SOL 9

5.1K 314 2
                                    

Keesokan Paginya.....

Sinar matahari mulai masuk dari sela-sela jendela kamar milik Vano, dan sang empu masih betah berkutat dialam bawah sadarnya, sampai cahaya mentari berhasil mengenai wajahnya.

Huam....

Uap Vano sambil melakukan peregangan pada tubuhnya.

Tangannya perlahan mengambil ponsel yang terletak di atas nakas samping tempat tidurnya, matanya perlahan ter fokuskan pada layar ponsel miliknya.

‘......Udah jam lima’ monolognya dari dalam hati.

Vano kembali menarik selimutnya dan membalutkan pada tubuhnya mengingat betapa dinginnya cuaca pada pagi hari, matanya kembali memejam, sambil mengumpulkan niatnya untuk segera beranjak dari tempat tidur dan pergi mandi.

Lima menit telah berlalu, sampai Vano dengan cepat terbangun dan menuju kamar mandi, ia sangat senang mengingat bahwa hari ini adalah hari kebebasan dirinya tanpa seorang Andrian, ya walau pun itu hanya bersifat sementara, ia tidak mau menyia-yiakan waktu walau hanya sedetik saja.

Hei, siapa sih yang nggak senang kalo beban yang selama ini menempel pada hidup kita pergi begitu saja tanpa kalian minta, ya jelas dong Vano senang.

Sekarang Vano telah rapi dengan seragam sekolahnya, tidak lupa pula gaya rambut yang menjadi andalannya yaitu belah samping gaya idol Korea juga wangi mint pada tubuhnya.

“Fix ganteng banget gue hari ini, memang tampang Gue nggak pernah mengecewakan.” Monolognya di depan cermin dengan ekspresi cool yang ia buat-buat.

Setelah puas memuji dirinya, kini ia bersiap-siap berangkat ke sekolah, ia berjalan menuruni anak tangga, Vano berniat pergi minum dulu namun ia urungkan ketika melihat kakak kakaknya tengah duduk untuk memulai sarapan, saat ia tengah berbalik, sebuah suara terdengar suara yang sangat ia kenali.

“Al sarapan dulu.” Ucap Azka namun langsung ditolak oleh Vano, langsung saja Vano berjalan cepat tanpa menunggu balasan dari Azka.

Ya walau pun sekarang Andrian sedang tidak ada, tapi kan rasa canggung itu masih ada mengingat sebelumnya tidak ada percakapan di antara Vano dan kakak kakaknya.

Kalau mengenai sarapan, ia tidak masalah kalo tidak sarapan di mansion nya, ia bisa sarapan di kantin atau warung makan yang terletak di pinggir jalan, lagian di mansion tidak tersedia menu nasi padang kesukaan Vano jadi ya tidak masalah.

Setelah hampir dua puluh lima menit berkendara, Vano mampir di sebuah rumah makan yang terletak tidak jauh dari tempat ia bersekolah, ia langsung memesan sebuah menu andalannya, setelah pesanan datang, Vano menghabiskan makanannya, membayar, lalu bergegas pergi ke sekolah mengingat bel sekolah berbunyi tidak lama lagi.

BRUKK

Vano berjalan tergesa-gesa, sampai ia tidak sengaja menabrak seorang pria yang memakai pakaian serba hitam, tidak lupa pula sebuah masker dan topi yang pria itu kenakan.

“Awh ish... maaf mas.” Ucap Vano diiringi lengkuhan ringan.

Tanpa menjawab ucapan Vano, pria itu dengan cepat pergi dari tempat itu meninggalkan Vano yang tengah mematung.

Aneh banget tuh orang, mana pakaiannya kayak gitu, tapi perasaan gue jalannya benar kok jalurnya, ah masa bodoh deh nggak penting juga’ pikir Vano, sambil melanjutkan kepergiannya, tanpa ia sadari pria tadi tengah memperhatikannya dari kejauhan.

.
.
.
.


Sesampainya di depan pintu gerbang sekolah, ia mendapati pintu gerbangnya telah tertutup, Vano terlambat beberapa menit setelah bel berbunyi.

“Tuh kan telat, gara-gara orang tadi nih main nabrak aja, kan jadinya gue telat.” Gerutu Vano.

“Pak.... pak Asep tolong bukain dong.” Pinta Vano pada penjaga gerbang.

Pak Asep yang merasa namanya terpanggil lantas berjalan menghampiri Vano.

“Loh den kok tumben tumbenan telat?” Tanya pak Asep.

“Hehe... biasa pak anak muda” yang dibalas cengiran oleh Vano.

“Pak bukain dong.... ya... ya....” melas Vano.

“Tapi den...” balas Pak Asep bimbang.

“Ya pak.... kali ini aja, kan saya anaknya nggak pernah telat pak” mohon Vano dengan wajah sok melas.

“Yah udah deh, tapi lain kali jangan diulangi ya den, saya takut kena omel soalnya” ingat pak Asep.

“Aduh.... iya pak Asep, baik deh pak Asep mana ganteng entar jodohnya janda kembang yang ada di perempatan kompleks” canda Vano.

Pak Asep yang tak tahan dengan candaan Vano segera membukakan pintu gerbangnya, ia pun terheran heran bisa bisanya anak pemilik sekolahan ini mempunyai humor seorang bapak-bapak.

Pintu gerbang telah terbuka, dan Vano segera memasuki halaman sekolah, tidak lupa motor yang ia kendarai, sampai sebuah panggilan dari seorang guru piket mengagetkannya.

“VANO, ini sudah jam berapa ini, kenapa kamu telat?” Tanya bu Dini.

“Itu bu tadi saya....” jelas Vano terpotong.

“Sekarang kamu lari keliling lapangan 10 kali.” Titah bu Dini.

“Tapi bu...”

“lima belas kali.” Titah bu Dini sekarang yang tidak bisa diganggu gugat terlihat dari mimik wajahnya.

Tanpa bisa membantah lagi, Vano hanya pasrah melaksanakan hukumannya, kalo ia membantah lagi bisa-bisa hukumannya tambah parah.

Dengan berat hati Vano berlari keliling lapangan, ia sudah setengah jalan, tinggal tujuh putaran lagi ia akan selesai, untung ia sudah sarapan tadi, jika tidak, bisa pingsan ia di tengah lapangan, kan yang malu ia juga.

Tempat Vano sekolah ini memang milik keluarganya, tapi walau pun begitu, ia tidak bisa seenaknya di sekolah ini, Andrian sudah memberi perintah oleh guru-guru kalau Vano harus diperlakukan seperti murid lainnya, bahkan Andrian tidak mempermasalahkan kalo Vano harus menjalani hukuman yang berat.

Itu sebabnya hampir sebagian guru tidak mengistimewakan seorang Alvano, beda sekali dengan perlakuan mereka terhadap Azka, walau pun Vano dan kakaknya itu sama-sama mengharumkan nama sekolah.

Dan juga kegiatan sekolah dan nilai hasil ujian, ulangan, bahkan nilai hari-hari biasa Vano pun harus dilaporkan pada Andrian.

Vano dituntut harus sempurna dari akademik bahkan non akademik sekalipun, jelek sedikit saja, siap-siap hukuman Vano telah menanti dari dalam Mansion.

.
.
.
.


Setelah menjalankan hukumannya, Vano berjalan memasuki kelasnya, nampak seorang guru tengah menjelaskan sebuah materi.

TOK TOK TOK

“Permisi pak, maaf saya telat.” Ucap Vano sopan.

Guru itu pun menoleh, dan menjawab “masuk Vano”.

“Terima kasih pak.” Setelahnya Vano menuju ke tempat duduknya dan mendengarkan penjelasan sang guru.

Riko yang sejak pagi tadi menunggu kedatangan sahabatnya itu pun di buat lega setelah melihat batang hidungnya.

Bukannya apa-apa, ia sangat faham dengan keadaan yang selalu dialami Vano, itu sebabnya ia sangat khawatir mendapati Vano belum tiba di sekolah pagi tadi.

“Van lo nggak kenapa-kenapa kan?” Tanya Riko.

“Emang gue kenapa?” Tanya Vano balik.

“Kan tadi malam lo pulang telat, mana bolos lagi!” Ucapnya.

“Aman kok!”

“Kena...”

“Dia lagi keluar negeri!” Jelas Vano singkat mendapat anggukan dari Riko.

“Oh ya Van lo ikut nggak? Nanti gue, Alqi sama Faldi mau nongkrong ke Cafe langganan kita.” Ajak Riko.

“Hm.” Jawab Vano singkat.

“Oke deh nanti pulang sekolah kita langsung ke sana terus ke apartemen lo!” Jelas Riko.

Sesudah obrolan singkat itu, mereka memfokuskan diri mendengarkan penjelasan guru dan rumus-rumus di papan tulis dan setelahnya berjalan normal sampai waktu pulang sekolah.












Yedeulra anyeong👋😚

Untuk bab ini memang sengaja alurnya ku bikin agak lambat, dan terfokus hanya pada kejadian hari itu aja.
Soalnya kasian kalo Vano kesayanganku harus kena hukuman terus 😭
Tapi aku suka kalo ada adengan sick male, jadi jangan heran kalo di bab seterusnya sering ada adegan kekerasan.... 🤧

Jangan lupa vote juseyo🙏🏻😚

MINGGU, 9 APRIL 2023

23.22

Revisi: 10 Januari 2024

STORY OF LIES (SOL) ✔️ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang