"manusia hanya dicintai dua kali, yaitu saat baru lahir dan mati"
---------------------------------
Gue kembali mengingatkan diri gue kalau ini bukan keputusan yang salah. Dengan pisau cutter yang terbentang diatas telapak tangan gue. Namun dalam sesaat, gue melemparkannya keatas meja lalu beranjak berdiri dari bangku belajar yang tadi gue duduki. Gue berjalan dan kembali keluar dari kamar, sesampai didepan kamar mama, gue membukanya perlahan. Dari celah kecil pintu yang terbuka itu, gue mengintip dan melihat mama, Naila, dan Alexa yang tengah tidur lelap.
Mata gue mulai berlinang, mengingat betapa menderitanya mereka saat ini. Dan pikiran gue terus menegaskan kalau itu semua karna gue, kalau gue gak ada semua bakal baik-baik aja. Dan untuk kali ini pun, hal terbaik yang bisa gue pikirkan hanyalah menghilang dari hidup semua orang. Di malam yang dingin itu, angin seakan berbisik menyuruh gue mengakhiri semuanya, demi kebaikan semua orang.
Dengan langkah lunglai, gue berjalan kembali masuk kedalam kamar, yang hanya dibenahi cahaya lampu belajar berwarna kuning yang redup, yang hanya menerangi sebagian sudut kamar saja. Endah niat dari mana, gue mulai menulis surat diselembar kertas dengan tangan kiri gue yang sudah lesu. Pisau cutter yang terletak disebelah kertas itu seolah menunggu gilirannya untuk gue genggam.
Merasa semua perasaan gue sudah terluapkan dalam selembar kertas buram yang sedikit remuk itu, gue mengalihkan letaknya ke sudut meja. Tangan kiri gue kembali kosong setelah meletakkan pulpen berwarna hitam tadi keatas meja. Dengan separuh hati gue menggenggam kuat pisau cutter berwarna merah muda ditangan kiri gue. Dengan tatapan kosong dan pikiran yang sudah benar-benar buntu, gue mengayunkannya perlahan, membuat silet tajam diujung pisau itu menyentuh kulit dipergelangan tangan kanan gue.
Sentuhan pisau itu semakin memperdalam seiring kuat tenaga gue menekannya dengan tangan kiri yang memegang gagang pisau kecil nan tajam itu. "Janji... Ini yang terakhir..." Gumam gue pelan sembari menangis.
Saat satu sisi mulai mengaliri sedikit darah, dengan cepat gue menyayat nya kesisi lain hingga menciptakan sobekan yang sangat besar tepat melintasi nadi pergelangan tangan mungil itu. Gue menarik bibir gue kedalam menahan betapa perihnya tangan kiri gue saat itu, sobekan itu terbuka lebar dengan darah yang mengalir begitu deras tak henti-henti. "Sakit..." Ringis gue terus menangis dengan tangan kiri yang terkujur lemas diatas meja yang kini kotor oleh genangan darah.
Cairan merah itu juga tak mampu ditampung oleh meja belajar kecil itu sehingga menetes jatuh ke lantai. Tangan kanan gue sudah tak bertenaga menjatuhkan pisau di genggaman itu ke lantai. Sekujur tubuh gue lemas, dan pergelangan tangan kiri gue sangat sangat sakit sekali. Bahkan saking dalamnya luka itu, darahnya menciprat mengenai surat tulisan tangan gue di sudut meja.
Dan untuk terakhir kalinya, hal terakhir yang gue lihat malam itu adalah daftar pelajaran yang tertempel di hadapan gue. Pandangan gue mulai muram dan perlahan semua semakin gelap. Saat tak terlihat apa-apa lagi, disitupun sudah tak terasa apa-apa lagi, rasa sakit itu hilang. Dan gue gak lagi merasakan apapun...
•
•
•"Naila... Bangunin Nara sana... Dari tadi dipanggil-panggil gak nyaut. Ini nasinya keburu dingin ini" timpal wanita tua yang tengah menyiapkan makanan di dapur. Naila memandang punggung mamanya dengan lirikan sendu, betapa hebatnya wanita itu yang masih berusaha terlihat baik setelah apa yang menimpanya semalam. Mamanya terlihat seperti biasa, namun bedanya dengan penampilan yang agak kacau dan matanya yang bengkak juga kantung mata sedikit gelap karna kurang tidur.
Saat Naila mencoba masuk kedalam untuk membangunkan Nara yang ia pikir masih tertidur lelap, pintu itu terkunci dari dalam. "Woi!! Nar!" Teriaknya dari luar sembari menggedor hebat pintu kayu dengan cat putih itu. Sangat lama Naila berdiri disana sementara dari dalam tidak terdengar reaksi apapun.
"Nara... Lo didalam kan? Buka Nar!!" Ujarnya sedikit pelan dengan perasaan yang mulai panik. Naila terus mencari akal untuk menghubungi Nara lewat handphone. Saat Naila mencoba menghubungi nomor kakaknya itu, terdengar suara dering handphone dari arah dalam. Suara dering itu terus berbunyi tanpa ada seorangpun yang mengangkat panggilan telefon itu.
Naila sudah muak menggedor pintu itu berkali-kali hingga membuat tangannya sakit. "Ma... Pintu kamar itu ada kunci cadangannya gak?" Tanya Naila dari kejauhan seraya melangkah kembali kedapur untuk menghampiri mamanya. "Ada dilemari mama paling atas. Buat apa?" Tanya balik mamanya setelah menjawab pertanyaan Naila. Setelah semalam, suasana mulai membaik dengan Naila dan mamanya yang bertingkah seperti biasa, tanpa merasa kehilangan papanya sedikitpun.
Setelah menggeledah lemari baju mamanya, Naila kembali berjalan berniat memaki Nara setelah mendapatkan kunci kamar itu. Namun ditengah jalannya, ia menoleh kearah meja makan dan berhenti. "Dia terpuruk banget mungkin ya. Makanya ga mau keluar dari kamar, gue bawain makanan aja deh. Di paksa juga ga bakal mau keluar tu anak" gumamnya berbicara pada angin kosong.
Tangan Naila kini menggenggam satu piring makanan yang penuh dengan lauk. Dan tangan satunya yang mengayun-ayunkan kunci kamarnya disepanjang jalan yang singkat. Dengan wajah santai dan nyanyian kecil yang keluar dari mulutnya, Naila memetik kunci itu kemudian beralih memegang gagang pintu berwarna emas mengkilap dihadapannya.
Naila menarik gagang pintu itu dan membukanya dengan cepat hingga terbentang penuh yang langsung memperlihatkan hampir keseluruhan isi kamar dia dan kakaknya itu.
*Crackk!
Piring ditangan Naila terhempas kelantai hingga pecah berkeping-keping. "AAAAAAAAAAAHHHH!!!" teriaknya melengking sangat keras menyebar keseluruh ruangan dirumahnya. Dilanjutkan dengan suara tangisan histeris yang juga sangat keras dengan kakinya yang sangat-sangat lemas terduduk dilantai pintu kamarnya.------------------------------
To be continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
An Older Sister
Teen Fiction"kalo kangen gue, liat aja bulan..." Nara sadina pratista, anak pertama yang gak pernah nerima kalo dia punya adek. Gadis introvert yang gak pernah punya teman dan selalu ngurung diri di kamarnya. Pikirnya hidup bakal gitu-gitu aja, tapi saat masuk...