[II] harua koga

716 99 4
                                    

Maaf baru update :(

❛ ━━・❪ 𝐦 𝐨 𝐫 𝐭 𝐚 𝐥 ❫ ・━━ ❜

Dirinya dibuang waktu pertama kali menghirup udara bumi. Jungwon sejak lahir memang tidak diinginkan dimana-mana. Seharusnya ia mengabaikan ajakan sang Ayah untuk ikut tinggal di tempat yang katanya disebut sebagai rumah. Seharusnya Jungwon tau jika itu adalah hal buruk. Keluarga Koga adalah titik awal dari semua kegagalan dalam hidup. Bagi mereka, dirinya adalah pembawa mimpi tergelap. Apa yang disebut keluarga bisa berantakan kapan saja jika seorang anak haram datang.

Berkebalikan dengan kehidupan Ibunya yang diliputi pertumpahan darah, Harua lahir dan tumbuh dengan limpahan kasih sayang. Jay berperan sebagai kepala keluarga juga seorang Ayah yang bertanggung jawab dalam membina keharmonisan keluarga inti. Meski kebanyakan waktunya dihabiskan dibalik meja kantor, Jay selalu menyempatkan diri melihat proses tumbuh kembang Harua sejak dilahirkan, belajar duduk, tumbuh gigi, merangkak, berjalan, serta berlari.

Padahal jika ditelisik dengan seksama Jay bukanlah seorang anak yang besar dalam keluarga harmonis. Sejak kecil ia biasa mendapatkan kemudahan karena derajat sosial dan kasta keluarganya yang gemilang di hadapan publik. Jay tidak tahu apa-apa soal kemiskinan, kelaparan, kesenjangan sosial, dan kesetaraan. Ia selalu berpegang teguh pada prinsip; langit yang tinggi harus disamaratakan dengan yang sepadu jajar.

"Pa, aku ingin datang ke pasar malam di daerah Gyeonggi-do. Temanku bilang aku harus mencoba makanan di sana."

Harua melepas topi baret yang telah ia kenakan sejak berjam-jam lalu, juga vest rajut sewarna merah marun yang membalut kaus putih di tubuhnya. Cuaca panas diluar, saat keluar pagar sekolah pun ia tetap kepanasan meski sudah dipayungi oleh seorang perawat yang ditugaskan menjaganya.

Jungwon tak mengatakan apapun.

"I thought we should calls daddy for his permission," lanjut Harua memberi saran. Membiarkan sang Ibu mengetik pesan teks pada Ayahnya sebelum menekan ikon telfon.

"Ya?" Suara Jay terdengar gusar. Jungwon tahu kalau suaminya sedang sibuk. Seharusnya mereka tidak perlu menelpon di jam-jam seperti ini.

"Harua ingin membeli beberapa makanan," ucapnya tanpa basa-basi supaya durasi percakapan tidak terlalu panjang.

"Aku akan buat reservasi. Ada beberapa hotel kenalanku yang menyediakan menu buffet. Kurasa itu bagus." Terdengar suara dari keyboard yang ditekan cepat sebelum dihapus.

"Bukan begitu." Jungwon memindahkan posisi ponselnya sembari melirik Harua yang menguping.

"Kau ada saran tempat? Coba tanyakan padanya ingin jenis makanan seperti apa–"

"Jay, dengarkan aku baik-baik! Nanti ada semacam pasar malam di sekitaran Gyeonggi-do. Haru mengajakku ke sana," sela Jungwon sedikit muak. Gaya hidup Jay terlalu hedonis.

"Pasar malam? Kau bercanda?" Kali ini Jay lebih fokus mendengar permintaan istrinya.

"Apa nadaku terdengar seperti candaan? Jangan menghamburkan uang terlalu mudah. Aku telah memeringatimu berapa kali?"

"Ini tidak termasuk menghamburkan uang."

Jungwon menahan senyuman jengkel, lalu memelankan suaranya menghadap ke arah jendela mobil. "Sekali lagi kau bicara, aku akan menembakmu," bisiknya sengit.

"Aku tidak mengizinkan kalian pergi. Terlalu banyak ancaman di luar, Harua masih belum mengerti apa-apa," tegas Jay.

"Aku hanya ingin mengabari, bukan meminta izinmu sialan.."

Dengan begitu, panggilan telfon diakhiri tanpa persetujuan. Jungwon kembali mengantongi ponselnya lalu tersenyum manis ke arah Harua.

"Ayah mengizinkan kita pergi."

***

Mereka sepakat untuk berangkat ke pasar malam tanpa dinner terlebih dahulu. Jungwon mengatakan pada Harua bahwa mereka akan terlampau kenyang jika lebih dulu makan di rumah. Harua tak banyak mengeluh, ia menuruti saran sang Ibu dengan patuh.

"Lihat, apa-apaan ini. Papa bilang jangan pakai barang bermerek, kita tidak boleh menarik perhatian orang banyak."

Jungwon mengarahkan tangannya dengan gesit melepas kaus, celana, sepatu, kalung, gelang, dan jam yang tersampir di tubuh Harua hingga tersisa kaus singlet dan celana dalam.

"Itu baju lusuh yang kupunya. Kaus itu sudah tiga kali kupakai, bahannya sejarang jadi jelek karena pernah dicuci."

Jungwon meringis, hatinya pedih melihat sifat anaknya yang menurun dari Jay. Jari telunjuknya mendorong pelan kening Harua dengan tatapan khasnya jika sedang marah. "Papa saat seumuranmu hanya punya lima baju di lemari dan tiga potong celana panjang, tapi Papa tak pernah bilang baju-baju itu 'lusuh' hanya karena terlalu sering dicuci."

"Benarkah?" Harua menatap Jungwon penuh minat.

Jungwon mengangguk cepat. "Papa tidak punya tumpukan menara dari lego, drone, ipad, juga tidak pernah menonton kartun di sore hari bersama Ayah. Harua selama ini mendapatkan itu dari kami, kan? Hanya tinggal merengek pada Ayah, menangis, dan membuang barang, Haru sudah bisa membeli segalanya.." Ia sengaja menyindir.

Harua menunduk di poin 'membuang barang' karena mengakui jika itu adalah kebiasaan buruknya.

Jungwon memakaikan sesetel pakaian yang telah ia persiapkan dari dalam kamar. Tidak ada yang spesial. Hanya sebuah kaus hitam dengan tulisan hanji "Harua" di sisi belakang dan celana selutut. Sebagai tambahan Jungwon memberi slingbag putih polos untuk tempat ponsel lipat anaknya.

"Ingat kaus ini? Kau membuangnya hanya karena terciprat sedikit saus pasta. Sekarang jadi indah bukan?"

Melihat Harua yang terus diam, Jungwon menjadi tersenyum kecil. Semoga ucapannya sejak tadi bisa menyadarkan anaknya sebelum terlambat.

"Ayo, kita harus cepat sampai sebelum Ayah pulang," ajaknya setelah menepuk-nepuk pundak Harua yang terdiam menatap sang ibu dengan mata berair karena merasa bersalah. Ia memeluk paha Jungwon dan menggesekkan wajah di sana.

Jungwon kembali menunduk untuk menyamakan tinggi sebelum mengelap wajah anaknya dengan ibu jari. "Astaga, kau cengeng sekali. Sebenarnya kau ini anakku atau bukan?"

❛ ━━・❪ 𝐦 𝐨 𝐫 𝐭 𝐚 𝐥 ❫ ・━━ ❜

Apa resolusi kalian di tahun 2024?

Kalau aku pribadi, pengen jadi lebih produktif dalam menulis. Ya, walau kenyataannya agak sulit karena sekarang kesibukanku banyak banget. Beda rasanya kalo dibandingin sama era Jentaka dan Lengkara yang bisa update setiap hari tanpa jeda. Kangen masa-masa itu..

Heathcliff & Mortal ; JaywonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang