru itu mengerutkan keningnya.
Setelah selesai diobati, guru membawa Nara kembali ke kelasnya. Menyuruhnya berdiri didepan lalu memanggil Shelsie untuk maju ke depan bersebelahan dengan Nara. Dari awal Nara masuk, semua anak dikelas itu sama sekali tak menunjukkan wajah terkejut ataupun khawatir. Semua membuang pandangan menyembunyikan sesuatu, sayangnya guru tak sadar akan itu.
"Benar kamu yang bikin Nara kayak gini, Shelsie?" Tanya guru itu tertuju pada Shelsie. Dengan cepat, Shelsie menggelengkan kepalanya. Ia memasang wajah heran seakan tak melakukan apa-apa. Guru itu langsung berbalik menghadap Nara, dibelakang punggung guru itu. Shelsie melotot pada Nara dengan wajah murkanya yang penuh ancaman.
"Tapi buk, beneran-"
"Permisi" tiba-tiba satu guru datang ke kelas itu. Guru yang mengajar anak kelas dua. "Saya dengar ada yang bilang Shelsie melukai temannya?" Basa-basi sang guru pada wali kelas Nara yang ada didalam kelas. "Kebetulan sekali kami lagi bahas itu juga buk, disini"
Guru yang baru saja datang itu menatap Nara melas, keningnya yang diperban sudah menjelaskan ia adalah orang yang dianggap telah dilukai oleh Shelsie. "Kamu? Kayaknya gak mungkin deh. Shelsie itu keponakan saya, jadi saya tau anaknya itu gimana. Gak mungkin dia jahat sama temannya sendiri, apalagi sampai berdarah gini" ungkapnya.
Shelsie menyeringai kearah Nara setelah mendapat pembelaan itu, Nara terdiam tak bisa berkata-kata. Mau bagaimanapun, Shelsie selalu terlihat benar.
-----------------------------
To be continued..
KAMU SEDANG MEMBACA
An Older Sister
Teen Fiction"kalo kangen gue, liat aja bulan..." Nara sadina pratista, anak pertama yang gak pernah nerima kalo dia punya adek. Gadis introvert yang gak pernah punya teman dan selalu ngurung diri di kamarnya. Pikirnya hidup bakal gitu-gitu aja, tapi saat masuk...