23 - Muntah darah

35 3 0
                                    

IG: _fyanxaa.wp

------------------------------

Rasa kaget membuat gue langsung reflek mundur agar tidak bertabrakan. "Aduhh maaf... Ma-" sebelum selesai mengucapkan kalimat, mulut gue bungkam saat melihat siapa yang baru saja hampir gue tabrak. Jantung gue berdetak tak karuan dan nafas gue mulai sesak. Gue masih menatap cewek itu tak percaya, dengan pupil mata yang bergetar hebat. Yang gue rasain hanya perasaan takut, juga panik, dan cemas jadi satu.

Cewek itu juga langsung menebar senyum miring saat mengenali gue. Matanya sedikit melebar dan mulai mengamati gue dari ujung kaki hingga ujung kepala. Dengan tangan lentiknya, ia menepuk lembut bahu kiri gue sembari tersenyum. "Wahh, ga nyangka ya bisa ketemu kamu disini" ungkapnya tersenyum miring. Gue masih diam, dengan wajah tegang dan jantung was-was melihatnya berdiri sangat dekat dihadapan gue.

Siapa sangka gue bakal ketemu Shelsie lagi, gue udah susah payah milih-milih sekolah biar gak perlu liat wajah dia lagi. Shelsie berjalan selangkah, membuat wajah kami hampir saja bertemu dalam beberapa jarak lagi. Tatapannya masih sama, sejak tujuh tahun yang lalu yang mana menjadi pertemuan pertama kami di bangku sekolah dasar. Matanya melirik bergantian antara Zelin dan Denta yang berada di sebelah kiri dan kanan gue. Lalu kembali menatap gue tanpa memudarkan senyumnya itu.

"Akhirnya ada juga ya yang mau temenan sama lo" ledeknya dengan nada halus seakan telah mengucapkan sebuah pujian. Shelsie lalu mendorong wajahnya lebih dekat dan berbisik di telinga gue. "Lo pikir kalo kita beda sekolah gue bakal berhenti gangguin lo? Enggak, Nara. Lo bakal liat yang lebih parah dari pada hari itu" gumamnya sangat pelan di daun telinga kanan gue.

Denta tanpa sengaja mendengar bisikan itu dan terbawa emosi. "Maksud lo apaan ngomong gitu?!! Lo siapa hah?!! Mau lo apa!!" Denta mendorong tubuh Shelsie kebelakang dengan kasar hingga ia terdorong beberapa langkah dan hampir saja terjatuh. Senyum sinis Shelsie langsung menghilang menjadi wajah geram berkedut.

Detik itu juga rasa cemas memenuhi rongga dada gue hingga pernafasan gue terengah-engah. Gue kesulitan bernafas dan langsung berlari menuju toilet meninggalkan Zelin dan Denta bersama Shelsie. Saat sampai di toilet,  gue langsung menundukkan kepala di wastafel. Dari cermin terlihat cairan merah perlahan mengalir keluar dari hidung gue. Gue semakin panik dan mencoba menghilangkan noda merahnya menggunakan air, hingga beberapa lama. Darah itu berhenti dengan sendirinya.

Saat berbalik untuk keluar dari toilet, dibelakang gue sudah ada Denta yang baru saja sampai. "Zelin mana?"

"Lo gapapa??" Tanya Denta meletakkan kedua telapak tangannya di wajah gue seraya mengamati keseluruhan wajah gue yang sudah lembab oleh air. Tiba-tiba saja, perut gue mual dan muntah tepat dihadapan Denta, untungnya kami masih berdiri dilantai toilet sehingga mudah dicapai oleh selang air untuk membersihkannya. Denta mundur beberapa langkah agar tak terkena muntahan itu.

Denta melotot saat melihat lantai toilet dibawah kakinya. Muntah yang gue keluarkan bukan makanan, melainkan segumpal darah yang terlihat sedikit beku. Mulut Denta ternganga saat perlahan kepalanya terangkat menatap gue. Denta melangkah maju lalu menggenggam rahang gue dengan tangan kirinya dan mendongakkan kepala gue yang tertunduk melihat lantai. "Lo habis minum fanta?" Tanyanya menatap panik. "Gue gak suka soda, Ta" jawab gue singkat.

Denta langsung melepaskan tangannya dari wajah gue, tangannya lalu berpindah menggandeng pergelangan gue. Denta menarik kasar gue keluar dari toilet dan berjalan cepat menuju UKS. Di pintu UKS, kami berselisih dengan Zelin yang hendak keluar dari ruangan itu membawa balsem di tangannya.

Wajahnya tampak bingung, melihat Denta tergesa-gesa menidurkan gue di kasur UKS. "Ini... Kenapa?" Gumamnya tak mendapatkan jawaban dari Denta. Denta masih sibuk mondar mandir dari lemari satu ke lemari satunya lagi, untuk mencari obat yang bisa setidaknya sedikit meredakan sesak nafas gue.

"Penjaga UKS nya kemana?" Tanya Denta saat berhenti di hadapan Zelin. Zelin mengedikkan bahunya berkata tidak tau. Dengan langkah cepat, Denta berjalan menghampiri kasur tempat gue berbaring. "Sorry banget, Nar. Tapi gue gak paham obat-obatan, lo pake balsem dulu aja ya? Biar sesak nafas lo mendingan" wajahnya terlihat sedih. "Gapapa... Gue juga gak mau tidur disini. Udah lah, Ya. Ke kelas yuk" ajak gue langsung bangkit dari posisi terlentang dan berjalan keluar dari ruangan UKS itu.

***

"Kalian bertiga dari mana?" Tanya Dea yang sedari tadi di dalam kelas. Dea menatap bergantian antara gue, Denta dan Zelin. "Tau gak, Nara tadi-" gue langsung menyikut perut Zelin agar tidak melanjutkan kalimatnya. Dea menjadi semakin penasaran dan kembali bertanya. "Nara kenapa?" Zelin menggeleng sembari membuang pandangannya.

Sementara Denta, langsung duduk di kursinya dengan wajah lelah. Ia hanya menatap meja dengan ekspresi lesu dan kosong. Gue langsung samperin dan duduk di sebelahnya. "Udah, Ta. Gue gapapa kok" bujuk gue mencoba mengembalikan cerianya. Denta menoleh pelan dengan pandangan prihatin dan tatapan nanar nya. "Lo mau apa sekarang, Nar?" Tawarnya.

Gue terkekeh kecil, dia gak pernah ngomong itu sebelumnya. Justru biasanya dia yang selalu pengen di traktir. "Gue mau ke aula" jawab gue kala tersenyum lebar.

"Mau ngapain?"

"Nonton turnamen"

"Gue tau akal-akalan lo, Nar. Mau samperin kakak ketemu gede lo itu kan?" Tandas Denta dengan mata sinisnya. Gue langsung tersenyum tak berdosa sembari berkedip-kedip cepat untuk merayunya.

------------------------------

To be continued...

An Older SisterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang