SOL 19

3.9K 277 5
                                    

Setelah menyelesaikan makan malam, mereka kembali ke kamarnya masing-masing, malam ini Andrian tidak mengizinkan Ketiga anaknya untuk bertemu dengan Vano, ia takut anak anaknya itu mengusik tidur Vano.

Andrian memasuki kamar Vano, tetapi ia tidak melihat keberadaan Vano, ia melihat sekeliling dan memanggil nama Vano, Andrian memanggil seorang bodyguard yang berjaga, apakah anaknya itu pergi keluar tetapi sang bodyguard menjawab tidak, karena sedari tadi ia tidak pernah meninggalkan tempatnya.

Ia berniat mengeceknya ke balkon, tetapi langkahnya terhenti saat melihat sebuah bercak darah mengarah ke kamar mandi.

Dengan cepat Andrian berjalan ke kamar mandi, saat ia mencoba membuka pintu, ternyata pintunya terkunci dari dalam, Andrian dengan brutal menggedor gedor pintu tersebut sembari menyebut nama Vano, tetapi pintu tersebut masih saja terkunci dan tidak ada jawaban dari dalam.

Andaikan pintunya tidak di desain anti dengan pukulan, mungkin sudah sedari tadi ia mendobraknya, dirasa masih tidak ada jawaban, Andrian lantas memanggil bodyguard dan menyuruhnya untuk mengambil kunci cadangan.

“CEPAT!” titah Andrian.

Andrian masih saja memanggil-manggil nama Vano berharap adanya jawaban dari dalam sana.

DUG

DUG

DUG

“Al.... Al buka.” Panggilnya sembari menggedor pintu kamar mandi.

Beberapa saat kemudian, bodyguard itu datang dengan membawa kunci di tangannya.

“Ini tuan.”

Andrian dengan tidak sabar menyambar kunci itu dan dengan cepat membukakan pintu tersebut, lalu ia memerintahkan bodyguard untuk memanggil anak anaknya agar segera datang ke kamar Vano.

“ALVANO.....!” Teriak Andrian dari seberang pintu, mata Andrian terpaku saat melihat bathtub penuh dengan air berwarna merah, ia berlari ke tempat Vano berada, tangannya dengan cepat mengangkat keluar tubuh Vano yang terendam di air berwarna merah.

“Al hei Al” panggilnya sambil menepuk-nepuk pipi Vano, wajah anaknya begitu pucat, kemudian ia kembali mengecek nafas Vano, lemah itu yang Andrian rasakan, ia sekilas memperhatikan tubuh Vano.

Ia terkejut saat melihat luka sayatan yang begitu banyak pada paha kiri Vano, lukanya lumayan dalam dan masih mengeluarkan darah.

Tanpa basa basi Andrian langsung melakukan pertolongan pertama pada Vano, ia menyabet sebuah handuk yang terletak tidak jauh dari tempatnya, kemudian ia menahan luka Vano dengan handuk tersebut agar menghentikan darah yang keluar.

“CEPAT TAHAN LUKANYA.” Titahnya pada sang bodyguard.

Lalu ia dengan hati-hati melakukan CPR pada dada Vano, Andrian berusaha membuat air yang masuk ke dalam tubuh Vano keluar, sesekali ia berhenti untuk mengambil nafas.

Akhirnya, usahanya membuahkan hasil, kini Vano terbatuk dengan keras disertai air yang mulai keluar.

UHUK

UHUK

Samar-samar Vano merasakan kehadiran ayahnya, ia mendengar suara ayahnya memanggilnya.

“Ay ayah” kemudian kesadarannya terenggut.

Andrian menepuk pelan wajah Vano, berharap anaknya itu membuka mata kembali.

Brakk

Ketiga anak Andrian datang terburu buru sampai menabrak pintu kamar mandi.

“Ada apa ayah?” Tanya Azka di depan pintu juga ada Angga serta Danu.

“Siapkan mobil cepat, adikmu harus segera dibawa ke rumah sakit.” Ketiga anaknya itu tampak terdiam mencerna situasi.

STORY OF LIES (SOL) ✔️ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang