*Manusia hanya akan menghargai saat sesuatu itu telah pergi*
------------------------------
"Rame Nar. Lo yakin gak bakal kenapa-napa?"
"Ya kenapa emangnya kalo rame? Namanya juga lomba, pasti banyak yang nonton lah"
"Gue takut lo gak bisa nafas nanti didalam sana"
"Yaudah kalo gitu kita berdiri di pintu aja sebentar. Gue cuma mau liat-"
"Mau liat kakak lo kan? Mau minta izin pamit pulang lagi? Kayak acara sebelumnya? Gue tau lo gak tertarik nonton pertandingan game ginian"
"Nah itu tau. Bentar doang, gue mau ngomong sama dia" perjanjian kami ditengah perjalan menuju aula sekolah. Kami hanya berdiri di pintu, Denta melihat layar monitor pertandingan itu sementara gue melihat satu persatu punggung penonton untuk mencari kak Vania. Gue menemukannya dibarisan penonton paling belakang yang lumayan dekat dengan pintu tempat gue berdiri. Kala itu ia sedang menoleh ke belakang sedang mengobrol dengan seseorang di bangku belakangnya.
Yang bahkan kak Vania tertawa lebar sekali saat bercakap dengan orang itu. Gue terus memperhatikan keduanya, kak Vania selalu memperlihatkan layar handphonenya kepala orang itu lalu keduanya tertawa, entah apa yang mereka bahas. Rasanya beda sekali, disaat gue lagi sama kak Vania. Dia selalu meletakkan handphone nya terbalik seakan gak mau gue melihat isi didalamnya.
Tiba-tiba orang itu menoleh kearah gue seakan sadar sedari tadi gue memperhatikannya. Mata gue melebar setelah melihat wajahnya, itu Shelsie. Bahkan mulut gue sedikit menganga saat Shelsie dengan liciknya tersenyum miring memperlihatkan apa yang baru saja ia lakukan. Kak Vania juga ikut menoleh kearah pandangan Shelsie melihat. Dan yang tadinya tersenyum setelah sejenak kami bertatapan, senyumnya langsung pudar sembari membuang pandangan cepat kearah depan.
Itu kali pertamanya gue mendapat perlakuan seperti itu dari kak Vania, gak mungkin dia mau bicara sama gue saat keadaannya kayak gini. Gue juga terlanjur sakit hati digituin. Denta kembali melirik gue disebelahnya, alisnya berkerut sesaat menyadari ekspresi kesal gue. "Kenapa lo?" Tanyanya langsung mengalihkan pandangan mencari sesuatu yang gue tatap panjang. Dan lagi, Denta menyaksikan senyum licik yang ditujukan Shelsie ke gue.
"Tu orang kenapa sih, dari tadi-" gue berlari cepat keluar dari ruangan itu sambil mengusap-usap mata. Denta yang belum selesai bicara ikut keluar mengejar dengan penuh kebingungan. "Nar!! Nara!!" Teriaknya dari belakang terus berlari menyusul. Denta lalu menangkap bahu gue dan memaksa berhenti di tengah lorong sekolah yang sepi. "Lo kenapa?" Tanyanya lagi dengan nada lebih tinggi.
"Lo nangis? Kenapa, Nar? Ada apa?" Dengan alis melengkung keatas, Denta menarik tubuh gue dan memeluknya erat. "Ada apa? Lo liat apa? Karna cewek tadi itu? Dia bilang apa lagi sama lo?" Pertanyaan bertubi itu dilontarkan Denta sembari terus mengelus punggung gue di pelukannya. Tangis gue semakin terisak mendapatkan pertanyaan seperti itu, dan gue masih diam tak menjawab satupun kalimat Denta.
"Udah tenang, gapapa. Kan ada gue" sambungnya lagi tanpa melepaskan pelukan hangatnya. Denta tau cara terbaik buat nenangin gue, dan dia satu-satunya orang yang mengerti. Setelah gue mulai tenang, gue mundur untuk lepas dari pelukan itu. "Kak Vania cuekin gue, Ta" ungkap gue masih dengan pelafalan yang tersedu-sedu.
Wajah cemas Denta langsung menjadi ekspresi melas. Denta berdecak pelan. "Udah berapa kali lo nangis gara-gara dia doang, Nar? Bodoh tau gak! Dia aja gak peduli sama lo"
"Ta... Lo bisa stop ga sih jelek-jelekin kak Vania? Gue heran kenapa lo se benci itu sama dia"
"Ya karna lo, Nar! Gue sakit hati liat lo dibikin sedih mulu sama dia! Makanya gue benci sama dia. Sekarang lo paham kan?"
"Ta.. gue-"
"Udah lah, Nar! Males gue bahas dia mulu. Gue mau pulang" potong Denta langsung melangkah cepat menuju kelas. Saat dikelas, kami mengambil dua tas ransel yang tersisa dikelas karna yang lain sudah pulang dan kelas sudah kosong. Hingga kami sampai berjalan ke tengah lapangan, kami melihat kak Gelsa duduk di lesehan lorong bersama dua teman sekelasnya. Memegang satu kaleng besi dengan sebuah sendok.
"Denta!! Sini dulu!" Teriaknya memanggil Denta. Denta langsung melihat padanya lalu berjalan menyusulnya, sementara gue tetap berdiri di tengah lapangan yang terik itu. Denta kembali menoleh kebelakang ditengah langkahnya, dan mereka berdua bersama kak Gelsa melihat kearah gue. Kak Gelsa mengayunkan tangannya keatas kebawah menyuruh gue juga ikut kesana. Dengan wajah canggung gue langsung berlari kecil menyusul Denta dan berjalan bersama ke tempat kak Gelsa.
Disana, ia menyodorkan kaleng dan sendok itu pada Denta, yang didalamnya terdapat es krim buatannya sendiri. Setelah memakan beberapa suapan, Denta mengembalikan itu pada kak Gelsa. "Nar, mau gak? Sini" tawarnya kala mengambil beberapa es krim itu menggunakan sendok. Denta lalu mendorong gue lebih maju ke hadapan kak Gelsa, dan...
Kak Gelsa menjulurkan sendok berisi es krim itu langsung ke mulut gue, gue membuka mulut dan menyantapnya langsung dari tangan kak Gelsa. Denta menyikut pinggang gue sembari terkekeh menahan tawa. Saat sendok itu keluar dari mulut gue, gue langsung berbalik kearah Denta untuk menyuruhnya bersikap santai. Gue memukul bagian perutnya, justru membuatnya semakin tertawa melihat tingkah malu gue.
Gue lalu membalik tas punggung gue menghadap ke depan, berniat mengambil sesuatu didalam tas itu. Namun...
"Nar" panggil kak Gelsa ditengah canda kami yang sedang berdiri membelakanginya. Gue langsung berbalik dan menyahut panggilan itu. "Iya kak?"
"Habis ini mau kemana?"
"Rencananya mau langsung pulang kak"
"Jalan-jalan yok" ajak kak Gelsa. "Ha?" Reflek gue merespon saat tak menduga kalimat yang baru saja dilontarkannya itu. "Boleh kak, mau kemana?" Sambung gue setelah sejenak diam.
"Hmm... Kemana yaa... Nyantai aja pinggir danau sambil nyari makanan, gimana?"
"Okee" ungkap gue setuju. Kak Gelsa lalu beralih berbicara pada Denta yang masih berdiri di sebelah gue. "Denta, lo mau ikut ga?" Tawarnya. Denta lalu melirik gue sebentar dan kembali menghadap pada kak Gelsa. Matanya menatap keatas berpikir sesuatu.
"Ga dulu, gue mau jalan sama cowo gue. Have fun ya kalian... Gue duluan" Denta langsung pergi begitu saja.
"Ambil tas dulu ke kelas, tunggu sini ya"
"Iyaa kak"
------------------------------
To be continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
An Older Sister
Teen Fiction"kalo kangen gue, liat aja bulan..." Nara sadina pratista, anak pertama yang gak pernah nerima kalo dia punya adek. Gadis introvert yang gak pernah punya teman dan selalu ngurung diri di kamarnya. Pikirnya hidup bakal gitu-gitu aja, tapi saat masuk...