this thirty nine

1K 183 8
                                    

Diresapi baik-baik tiap kalimat yang ada, karena isinya deeptalk Jaywon tentang pernikahan mereka~

❛ ━━・❪ 𝐡 𝐞 𝐚 𝐭 𝐡 𝐜 𝐥 𝐢 𝐟 𝐟 ❫ ・━━ ❜

Dua hari sebelum insiden di mansion Jay.

Saat itu adalah malam hari di mana Jay baru saja pulang dari kantor dan langsung membersihkan diri dalam kamar mandi. Tiba-tiba kepala Jay menyembul dari celah pintu dan memanggil-manggil nama istrinya, "Jungwon, ambilkan aku handuk baru!"

"Hei, di dalam sana sudah ada handuk, jangan mencari masalah, Jay!

"Aku tidak ingin yang itu. Ayolah, cepat ambilkan!"

Jungwon mendecak kencang dan beranjak turun dari ranjang dengan malas. Ia membuka lemari khusus penyimpanan keperluan kamar mandi dan langsung disambut sejumlah handuk putih yang terlipat rapih, kemudian tangannya mengambil satu untuk diberikan pada Jay. Ia menyodorkannya acuh. Melihat Jay yang malah diam, membuat Jungwon kesal.

"Ini handuknya, sialan," desisnya.

"Astaga, istriku menggemaskan sekali. Kenapa akhir-akhir ini kau tambah mempesona? Kau ada main di belakangku?" Jay mengambil handuk dari tangan Jungwon dan langsung memakainya secepat kilat. Ia melayangkan pertanyaan bodoh pada seseorang yang bahkan tak punya waktu untuk sekedar berbelanja ke supermarket terdekat.

"Ya," jawab Jungwon asal. "aku bosan dengan tingkahmu. Ayo kita cerai saja."

Setiap kali membahas perceraian atau perpisahan pasti Jay selalu menciumnya. Takut benar dia, padahal Jungwon hanya membual. Jay memakai piyama tergesa dan memboyong tubuh Jungwon menuju ranjang masih sambil membawa handuk di pundak. Ia duduk membelakangi pemuda itu dan memberikan isyarat untuk mengeringkan rambutnya.

"Kita punya hair dryer, dan kau punya dua tangan untuk melakukannya sendiri," ujar Jungwon sarkas.

"Aku ingin kau yang melakukannya."

"Kenapa belakangan ini kau manja sekali, bangsat!" Meski bibirnya menggerutu, tapi tangannya tetap menggosok handuk dengan lembut pada rambut suaminya. Sesekali juga Jungwon sempatkan memijat pelan kepala Jay.

"Bagaimana perasaanmu? Merasa lebih baik?" tanya Jay pada Jungwon. "Aku masih punya banyak bir, kau mau kita berpesta alkohol malam ini? Kau terus menolaknya akhir-akhir ini."

Jungwon menggeleng. "Terima kasih, tapi kau saja yang minum."

"Pernahkah kau berpikir kalau aku sangat beruntung memilikimu?" Jay menahan tangan Jungwon di pundaknya kemudian menoleh.

"Tidak ada hal yang bisa aku banggakan dari diriku sendiri, Jay." Jungwon menyahut pelan. "Aku tak bisa melindungi siapapun."

Jay menatapnya begitu dalam, sehingga Jungwon pun takut akan tenggelam dalam kenyamanan itu. "Jangan bilang begitu. Tanpamu, aku pasti sudah mati di Hongkong. Akulah masalahnya. Kalau saja aku tidak secara tiba-tiba mengajakmu menikah, dan kalau saja aku bisa melindungimu dari keluargamu. Kau pasti takkan tambah menderita."

"Kau harus mengakui kalau kau sudah tidak bisa menjagaku, Jay. Bukan karena kau tak mampu, kau sangat mampu untuk itu." Jungwon mundur ke belakang saat Jay berbalik dan memilih pahanya sebagai bantalan tidur. "Dalam hidupku, aku tak yakin bisa menemukan seseorang yang bisa menjagaku sebaik kau." Ia memuji suaminya.

"Tapi, kau juga harus memikirkan hidupmu. Mencintaiku hanya akan mendatangkan kemalangan, sebaiknya kau berhenti." Baru saja hendak Jay memotong, Jungwon lebih dulu melanjutkan bicaranya, "kau kehilangan segalanya karenaku, jangan berbohong lagi." Telah banyak kebohongan yang Jungwon telan karena Jay tak ingin semakin melukai perasaannya.

"Aku masih memilikimu." Jay menatap Jungwon dari sudut bawah dengan tulus. Jungwon diam, Jay juga mengikuti atmosfernya. Selama beberapa saat hanya diisi deruan nafas masing-masing.

Hingga akhirnya Jungwon menarik nafas panjang dan kembali bicara dalam satu hembusan. "Jangan lakukan ini, Jay. Itu tak sepadan dengan apa yang kau korbankan. Kau harus menjalani hidupmu." Ia mengusap rambut Jay sebentar.

"Jangan jadikan aku tujuan hidupmu. Aku masih ingin melihatmu mengejar impian lain."

Jungwon hendak memindahkan kepala Jay karena ia ingin merebahkan diri di atas ranjang, tapi Jay buru-buru memeluk perutnya. Pemuda itu membeku sepersekian detik karena takut Jay sadar akan sesuatu.

"Jungwon, bisakah kau tetap tinggal bersamaku selama mungkin?"

"Sampai kapan?" Jungwon menyentuh pipi Jay. "Maksudku, sampai kapan aku harus melarikan diri dari takdir yang sudah digariskan?"

"Entahlah, aku hanya berharap bisa melihat wajahmu setiap hari dalam hidupku." Bukannya memberikan jawaban jelas, Jay malah terus berputar-putar.

"Jay." Jungwon merubah situasi dengan mudah. "Kau mengatakan padaku soal anak ... apa kau benar-benar menginginkannya? Maksudku—"

"Ya, Ibuku juga sangat menantikan itu." Jay bergumam di sekitar perut Jungwon. Ia menghembuskan nafas panas yang membuat Jungwon merasa geli.

"Apa kau yakin anak kita nantinya akan bahagia?" tanya Jungwon ragu. "Aku hanya berpikir, kalau dia tahu Ibunya pecandu ... juga pembunuh. Apa dia tetap menganggapku ada? Aku takut nantinya dia mengalami apa yang aku rasakan. Disisihkan, dan kesepian dalam sudut gelap." Jungwon menundukkan wajahnya.

Jay meraih leher Jungwon, mendaratkan ciuman disertai lumatan. "Semuanya akan baik-baik saja. Jika nanti kita punya bayi yang menggemaskan sepertimu, itu adalah anugerah Tuhan yang luar biasa. Kita harus harus menjaganya. Aku mencintaimu, jangan pernah merasa ragu." Ia selalu punya cara memberantas habis keraguan dalam hati istrinya.

"Jika dia perempuan kita beri nama siapa?"

"Harumi."

"Kalau laki-laki?"

"Harua."

Jungwon mengernyitkan keningnya. Jawaban Jay seperti sudah terencana dengan pasti, bukan sekedar asal bicara. "Aku hanya asal bertanya. Kenapa kau menjawab dengan sangat serius begitu?"

"Karena aku sudah mempersiapkan semuanya." Netra elangnya lebih menelisik jauh ke dalam mata Jungwon, berusaha memberitahu kalau perasaan cintanya bukanlah omong kosong semata.

"Kau bicara seolah tahu aku sedang mengandung anakmu," gumam Jungwon yang tidak terdengar jelas di telinga Jay.

"Aku selalu mengeluarkannya di dalam, kemungkinannya sangat besar untuk kau hamil." Jay menaik turunkan alisnya menggoda.

"Sekali lagi kau bicara, aku akan melempar tubuhmu ke kolam renang," ancam Jungwon serius. Enteng betul mulut Jay membicarakan hal yang vulgar, ia sendiri saja mati-matian menahan rasa malu karena pernyataan rendahan barusan.

"Untuk bercinta denganmu?"

"Bangsat kau, Jongseong!"

❛ ━━・❪ 𝐡 𝐞 𝐚 𝐭 𝐡 𝐜 𝐥 𝐢 𝐟 𝐟 ❫ ・━━ ❜

footnote:

Flashback manis-manis aja dulu, ya, biar kalian hepi. Sisanya hanya sy yang tau 🙏

Ini heathcliff udah update setiap hari, awas aja kalo gak rame. Balik lagi ntar seminggu sekali 😃☝️

Heathcliff & Mortal ; JaywonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang