12 - Teras rumah

25 3 0
                                    

Bantu follow ig aku ya
@_fyanxaa.wp

------------------------------

"Lo diusir sama ibu lo? Trus besok sekolah lo gimana?"

"Ya palingan subuh gue pulang, kalo gak dibukain pintu ya gak sekolah lah"

"Nginap disini aja dulu, besok gue bantu ngomong sama ibu lo"

"Gak perlu, gue tempat cowok gue. Dia bilang mamanya bolehin gue nginap disana"

"Lo gak takut, Ta?"

"Takut apaan? Coba aja kalo berani dia gue geprek palanya"

"AHAHAHAHA"

"AHAHAHAHA"

Gue dan Denta terus mengobrol menghabiskan malam di teras rumah yang tersapu angin malam itu. Saat Denta celengak-celenguk melihat kearah dalam rumah, ia mengeluarkan sesuatu dari kantong bawaannya.

"Anjing! Nyebat jangan disini lah woi! Tar ketauan mama mati kita Ta!" Umpat gue tak kira kaget dengan sebungkus rokok yang dipegang oleh Denta. Dia cuma ketawa-ketawa tanpa dengerin ucapan gue dan langsung nyalain korek yang udah ada di kantong celananya.

Selagi bersantai dengan sebatang rokok yang diapit dijari tengah dan jari telunjuknya itu, Denta menyodorkan kantong tadi ke gue. Saat gue lihat, isinya sebotol minuman soda dan satu botol susu strawberry.

Gak ada yang lebih menggoda daripada susu strawberry dingin. Gue langsung minum itu dan senyum kearah Denta sebagai ucapan terima kasih. Cuma dia yang tau kesukaan gue.

"Lo gak mau coba, Nar?" Tawarnya hampir menempelkan rokok ditangannya ke mulut gue. "Gakk!" Tolak gue mentah-mentah sambil bergeser dari asap rokoknya yang bergumpal didepan wajah gue.

"Udah tau gue asma lo malah ngerokok didepan gue. Kurang otak lo, Ta" sindir gue dengan gelengan kecil membuang pandangan dari Denta. Dianya malah ketawa sambil menancapkan ujung rokok itu ke meja hingga baranya padam.

"Eh iya, lo tadi abis kontrol ya? Gimana? Udah ada jadwal matinya belum? AHAHAHAHAHA"

"Bangke! Nanya yang bener lah.." dengan lirikan mata marah yang dibuat-buat, gue melihat kearah Denta.

"Bercanda.. jadi gimana?"

"Sama aja"

"Apanya yang sama? Yang jelas dong"

"Yaa... Gitu..."

"Anjing lo apaan sih, Nar! Gak jelas"

"Gue gak bisa putus dari obat penenang itu, kalo diterusin penyakit yang lain bakal makin parah" Denta diam sejenak dengan wajah seriusnya menatap gue.

"Gue yakin lo sembuh, dan lo gak bakal ngerasain sakit lagi, jangan pernah berhenti usaha, Nar" Ujar Denta mengelus pelan pundak gue. Gue cuma bisa diam dengan senyum hambar yang terlukis di wajah gue, karna gue tau itu gak mungkin. Gue gak percaya kalimat itu dan itu memang gak akan kejadian.

"Jadi bijak dadakan lo, Ta AHAHAHA"
gue sama Denta kembali tertawa terbahak-bahak, seakan tak ada yang terjadi, tak ada masalah, dan yang ada hanya kami berdua sedang bercanda gurau.

"Eh iya, tadi itu noh. Idola lo itu nanyain" Sambil meneguk minuman soda ditangannya, Denta kembali memulai percakapan.

"Ha?"

"Kak Vania, dia nanyain lo ke gue"

"What the hell?! Seriously?" Dengan wajah kaget gak percaya, gue menatap Denta dengan mata besar dan mulut yang ternganga. Denta mengangguk cepat dengan mulutnya yang kala itu sedang penuh oleh minuman.

"Dia bilang apa aja? Dimana di nanya nya? Kapan? Dia lagi sama siapa aja waktu itu?" Pertanyaan beruntun itu gue lontarkan dengan rasa penasaran tinggi dan nada yang sangat bersemangat seraya menggoncang hebat tubuh Denta disebelah gue.

"Dia bilang Nara mana, pas gue lagi di kantin. Dia sama temen-temennya lah"

"Trus lo jawab apa?"

"Gue bilang aja lo sakit. Lo bilang orang lain gak boleh tau penyakit lo kan?" Kata Denta. Gue tersenyum lebar dengan anggukan pelan menjawab tutur Denta barusan. Dia emang paling ngerti banget soal gue. Gue sebahagia itu ditanyain sama kak Vania. Senyum gue gak hilang-hilang seraya meminum susu strawberry di tangan gue.

"Gitu doang bahagia banget lo"

"Ta, gue seneng bisa jadi temen dia, tapi gue gak mau cuma sekedar temen aja"

"Anjing! Maksud lo apaan! Gue udah mikir aneh-aneh nih"

"Gue pengen ngerasain punya kakak, diperhatiin kayak anak kecil, ditemenin, dikhawatir-in. Gue pengen jadi adeknya dia! Dia doang kakak kelas yang sebaik itu, Ta" ungkap gue dengan harapan yang sangat besar.

"Oalah... Jadi maksud lo kakak, gue pikir lo belok"

"Ha? Kok gitu?"

"Yaa... Lagian tingkah lo kalo ketemu dia tu senengnya kayak ada apa gitu. Apalagi yang lo omongin tiap hari itu dia mulu, dari awal gue sempat curiga loh sama lo"

"Damn it. Itu pikiran dari mana?!! Gue aja gak pernah mikir sampe kesitu!" Gue kaget sekaget-kagetnya itu bener-bener diluar nalar gue banget. Gak pernah gue nyangka kalo orang bakal mikir kayak gitu.

"Lo gak suka kan sama dia?"

"Bangsat! Enggak lah! Gila kali! Gue tu cuma excited temenan sama dia, yaa...
Lo paham kan definisi dari idola itu gimana?! Bayangin aja lo di notice idola lo tiap hari, disapa pas ketemu, kadang dia lambaiin tangan. Ya gue seneng banget lah!!" Jelas gue panjang lebar membantah kasar tuduhan tak berbobot itu.

"Iyaa iyaa... Gue percaya kok lo gak mungkin gitu. Jangan marah dong..."

Disela obrolan itu, papa pulang dari kerjanya, mobilnya parkir tepat didepan kami. Dengan sorot lampu mobilnya yang menembak langsung ke depan wajah kami, Denta buru-buru mengambil bungkus rokok miliknya yang terletak di atas meja dan menyimpannya ke dalam kantong celananya.

"Om..." Sapa Denta dengan senyum tipis saat papa baru saja keluar dari mobil dan berjalan masuk ke dalam rumah. "Wangi bapak lo kayak parfum tante-tante" bisik Denta pelan. Seketika perasaan gue langsung kacau. Jam pulang papa itu gak semalam ini, harusnya dari tadi papa udah pulang.

"Udah hampir jam dua belas, cowok gue juga udah telfon dari tadi. Gue balik dulu ya" Denta langsung berdiri dengan matanya yang fokus pada handphone dan tangan yang bergerak lincah mengetik pesan untuk pacarnya.

------------------------------

To be continued...

To be continued

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
An Older SisterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang