[II] zhen yuan

917 102 17
                                    

Votenya jangan lupa!

❛ ━━・❪ 𝐦 𝐨 𝐫 𝐭 𝐚 𝐥 ❫ ・━━ ❜

Sama seperti saat pertama kali Jungwon menolak diberi kepercayaan mengemban bisnis turun-temurun keluarga Koga. Delapan tahun setelahnya, keputusan tersebut sama sekali tak berubah. Ia selalu teguh pada pendirian yang menentang kuat garis keturunannya menyandang gelar kotor.

Harua sekarang tumbuh menjadi anak yang berpikir kritis serta memiliki empati tinggi karena dibesarkan dalam lingkup kasih sayang kedua orang tuanya. Jay dan Jungwon berusaha keras agar anak semata wayang mereka tidak merasakan kejamnya ditelantarkan dalam silsilah keluarga sendiri.

"Sudah berapa kali kubilang padamu, jangan pernah mengajarkan Harua memegang senjata!"

Jungwon berujar frustasi. Pasalnya tanpa aba-aba di siang hari yang terik ia mendapat telfon dari Jay yang mengabarkan jika anak mereka ketahuan memecahkan kaca besar di ruang tamu menggunakan pistol. Jelas Jungwon kebingungan karena seluruh akses persenjataannya hanya diketahui oleh Nicholas dan Niki.

"Aku tidak mengajarinya. Anakmu yang selalu penasaran dengan senjata di dekatnya," sangkal Nicholas membuang asap rokoknya ke samping.

"Astaga, memangnya siapa yang berani menaruh senjata di dekat anakku kalau bukan kalian, bangsat!"

Langkah kakinya terdengar marah. Jungwon duduk di sofa dan menyandarkan tubuhnya bimbang. Dia benar-benar menentang keras jika Harua memiliki ketertarikan berkecimpung dalam udara yang sejak kecil telah ibunya hirup.

"Kau tak bisa terus menolak takdir, Jung. Bagaimanapun darahmu mengalir di tubuhnya. Harua pasti memiliki keinginan besar mempelajari sisi dunia kita," ucapnya serius.

"Sekali lagi kutegaskan padamu, Harua akan tumbuh seperti anak seusianya, bukan dengan letusan pistol atau aliran darah seperti aku dulu."

Jungwon menggerutu sepanjang jalan berbalik ke kamar sang anak, meninggalkan si lawan bicara yang bungkam atas perbuatannya. Nicholas sialan itu memang selalu menentang perintahnya, tapi entah mengapa Jungwon tak kunjung menendang lelaki itu keluar dari rumah ini.

"Apa lukanya cukup dalam?" tanyanya ketika baru saja menapaki langkah ke dalam ruangan kamar anaknya. Jay juga berada di dalam sana.

"Hanya luka gores. Dokter bilang tidak ada masalah serius."

"Syukurlah. Senang mendengarnya." Jungwon mengalihkan pandangan pada Harua yang menunduk ketika ditatap olehnya. Oh, lihatlah seberapa pemalu ia. Mana mungkin sosok pemuda lucu ini akan mewarisi bakat membunuhnya.

"Haru," panggil Jungwon pelan sambil duduk di tepian ranjang. "Lihat Papa. Apa yang pernah Papa katakan soal memegang pistol dan pisau?"

"Jangan menyentuh mereka."

"Bagus. Lantas, kenapa kau menggunakan salah satunya untuk melukai dirimu sendiri, hm?"

"Maaf.. aku tidak sengaja, Pa. Paman Niki meninggalkan pistol di atas meja, aku hanya penasaran dengan mengarahkannya pada kaca."

"Niki," geram Jungwon menoleh ke arah Jay dengan raut marah. Jay menyadari itu kemudian mengangguk, pertanda ia akan bicara empat mata pada pemuda Jepang itu setelah keluar dari sini.

"Karena rasa penasaranmu itu, sekarang kau terluka. Lain kali jangan membuat Papa dan Ayah khawatir." Tangan putihnya ia arahkan mengelus pipi dan hidung anaknya yang terbalur perban. Harua mengangguk patuh dan memeluk Ibunya erat.

"Kami sayang padamu, kami bicara soal keselamatanmu. Ada banyak bahaya di luar sana yang menanti keluarga kita, sayang," tambah Jungwon menepuk-nepuk punggung Harua sambil sesekali mencuri kecupan di pucuk kepalanya.

"Haru janji akan jadi anak baik."

"Kami selalu menagih janjimu."

Jay tersenyum tipis, kemudian ikut mengusak rambut anaknya sayang. "Baiklah, sekarang masalahnya sudah selesai. Ingin makan siang bersama di luar?" ajaknya bersemangat.

Harua tertawa kecil. Membiarkan tubuhnya yang ringan diangkat oleh sang Ayah pada gendongan depan tanpa perlu persetujuan.

"Kajja! Ayah janji kali ini hanya kita bertiga, tidak ada wartawan, tidak ada kamera, setuju?"

Anggukan semangat menjadi balasan dari pertanyaan barusan. Satu tangan Harua setia menggenggam jemari Jungwon yang tepat berdiri di sebelah mereka.

***

Jungwon merasa nyaman karena dunia gelapnya telah berakhir. Tak ada lagi tusukan pisau, tak ada lagi jeritan manusia, tak ada lagi letusan peluru dan darah yang terus mengalir di pergelangan tangannya setiap malam datang. Segalanya telah berubah.

Dunianya perlahan mulai berjalan secara normal layaknya manusia kebanyakan. Bernafas, bekerja, melakukan beberapa perjamuan, pertemuan bisnis, berlibur, membesarkan Harua dengan segala cinta yang dimilikinya, serta menjalani hari-hari penuh kebahagiaan bersama dengan Jay. Setiap detik hidupnya sekarang adalah masa-masa indah yang tak pernah bisa ia keluhkan.

"Papa, kemarin lusa Ayah bertemu dengan perempuan cantik. Tante itu model dari Prancis. Ayah mengabaikanku karena serius mengobrol," adu Harua begitu suapan appetizer masuk ke dalam mulutnya.

"Benarkah? Ternyata begitu kelakuanmu saat aku pergi, Jay?"

Jay kelepasan tawa ringan. "Ayolah, Jung. Dia hanya kolega bisnis."

"Ya, ya, terakhir kali kau bilang begitu aku menemukanmu sedang berlibur dengan perempuan lain."

"Jung, itu tidak lucu. Perempuan yang kau maksud adalah Ibuku. Ibu mertuamu."

"Aku hanya bercanda. Kau tidak perlu khawatir. Aku sepenuhnya tau jika seluruh cintamu hanya tertuju padaku."

Jungwon membuka mulut ketika Jay menyuapinya tanpa ragu. Di tengah perbincangan hangat keluarga kecil mereka, Jungwon pamit pergi ke toilet guna mengeluarkan isi perutnya. Ia membasuh wajah serta mulutnya ketika selesai dan mengelapnya menggunakan tisu yang tersedia.

"Zhen Yuan?"

Tubuh Jungwon mendadak kaku ketika mendengar seseorang memanggil nama samarannya saat mengemban misi di Beijing. Suara yang sangat ia kenali. Ini tak mungkin, padahal Jay telah berjanji tidak akan terjadi sesuatu yang buruk di makan siang keluarga mereka kali ini.

"Yuan, itu kau kan?"

Jungwon ingin melarikan diri. Namun, orang itu terlanjur menahan pergerakannya dengan mengurung tubuh Jungwon pada dinding di belakangnya. Kepalanya ditekan sementara bibirnya  dikecup tanpa henti oleh si pemanggil. Jungwon memberontak, dia menendang betis orang itu dan mendorongnya kuat-kuat.

"Menjauh atau aku akan berteriak memanggil suamiku!"

"Yuan ... aku sering melihatmu di televisi. Itu benar kau, kan? Nama aslimu Jungwon?"

Jurang yang sudah berpuluh tahun tertutup itu pun kini perlahan terbuka kembali.

"Yuan ... aku mencintaimu. Bisakah kau kembali padaku?"

❛ ━━・❪ 𝐦 𝐨 𝐫 𝐭 𝐚 𝐥 ❫ ・━━ ❜

Tadinya panggilan Jungwon itu "Ibu" tapi mendadak pas revisi aku ganti jadi "Papa". Menurut kalian lebih srek pakai yang mana?

Tolong beri banyak cinta dan dukungan untuk cerita ini 🤍🤍

Heathcliff & Mortal ; JaywonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang