Bantu mampir ke tiktok
@wattpad.fyanxaa_------------------------------
"Papa... Papa udah pulang?"
"Belum ma, ini masih di kantor"
"Bisa transfer ke mama dua juta?"
"Lohh... Sebanyak itu buat apa?"
"Mama lagi dirumah sakit sama Nara"
"Ck... Aduhh! Tu anak sakit apa lagi sih? Dua juta tuh gak sedikit! Emangnya dia kenapa lagi? Ha? Bukannya kemarin udah kontrol?"
"Nara habis pemeriksaan pa, di saranin dokter Cindy. Hasilnya-"
"Ya udah iyaa iyaa..."
Papa mematikan sambungan telefon itu dengan emosi, bahkan tak peduli dengan hasil pemeriksaannya. Beberapa menit setelahnya, SMS transfer dari papa masuk ke handphone mama. Mama langsung menuju meja administrasi, membayar seluruh biaya pemeriksaan itu yang totalnya 2.300.000
***
Gue meraih handphone gue yang terletak di meja sebelah kasur tempat gue berbaring. Gue gak tau harus ngapain dan gabut banget saat itu. Gue iseng buka room chat dan ternyata kak Vania online. Ini pukul dua siang dan masih jam pelajaran terakhir. Kak Vania jarang banget bawa handphone ke sekolah, karna anaknya tertib banget gak mau langgar aturan sekolah.
Tanpa sadar gue kesenangan hingga senyum-senyum sendiri baca pesan itu. Disaat yang sama, "Permisi" satu perawat masuk membawakan makanan rumah sakit. "Setelah makanannya habis, pasien boleh pulang. Lapar ya dek habis puasa enam jam hahaha..." Seru perawat itu. Tapi dari ekspresinya, tawa itu seperti menutupi sesuatu. Gue balas tersenyum.
"Saya permisi ya, kalo udah habis tinggalin aja disini. Adeknya langsung pulang aja" dan perawat itu berjalan keluar. "Semangat ya... Adek hebat banget!" Celetuknya sebelum menutup pintu kamar dengan rapat. Mungkin niatnya baik untuk menyemangati, tapi bagi gue itu agak aneh untuk kondisi gue yang sekarang baik-baik aja.
***
"Ganti baju kamu, kita pulang" ujar mama sesaat baru saja membuka pintu kamar inap gue. Disaat mulut gue penuh dengan makanan yang sedang gue nikmati itu. Gue mengangguk tanpa melihat kearah mama yang beralih duduk di sofa.
Dengan wajah santai melahap makanan rumah sakit itu saking kelaparan nya. "Itu sebenarnya pemeriksaan apa si ma?" Tanya gue sambil menghadap ke arah mama. "Loh? Mama abis nangis?" Celetuk gue mengerutkan kening heran. Kelopak mata mama sedikit merah dan matanya berkaca-kaca, jelas gue kenal kalo itu habis nangis.
Mama masih diam. "Itu ditangan mama hasilnya ya? Liat dong" gue mengulurkan tangan kearah mama, tapi mama gak mau ngasih itu ke gue. Dengan wajahnya yang selalu datar ia menarik tangannya lebih jauh dari jangkauan gue. "Nanti aja di rumah, habisin itu cepat biar bisa pulang. Alexa udah dari tadi ditinggalin di rumah"
"Iyaa maa iyaaa..." Pasrah gue selagi terus menyuap makanan itu kedalam mulut. Gue masih senang setelah dapet pesan dari kak Vania, bahkan lupa dengan apa yang baru aja gue jalanin. Gue menikmati makanan rumah sakit yang rasanya tak seberapa itu dengan senyum tipis yang tak hilang-hilang.
"Beberapa bulan ini kayaknya kamu ceria terus, dari dulu mama jarang banget liat kamu aktif gitu" celetuk mama ditengah keheningan ruangan dingin dibangunan rumah sakit saat itu. Gue berhenti mengunyah, berusaha cepat-cepat menelan makanan yang memenuhi mulut gue itu. Setelah mulut gue benar-benar kosong, gue mulai berbicara menghadap mama.
"Sekarang kakak punya temen ma... Ini pertama kalinya kaka ngerasain punya temen yang baikk banget!! Semua teman sekelas kakak itu deket banget sama kakak, mereka semua juga asik. Juga mama tau gak, kakak temenan sama kakak kelas, dia cantik trus baik lagi. Perlakuannya ke kakak tu kayak adeknya dia. Seneng banget bisa sekolah disitu" cerita gue panjang lebar diiringi senyum yang sangat besar.
Mama menebar senyum tipis menatap kearah gue dengan mata sendu. Senyumnya sangat sangat tipis namun tetap tidak bisa disembunyikan. Itu kali pertamanya mama senyum ke gue, pertama kalinya juga gue berani cerita ke mama. Sebelumnya, ngomong sama mama itu harus pikir panjang dulu. Karna emang kami seasing itu.
"Ekhem... Udah buruan ganti baju kamu, jam berapa ini" alih-alih mama berusaha kembali datar seraya berangsur berdiri dari sofa. Gue kenal mama itu orangnya gimana, gengsinya segede meteor hahaha...
•
•
•Baru sampai di pintu rumah, gue dan mama langsung disambut oleh suara tangis Alexa yang melengking keras. Mama langsung bergegas kedalam, mengambil Alexa dari dalam kamar gue. Disana ada Naila, yang cuma diam liatin Alexa dengan wajah kesalnya.
"Ini kepada si bisa nangis sampai kayak gini?! Kamu apain adek kamu Nai?" Sarkas mama tanpa menaikkan nada bicaranya. Sekalipun gue gak pernah denger mama kasar ke Naila. "Dia minta handphone ma, dari pagi tadi gak berhenti! Liat aja tu matanya udah merah" timpal Naila dengan ekspresi sungut ke mama.
Mama menghembuskan nafas berat lalu beranjak berdiri menggendong Alexa keluar. Gue yang kala itu berdiri diam di dekat pintu kamar juga disembur oleh ocehan Naila yang selalu gue denger tiap harinya. "Lo juga! Sana cuci piring! Gue udah beresin rumah tadi. Tinggal lo doang yang belum kerja!" Bentaknya yang memang gak bisa lembut ke gue. Disini seakan dia yang paling tua dan selalu bentak-bentak gue semaunya dia. Tololnya lagi gue mau aja digituin.
Belum sempat duduk, gue langsung berjalan ke dapur dan selesaikan semua pekerjaan rumah yang belum dikerjain oleh Naila. Earphone berwarna hitam sedari tadi menempel di daun telinga gue, dengan tangan yang sibuk mencuci piring kotor dan badan gue yang sedikit bergerak-gerak mengikuti irama musik yang gue dengerin lewat earphone itu.
Tiba-tiba saja, satu tangan mungil meraih ujung baju gue dan bikin gue sedikit kaget. Saat menoleh kebawah, itu Alexa yang sudah mendongakkan kepalanya keatas untuk menatap gue yang jauh lebih tinggi darinya. "Kenapa?" Tanya gue selembut mungkin sembari menunduk untuk menyamakan tinggi kami.
"Lekca mau pipis kak, nyalain lampunya" katanya dengan kalimat yang masih sedikit bertele-tele. Gue kembali berdiri tegak dan berjalan menuju stop kontak lampu kamar mandi. Setelahnya, Alexa tersenyum menghadap gue sebelum berlari kecil masuk kedalam kamar mandi. Itu bener-bener bikin gue terpaku ditengah ruang dapur, selama ini harapan gue adalah jadi anak tunggal, gue selalu berharap semua adek gue tu gak ada. Tapi liat senyum Lexa...
--------------------------------
To be continued...
KAMU SEDANG MEMBACA
An Older Sister
Teen Fiction"kalo kangen gue, liat aja bulan..." Nara sadina pratista, anak pertama yang gak pernah nerima kalo dia punya adek. Gadis introvert yang gak pernah punya teman dan selalu ngurung diri di kamarnya. Pikirnya hidup bakal gitu-gitu aja, tapi saat masuk...