SOL 30

2.6K 166 6
                                    

WARNING!!!
ADA ADEGAN KEKERASAN

Sudah tiga hari penuh Vano di perlakukan seperti itu, ia tidak diberi makan atau pun minum, hanya cairan kotor itu yang masuk ke tubuhnya, sekarang tubuhnya penuh cairan sperma yang melekat di setiap inci bagian tubuhnya bahkan ada yang sudah mulai mengering.

Vano sudah tidak memberontak lagi, ia hanya bisa pasrah, dirinya bisa apa? Jika kaki dan tangannya dirantai, mau memohon pun percuma, suaranya sudah habis ia keluarkan untuk meminta pengampunan pada iblis berwajah manusia itu.

Sungguh, dirinya sudah tidak kuat lagi, jika tuhan mengambil nyawanya sekarang, Vano dengan suka rela membiarkannya.

“Selesaikan ini secepatnya, aku sudah tidak sabar untuk segera mengirimkan hasil karyaku ini pada Andrian.” Ucapnya tersenyum lebar, muncul rasa kepuasan saat melihat anak musuhnya ini sekarat tepat di depannya.

“Tinggalkan dia di sini, dan biarkan dia mati secara perlahan.” Titahnya lalu keluar di ikuti oleh semua bawahannya.

Namun, ada satu orang yang merasa iba melihat keadaan Vano seperti itu, dari awal ia ingin sekali membantu Vano keluar dari tempat neraka ini, tapi ia masih memikirkan cara agar rencananya tidak diketahui.

Sebut saja namanya dengan Juna, awalnya ia hanya ingin membalas dendam atas perbuatan pria tua itu yang telah membunuh semua anggota keluarganya tanpa terkecuali, tinggal beberapa langkah lagi, dirinya akan bisa menghancurkan hidup pria itu, ia akan bertindak lebih cepat agar remaja itu segera terbebas dan keluar dari sini.

Wajah Vano mengingatkannya akan adiknya yang tewas dengan luka tembak yang mengenai dada dan kepala, dirinya tidak akan lupa pada hari itu, saat dunianya mulai hancur hanya dalam semalam saja.

Kini Vano hanya seorang diri di ruangan yang lembab itu, matanya memancarkan ke putus asaan, pikirannya mulai berandai andai.

Andai saja dirinya tidak kabur’

‘Andai saja mereka datang menyelamatkannya’

‘Andai dirinya tidak pingsan di sana’

Tidak..... lebih tepatnya

‘Andai dirinya mati’

Ya itu benar andai dirinya ‘mati’ mungkin hidupnya tidak akan semalang ini, mungkin jika dirinya yang mati ia tidak akan mendapat kebencian dari keluarganya, mungkin jika dirinya yang mati keluarganya akan hidup bahagia dengan bundanya, mungkin jika ia tidak pernah dilahirkan maka ia tidak akan mendapatkan kehidupan yang seperti ini.

“Aaarrrggkkkkk.” Teriak Vano menggelegar, tidak ada seorang pun yang dapat mendengarkan teriakannya karena sisa dirinya sendiri di sini, ia menangis dalam diam, entah perbuatan apa yang dulu ia lakukan hingga harus hidup menyedihkan seperti ini.

Vano mulai memberontak, ia berusaha melepas rantai pada tangan dan kakinya, namun percuma.

Bahkan sekarang kakinya sudah mulai mati rasa, ia tidak bisa merasakan apa pun di bagian bawah tubuhnya, mungkin Vano sudah lupa bahwa dirinya sudah tidak bisa berjalan normal seperti yang lainnya.

Vano mulai kelelahan, pergerakannya mulai melemah, dan ia berakhir dengan kesadarannya yang mulai terenggut, Vano pingsan karena kelelahan.

.
.
.
.

Tepat saat meninggalkan tempat itu, Juna dengan sengaja meninggalkan alat pelacak tanpa sepengetahuan orang itu, dirinya harus bisa memberikan sebuah petunjuk untuk memudahkan mereka mencari keberadaan Vano.

Dengan diam-diam ia mengirimkan sebuah pesan pada seseorang, ia tidak bodoh untuk menggunakan ponsel yang telah disadap oleh pria itu, ia menggunakan ponsel yang sengaja ia rancang untuk menjalankan rencananya selama ini.

Di tempat yang berbeda, Andrian dan keluarganya masih berusaha mencari keberadaan Vano, walau pun beberapa minggu ini mereka masih belum mendapatkan petunjuk sedikit pun, namun mereka yakin pada Akhirnya Vano akan ditemukan.

Andrian fokus memperhatikan sekeliling berharap ada sebuah petunjuk yang ia dapat, muncul sebuah notifikasi pada layar ponselnya, Andrian dengan cepat membukanya, berharap itu sebuah pesan petunjuk keberadaan Vano.

Saat melihat pesan tersebut, urat wajahnya sudah tidak bisa ia tahan lagi, ada perasaan marah serta sedih saat melihat pesan video tersebut, air matanya meluruh begitu saja saat menyaksikan isi dalam video tersebut, ini semua akibat kelalaiannya yang tidak bisa menjaga putra bungsunya, betapa tersiksanya putranya di sana, ia harus segera menyelamatkan anaknya Vano.

Ia dengan cepat menghubungi semua bawahannya.

“CEPAT CARI KEBERADAAN ANAKKU SIALAN.” Makinya dalam telepon lalu memutuskannya secara sepihak.

“Hiks... maafkan ayahmu ini nak hiks....” Andrian menangis seorang diri di dalam mobil miliknya.

Andrian berusaha mengatur nafasnya , ia harus menghubungi keluarganya.

“Ha halo ayah...”

‘........’

“A ayah kita harus segera menemukan anakku ayah, secepatnya.”

‘......’

“BAGAIMANA AKU BISA SABAR AYAH...” teriak Andrian.

“Anakku sedang tidak baik-baik saja hiks di dia.... hiks, kita harus cepat menemukannya ayah, aku takut hiks, aku takut kalau harus kehilangan lagi hiks, kita akan berkumpul di mansion, a aku akan menceritakan semua.” Putus Andrian.

Setelah selesai, Andrian kembali menyalakan mobil miliknya, tangannya masih gemetar mengingat apa yang ia saksikan di dalam ponsel miliknya, namun ia tidak bisa selemah ini, Andrian berusaha menenangkan tubuhnya, setelah merasa sedikit tenang, Andrian kembali melajukan mobilnya ke Mansion.

.
.
.
.

Setelah agak lama berkendara, mereka semua satu persatu mulai memasuki mansion Prasetya, mereka semua terkujut melihat penampilan Andrian yang acak-acakan, mata merah yang menandakan bahwa dirinya telah menangis.

“Ada apa nak?” Tanya ibu Andrian.

“Anakku bu, aku harus segera menemukannya bagaimana pun caranya, a aku tidak tega harus menyaksikan hal itu ibu.” Ucap Andrian yang gemetar di setiap katanya.

“Coba jelaskan!” Titah sang ayah.

Andrian mulai menceritakan semua kejadian yang telah terjadi dimulai saat video itu ia terima hingga menyaksikan hal yang telah dialami oleh anaknya.

Mereka semua terkejut mendengar penjelasan Andrian, mereka berusaha menahan air matanya agar tidak jatuh membasahi pipi mereka.

Disela sela kesedihan mereka, Andrian kembali mendapatkan sebuah notifikasi dari ponsel miliknya, ia segera membukanya.

Pesan baru
+62xxxxxxxxxxx

Di tengah hutan *****, di kota ******
Cepat kondisi anak anda buruk!!!

Isi dari pesan tersebut, Andrian bahagia mendapatkan sebuah alamat yang keberadaan anaknya.

“Cepat kita harus segera sampai ke sana.” Putus Andrian.

“Jangan cepat mengambil keputusan Andrian, mungkin itu jebakan untuk kita.” Ingat sang kakak.

“Tapi tidak ada salahnya kita mencobanya ayah, bisa saja orang ini mempunyai tujuan yang sama seperti kita.” Balas Andrian.

“Baiklah, kita akan ke sana, kerahkan semua bawahanmu, para wanita harus tetap berada di sini, perketat keamanan mansion, lebih baik kita bergerak cepat agar Alvano segera ditemukan.” Perintah sang ayah.

Setelah memutuskan hal itu, mereka semua mulai bergerak menuju tempat yang diduga tempat keberadaan Vano.

Setelah mengirim pesan tersebut, Juna merasa lega, setidaknya ia sedikit membantu kan?












Hai hai hai na wasseo yaedeulra.........

Makin hari nih chapter makin ngelunjak yaaa
udah bilangnya sampai 30 chapter eh malah lebih, tapi intinya semakin Vano tersiksa aku semakin bahagia hwakwksk😭
Ya nggk sih?? Nggk tau lagi deh

Jangan lupa vote dam coment yaa

SELASA,25 JULI 2023
01.00

Revisi: 10 Januari 2024

STORY OF LIES (SOL) ✔️ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang