21 - Kenapa baru sekarang?

19 3 0
                                    

IG : _fyanxaa.wp

-----------------------------

Gue duduk sendiri di teras rumah mendongakkan kepala tinggi memandang cahaya bulan yang sangat indah. Walau hari itu cahayanya tidak bulat sempurna, setengah pun itu tetap terlihat sangat cantik.

*Titt titt!!
Suara klakson motor itu sedikit mengagetkan. Gue menurunkan pandangan dan mendapati Denta sudah memarkirkan motornya diluar pagar rumah gue. Motornya tak bisa masuk kedalam karna halaman sudah diisi oleh mobil papa yang terparkir disana. Kami sama-sama tersenyum satu sama lain, sembari Denta berjalan dan duduk disebelah gue.

"Eh lo tau ga, novel yang gue tulis udah setengah jadi" adu gue ke Denta dengan wajah ceria. Denta tersenyum menatap gue bangga. "Kalo gitu gue mau minta tanda tangan lo dulu sekarang" celetuknya berjalan kembali ke motornya dan mengeluarkan buku serta pulpen miliknya yang berada didalam jok motor. "Nih" Denta meletakkan pulpen dan buku itu di atas meja sambil tersenyum.

"Hah? Ngapain?"

"Biar nanti pas lo udah jadi penulis terkenal. Gue gak perlu antri buat minta tanda tangan lo, karna gue udah punya dari dulu" jelas Denta. Gue tersenyum sangat lebar dan langsung menuliskan tanda tangan gue dihalaman belakang buku itu.

"Ini buku prakarya lo ya? Coretan doang isi belakangnya. Catatannya gak ada" sindir gue pada anak pemalas itu. "Dari pada lo. Isi buku lo gambar semua, cita-cita malah jadi penulis. Mama lo nuntut jadi dokter hahahaha" sindir balik Denta dengan tawa diakhir kalimatnya. Gue ikut tertawa pasrah karna seluruh kalimatnya benar. Setelahnya Denta mengembalikan buku dan pulpen itu ke motornya. Kami duduk sembari mengobrol.

"Tumben gak bawa rokok" bisik gue sangat sangat pelan. Denta membalasnya dengan tawa cengengesan, "kata siapa enggak?" Timpalnya tersenyum miring. Lalu ia mengeluarkan sesuatu dari saku baju kemeja yang sedang ia kenakan, sebatang rokok. Gue menghembuskan nafas panjang.

"Lo mau bunuh gue apa gimana?"

"Satu doang kok ini" titah Denta membela diri. Gue menatapnya dengan wajah pasrah. Denta lalu merogoh semua kantong celananya dengan cepat, wajahnya sedikit gelisah. "Lupa gue bawa korek, lu punya ga dirumah?" Ungkapnya dengan mulut yang sudah disumbat oleh sebatang rokok.

"Bentar" gue langsung berdiri dan berjalan perlahan masuk kedalam rumah. Menggeledah seluruh isi rumah hingga ke dapur, namun tetap tidak menemukan barang yang gue cari. Gue liat mama fokus didepan layar televisi, sementara disebelahnya ada papa yang sibuk dengan handphone nya. Gue berjalan mengendap-endap memasuki kamar mama papa. Baru langkah pertama menuju pintu kamar itu, didalamnya sudah disuguhi pemandangan sebuah meja yang diatasnya terdapat korek serta rokok milik papa.

Gue lanjut berjalan mendekati meja itu dan langsung mengambilnya, namun saat korek itu sudah digenggaman gue, mata gue melirik satu amplop berwarna coklat dengan lambang rumah sakit yang juga terletak di atas meja itu. Gue berbalik dan melihat keadaan diruang depan, papa hendak perlahan berdiri dengan matanya masih mengarah pada handphone. Tanpa pikir panjang, rasa penasaran membuat gue keluar dari kamar itu dengan dua barang di tangan kanan dan kiri gue.

Gue berlari cepat kembali keluar dan langsung duduk disebelah Denta dengan nafas ngos-ngosan. "Gue cuma nyuruh lo ambil korek kenapa lo keluar kayak abis dikejar setan gitu?" Celetuknya Denta dengan alis berkerut. Gue gak menjawab pertanyaan itu dan langsung meletakkan kedua barang tadi di atas meja. Denta dengan cepat mengambil korek itu dan menyalakan rokok di mulutnya. Saat kembali meletakkan korek itu ke atas meja, ia menyadari amplop itu. "Ini apaan?" Tanyanya.

"Gue juga lupa" jawab gue dengan tangan yang perlahan membuka amplop itu. Didalamnya terdapat beberapa lembar kertas, yang mana di halaman pertamanya tertulis nama Nara sadina pratista. "Loh nama gue?" Gumam gue pelan.

"Ooohhh!! Gue ingat!! Ini hasil pemeriksaan gue dua bulan lalu... Kok mama ga pernah kasih tau gue hasilnya ya.." kebingungan terlukis di wajah gue, lalu jemari gue kembali membalik kertas itu untuk melihat lembaran berikutnya.

Gambar itu membingungkan gue untuk sesaat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gambar itu membingungkan gue untuk sesaat. Namun setelah melihat keterangan di lembaran lainnya, gue terdiam. Tanpa sadar mata gue menggenang, bibir gue bungkam saat Denta coba bertanya apa yang gue liat. "Kenapa sih ni anak!" Tandas Denta lalu merebut kasar kertas itu dari tangan gue. Posisi gue tetap sama, mematung menatap kosong angin dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

Denta meletakkan rokoknya di atas meja lalu membacanya, pupil Denta melebar dan ekspresi terkejut terpancar dari wajahnya. Denta terdiam sejenak, tangannya lemas hingga menjatuhkan kertas itu ke lantai. Denta menoleh kesamping, meletakkan kedua tangannya di bahu gue lalu dengan kasar membalik badan gue menghadapnya.

"Kenapa ada nama lo di kertasnya?! Ini punya orang lain kan?! jawab, Nar!!" Bentaknya dengan air yang menggenang penuh di pelipis matanya. Gue cuma bisa diam tanpa sepatah katapun. "NAR!!" Teriak Denta lagi mengguncangkan tubuh gue dengan tangannya.

"Gue juga baru tau, Ta" ucap gue tak bertenaga setelah lama membungkam mulut. "Nar, please... Bilang kalo ini bohong" tuturnya layu dengan wajah memohon dihadapan gue. Air yang tadinya hanya menggenang, sekarang sudah mengalir perlahan di pipinya. Untuk kali pertamanya, gue melihat Denta mengeluarkan air matanya didepan gue.

"Dia bilang umur gue cuma sampai tiga bulan, Ta. Dan ini udah hampir tiga bulan dari hari dimana hasil pemeriksaan itu keluar" jelas gue pasrah dengan ekspresi kosong. "CUMA PARU-PARU LO YANG GAK BISA BERTAHAN, NAR!! BUKAN BERARTI ITU NYAWA LO!"

"Udah lah, Ta. Emang takdir gue tu sampai sini. Paling juga beberapa hari lagi kan, hahaha" tutur gue diakhiri dengan senyum hambar mencoba menutupi keputusasaan. Denta terus menggelengkan kepalanya cepat dengan air mata yang juga tak kalah cepat mengalir diwajahnya.

"LO BISA CARI DONOR PARU-PARU, NAR!! LO BISA SEMBUH!!" Tegas Denta dengan intonasi tinggi. Setelahnya, mama keluar dari pintu dan menoleh kearah kami sambil berseru datar. "Ada apaan ini kalian teriak-teriak tengah malam"

Mata mama berkeliling melihat keadaan diluar, wajah mama bingung melihat gue dan Denta yang kala itu menangis tersedu-sedu di teras rumah. Saat pandangan mama menangkap lembaran kertas di lantai tempat kami berdiri, ekspresi bingung itu menjadi sebuah tatapan khawatir dan terkejut.

Mama langsung berlari dan mengumpulkan kertas berserakan itu, mengambil amplop di atas meja dan menyembunyikannya dibelakang punggungnya. "Kakak dapat ini dari mana?" Ucap mama sangat kaku. Gue menebar senyum simpul kearah mama dengan air mata yang tak henti mengalir. Denta juga sama, ia terpaksa harus mempercayai kertas itu setelah melihat reaksi mama.

Mata mama berkeliling, tak berani menatap gue. "Ini udah malam... Denta pulang ya nak, Nara harus tidur. Nanti kalau kemalaman nafasnya bisa sesak kena angin malam" mama lalu melingkar tangannya di pundak gue dan menggiring gue masuk kedalam rumah, dalam situasi yang mencekik itu. Mama langsung menutup pintu dan menguncinya, diluar Denta masih berusaha berjalan dengan tegap menuju motornya. Mengelap seluruh air matanya sebelum benar-benar beranjak dari balik pagar putih itu.

------------------------------

To be continued...

An Older SisterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang