EPILOG

2K 202 38
                                    

Aku pernah mengatakan pada Jay bahwa hidup ini bukan video game yang menyenangkan. Sebelum sempat menyelesaikan tiap babak sandiwara, kami bisa mati. Tetapi, kami diberi kesempatan untuk mencobanya. Aku selalu memikirkan kematian ketika menjalani pernikahan ini. Aku bertanya padanya apa pernah sekali saja dia membayangkan bagaimana kelak kami akan mati?

Saat itu dia terdiam tak bisa menjawab pertanyaanku.

Mungkin memang benar aku hanya bisa mati satu kali dalam hidup ini, tapi aku selalu merasa dilahirkan kembali saat nafasku beradu dengan nafasnya. Saat dia mengecup kelopak mataku dan berkata mencintaiku, saat lidahnya menyusuri leher jenjangku, saat dia menyebutkan namaku berulang kali di tengah kegelapan ruang. Aku mencintainya. Sebuah kebenaran yang awalnya aku tepis dengan kasar.

Sekarang aku tidak akan menghindar. Aku tak ingin kehilangan orang yang aku cintai untuk kedua kalinya. Seorang pecandu yang hidupnya rusak sepertiku masih diberikan kesempatan untuk mencintai seseorang sebegini dalamnya. Aku bersyukur ... terlebih sejak kehadiran satu malaikat kecil di tengah-tengah rumah tangga kami, kebahagiaan ini terasa begitu lengkap dan sempurna. Keraguan dan ketakutan itu perlahan-lahan sirna terganti oleh kebahagiaan yang tiada habisnya.

Aku menatap matanya lagi, menyatukan bibir kami dan mengalungkan tanganku pada lehernya. Aku kelepasan desahan saat Jay dengan sengaja menghentak pinggulku ke bawah sehingga miliknya terbenam lebih jauh. Tubuhku sekarang berada di atas pangkuannya, Jay membantuku mempercepat tempo karena tubuhku sudah lemas.

"Jangan terburu-buru, Jay. Harua sedang tidur," bisikku yang berusaha mati-matian menahan agar tak mendesah terlalu kencang.

"Karena dia sedang tidur kita harus cepat, sayang."

Bayi berusia empat bulan itu masih terpejam lelap di dalam box bayinya. Aku melirik-lirik cemas takut dia bangun karena merasa terganggu dengan kebisingan yang kami buat. Jay memelukku erat-erat dan menahan pinggulku, dia mengeluarkannya di dalam disertai geraman rendah sambil menggumamkan namaku.

"Argh, Jungwon.." Melodi yang begitu aku rindukan.

Aku mengelus rahangnya sensual. "Maaf akhir-akhir ini aku terkesan menolak ajakanmu. Haru sangat rewet saat malam."

Jay mengangguk dalam dekapanku. Dia meraih bajuku di sampingnya dan memakaikannya kembali pada tubuhku dengan lembut. Itu sedikit aneh. Biasanya Jay tidak merasa cukup dengan sekali keluar, tapi aku berusaha memahami suasana hatinya.

"Jika nanti Haru terbangun lagi, aku yang akan mengurusnya. Kau pucat, Jung. Aku khawatir terjadi sesuatu. Ingin pergi ke rumah sakit besok?"

Astaga, ternyata dia mengkhawatirkan kondisiku. Memang akhir-akhir ini Harua sangat rewel. Aku kesulitan untuk membagi waktu antara menjaga anakku dan mengurus suamiku di saat yang sama. Sejujurnya aku bisa merasakan tubuhku pegal dan sakit.

Aku menggeleng sebagai jawaban, lalu mengecup ujung bibirnya sekilas. "Aku mencintaimu."

Jay balas mengelus rambutku dan membaringkan tubuhku di atas ranjang. Dia mencium kedua pipiku dan meninggalkan bekas gigitan kecil yang membuat aku tertawa kecil. "Aku jauh lebih mencintaimu, Jung. Juga Haru, kalian berdua adalah pusat kehidupanku."

Jay memang tak pernah kehabisan cara untuk membuatku semakin mencintainya. Ada begitu banyak rasa sakit yang kami lewati, juga yang menanti kami di masa depan. Tapi, aku yakin segalanya akan berlalu dengan semestinya walau tak selalu berakhir dengan kebahagiaan. Aku bahagia.

Terima kasih, Jay, karena sudah melewati saat-saat ini bersamaku. Aku mencintaimu. Sangat-sangat mencintaimu. Aku berharap kisah kita tak akan pernah berakhir..

 Aku berharap kisah kita tak akan pernah berakhir

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

E P I L O G
Heathcliff ; Jaywon (✓)

Heathcliff & Mortal ; JaywonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang