Chapter sebelum ending..
❛ ━━・❪ 𝐡 𝐞 𝐚 𝐭 𝐡 𝐜 𝐥 𝐢 𝐟 𝐟 ❫ ・━━ ❜
"Telepon pihak rumah sakit, suruh mereka untuk menyiapkan alat operasi dan juga kantung darah. Dia kehilangan banyak darah. Mengerti?"
"Tekan terus lukanya. Hentikan pendarahannya sebelum dia mendapat tindakan lebih lanjut di rumah sakit."
Jungwon mendengarnya dengan begitu jelas. Perawat sedari mereka di dalam ambulans pun sudah melakukan berbagai cara agar Jay selamat. Yuma dan Fuma berada satu ambulans dengannya, sedangkan Nicholas dan Kei berada di mobil yang lain.
"Sus, golongan darahku dengannya sama. Kau bisa menggunakan darahku sebagai donor."
"Jungwon, kau sedang hamil. Itu sangat berbahaya bagi kau dan juga bayimu," sela Yuma sebelum perawat mempertimbangkan perkataan Jungwon.
"Apa aku terlihat mempedulikan itu, Yuma?" Jungwon bertanya marah. Ia kembali menatap perawat di depannya. "Ambil saja darahku."
Yuma mencengkram lengannya. "Obat-obatan yang kau pakai juga membuat darahmu tidak bisa digunakan!" Jungwon tertegun. "Jika kita berikan darahmu pada Jay, dia akan segera tewas!"
Perawat tadi memilih tetap fokus menekan pendarahan Jay. "Masih ada kesempatan." Tatapannya beralih pada Jungwon, memberitahu bahwa nyawa orang ini masih bisa diselamatkan.
"Jay, kau dengar itu? Tetaplah bertahan..." lirihnya.
"Tekanan darahnya sangat rendah! Pendarahannya semakin parah," ujar si perawat pada rekan sebelahnya yang lebih berpengalaman.
"Jay, tetaplah sadar! Kumohon padamu!" Jungwon panik. Yuma memeluknya dan mengarahkan kepala Jungwon agar bersembunyi pada bahunya. Ia menghalangi pemuda itu agar tidak terus-menerus melihat kondisi suaminya yang berjuang antara hidup dan mati.
"Tenangkan dirimu. Jay pasti baik-baik saja," gumam Yuma pada telinga Jungwon.
"Dia tidak baik-baik saja, Yuma ... jangan berbohong kepadaku. Kondisinya begitu buruk."
***
Begitu aroma dari kopi panas menyeruak menabrak udara di pagi hari, Jungwon terbangun dari tidur panjangnya. Matanya resah saat cahaya matahari yang menerobos melalui tirai separuh terbuka malah langsung menyilaukan pandangannya.
Si pembuat kopi menyadari hal itu, ia menarik tingkap jendela sampai berhasil menutupi seluruh bagian. Lalu, kembali menyesap kopi pagi harinya dengan hikmat.
"Ayah.." panggil Jungwon pelan. Kei tersenyum singkat mendengarnya. Lantas ia kembali melanjutkan, "bagaimana kondisi Jay?"
"Jika Jay mendengar ini, dia pasti akan senang mengetahui kau begitu mengkhawatirkannya," jawab Kei kembali duduk pada kursi di dekat ranjang anaknya. Jungwon tak menyahut.
"Kau sendiri bagaimana? Apa ada bagian yang sakit? Mulai sekarang kau harus lebih mementingkan kesehatan bayi kalian." Entah kedengarannya atau bagaimana, tapi Kei seolah ingin mengalihkan perhatian Jungwon.
"Aku baik-baik saja. Memangnya apa yang terjadi semalam?" Jungwon tak bisa mengingat secara rinci.
"Tidak banyak. Kau pingsan karena banyak kehilangan darah, lalu ditangani oleh dokter. Dia bilang padaku kalau imun tubuhmu rendah, bayimu juga sangat lemah," jelas Kei. Jungwon ingin beranjak duduk, Kei segera merapihkan posisi ranjang dan bantal agar nyaman untuk dipakai bersandar.
"Mereka khawatir bayimu tidak bisa bertahan lebih lama, dan akan berdampak buruk pada kesehatanmu nantinya. Kau harus benar-benar menjaganya jika tak ingin hal itu terjadi," sambungnya ketika selesai menata posisi duduk Jungwon.
"Jay sudah berkorban untuk anak ini, aku tidak ingin pengorbanannya sia-sia. Bagaimana kondisinya sekarang?" tanya Jungwon lagi.
Kei menghela nafas panjang. "Sudah kubilang, kau harus lebih mengutamakan bayi kalian." Perkataannya yang seperti itu malah membuat Jungwon semakin khawatir.
"Ayah ... kumohon jangan memutar pembicaraan. Aku hanya ingin tahu kondisi suamiku."
"Dia lelaki yang kuat." Kei menaruh kopinya di atas nakas kemudian menatap Jungwon. "Jay kritis, tapi kondisinya sudah jauh lebih stabil. Dokter bilang, semalam Jay sudah melewati masa komanya."
Oh, Tuhan ... Jungwon mengembuskan nafas lega saat mendengar ucapan Kei.
"Soal pelaku penembakan Jay ... siapa namanya? Jun? Junhui?" Pertanyaan retoris yang tak membutuhkan jawaban. "Nicholas balas menembaknya tepat di jantung. Dia anak buah yang sangat patuh dan bisa diandalkan."
"Ayah.." sela Jungwon. Dia tak tertarik membahas topik pembunuhan atau kasus apapun. Satu-satunya yang ia pedulikan hanyalah keselamatan suaminya.
"Bisa aku menjenguk Jay sebentar?" pintanya memohon dengan raut wajah sepucat mungkin. Jungwon meringis saat hendak bergerak. Tubuhnya terasa begitu letih seperti habis mengangkat beban berton-ton.
"Tidak," jawab Kei tanpa berpikir dua kali.
"Kenapa?" Tentu Jungwon merasa tidak terima dengan keputusan Ayahnya.
"Karena kau akan kembali menangis saat melihat kondisi suamimu."
Jungwon menunduk menatap perutnya. "Kau tega mengabaikan keinginan pertamanya?" Mengatasnamakan bayinya dalam hal ini sangat menguntungkan.
"Dasar keras kepala. Tunggu sebentar, aku akan mengambil kursi roda."
❛ ━━・❪ 𝐡 𝐞 𝐚 𝐭 𝐡 𝐜 𝐥 𝐢 𝐟 𝐟 ❫ ・━━ ❜
footnote:
Up chapter ending bulan depan ya ... digantung dulu biar berasa 🤏
KAMU SEDANG MEMBACA
Heathcliff & Mortal ; Jaywon
Fanfiction(Season 1: Heathcliff & Season 2: Mortal) *** (S1: END) Selain bertugas sebagai agen sindikat penjualan obat-obatan terlarang, Jungwon juga lihai dalam hal mengiris daging setipis mungkin. Tak peduli apakah itu daging ikan, sapi, atau manusia sekal...