IG: _fyanxaa.wp
------------------------------
Pulpen berwarna hitam tanpa sengaja di jatuhkan oleh seorang siswi yang kebetulan lewat di samping meja Nara. Dihari pertamanya itu, Nara dengan stelan merah putih tak menganggapnya serius. Nara perlahan merungkuk untuk meraih pulpennya yang jatuh, namun gadis tadi malah dengan sengaja menginjak tangan nara lalu melepas tawa puas bersama teman-temannya.
"Auuu" ringis gadis kecil itu mencoba meniup jemarinya yang memerah. Matanya berkeliling melihat sekitar, semua menertawakannya tanpa seorangpun yang mau membelanya. Semangatnya yang membara sedari pagi tadi langsung lenyap begitu saja, menyisakan wajah murung gadis kecil itu yang mulai menangis.
Dua tahun, Nara terbaring di rumah sakit dengan mengikuti home schooling yang dibiayai orang tuanya. Guru pribadi itu datang setiap hari ke rumah sakit untuk mengajari Nara, mulai dari membaca, menulis, juga huruf dan angka.
Kepintaran gadis itu membuatnya mengerti lebih cepat dari pada seharusnya, ia kerap kali mendapat pujian dari sang guru. Sampai dua tahun ia berjuang di rumah sakit untuk melawan penyakitnya.
Di umurnya yang masih menginjak tujuh tahun, guru itu menyarankan Nara untuk langsung menginjak kelas tiga di sekolah dasar. Gadis seumuran kelas satu SD itu memiliki kemampuan yang setara dengan anak yang duduk di bangku kelas tiga. Mamanya menyetujui, sehingga Nara harus bergaul dengan anak-anak yang dua tahun lebih tua darinya.
Akan tetapi, kesannya dihari pertama sekolah itu tidak begitu bagus. Semua anak lain tau bahwa Nara lebih kecil dari mereka dan juga memiliki fisik yang lemah. Pikir Nara, sekolah adalah tempat yang sangat menyenangkan. Tempat dimana akhirnya ia akan memiliki yang namanya teman. Namun semenjak hari itu, tekadnya berubah. Nara tidak ingin berteman lagi, khususnya mereka yang satu angkatan.
"Hayo lo Shelsie... Nangis tuh AHAHAHA" cemooh mereka dengan tawa semakin besar memenuhi seisi kelas. "Aduh, gak sengaja ahahaha" lontar siswi yang menginjak tangan Nara.
Gadis kecil nan polos itu sudah merasa sangat rapuh. "Kenapa kalian gini? Nara anak baik kok" timpalnya menghadap satu persatu anak dikelas itu, dengan air mata yang mengalir deras di pipinya.
"Sssstt!" Bisik Shelsie menutup mulutnya dengan jari telunjuk. Sontak seisi kelas diam, dari situ Nara sadar kalau gadis yang menginjak tangannya itu adalah biang kerok semuanya. Shelsie melangkah lebih dekat pada Nara.
"Anak baik gak pernah nangis" bisik nya pelan di kuping kiri Nara. Satu kalimat itu mampu menghentikan raung sedih Nara, rasanya ia akan terus dipermalukan jika tak berhenti menangis. Lalu seorang guru masuk untuk mulai mengajar dikelas itu. Shelsie yang sedang membelakangi pintu kembali berbisik pelan pada Nara.
"Satu lagi, anak baik gak pernah ngadu" lalu berbalik memberikan senyum sapaan pada guru itu. Semua kerumunan yang mengurungnya tadi sudah berada di bangku mereka masing-masing. Sekarang, Shelsie juga sudah berjalan menuju mejanya. Sementara Nara masih berdiri dengan wajah tegang dan mata yang berkaca-kaca sebab sisa air matanya yang tertahan.
***
"Woii!" Sentak Denta memukul pelan meja gue dengan kedua tangannya. Melihat wajah kaget gue, cewek itu terkekeh puas. Namun wajah datar gue yang sama sekali tidak menganggap itu lucu, Denta berhenti tertawa dan kembali memasang wajah serius.
"Ekhem, lo marah karna pulpen lo jatoh tadi? Yang bener aja..." Dengan tangannya yang menggenggam pergelangan tangan gue, Denta menunggu jawaban. Setelah mulut teman sebangku gue itu berhenti bicara, terdengar bunyi bel yang cukup keras.
"Gue mau istirahat" dengan tepisan kasar seiring berdiri menuju luar kelas. "Istiharat apaan, itu bel masuk woi! Ahahaha" Denta kembali terkekeh dengan tangan seribunya yang memukul semua benda didekatnya. Langkah gue terhenti dan langsung melirik jam di dinding kelas.
Pukul 10:30. Beneran bel masuk.
"Ke toilet maksudnya" tandas gue untuk menutupi rasa malu dihadapan Denta. Gue berbalik arah untuk menuju toilet, untuk pertama kalinya gue keluar dari kelas itu. Sepanjang jalan, gue masih dihantui ingatan pahit itu. Rasa takut gue semakin gak bisa dikendalikan. Tangan gue gemetar, badan gue penuh keringat, dan nafas gue mulai gak stabil.Didepan pintu toilet, gue cuma berdiri diam dengan tatapan kosong. Bahkan saat suara langkah kaki terdengar mendekat pun gue gak sadar ada yang datang. "Eh, Nara" ucap insan itu yang baru saja datang bersama teman sekelasnya.
Gue noleh dan langsung memberikan senyuman menghilangkan wajah murung tak karuan tadi. "Kak..." Gumam gue pelan dengan iringan senyum manis itu. Kak Vania berdiri disana menunggu toilet bersama temannya, wajah itu gak asing dimata gue.
"Nar? Sekolah disini juga?" Kakak kelas itu mengalihkan pandangannya ke arah gue. Kak Vania yang berdiri disebelahnya ikut menghadap ke gue. "Iya kak" jawab gue. Gue kenal, namanya kak Tanisa, anaknya temen papa. Kita juga gak begitu deket.
Kak Tanisa membulatkan bibirnya setelah mengetahui hal itu. "Lo kenal, Tan?" Celetuk kak Vania pada temannya itu. Kak Tanisa menganggukkan kepalanya. "Kelas berapa dek?" Tanyanya lagi setelah sesaat toilet itu hening tanpa percakapan.
"Sepuluh C, kak" sambil menghadap pada mereka berdua, Gue gak terlalu paham cara berinteraksi, jadi ya emang se kaku itu. "Yang dekat mana tu?" Sambungnya dengan wajah penasaran.
"Itu kak, yang... Urutan kedua di depan kantin" jelas gue yang tampaknya sulit dipahami. Apalagi wajah mereka yang langsung berkerut coba berpikir keras. "Yang belakangnya labor komputer kak" tambah gue agar makin mudah dimengerti.
"Ooo, itu loh Tan. Yang dulunya kelas IPS tiga" kak Vania coba bantu cari kelas yang gue maksud. Gue dan kak Vania menatap kak Tanisa yang masih berpikir keras.
*Brakk
Pintu toilet terbuka, orang didalamnya sudah selesai dan keluar. Kak Tanisa bergegas melangkah kedalam toilet dengan kak Vania yang bersiaga menjaga pintu untuknya. Gue yang masih linglung tanpa tujuan memutuskan untuk kembali ke kelas. Setidaknya udah lumayan lama untuk bikin Denta berpikir gue beneran selesai dari toilet."Duluan, kak" pamit gue sambil sedikit menunduk melewati kak Vania.
-----------------------------
To be continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
An Older Sister
Fiksi Remaja"kalo kangen gue, liat aja bulan..." Nara sadina pratista, anak pertama yang gak pernah nerima kalo dia punya adek. Gadis introvert yang gak pernah punya teman dan selalu ngurung diri di kamarnya. Pikirnya hidup bakal gitu-gitu aja, tapi saat masuk...