SOL 8

5.5K 347 4
                                    

Hari sudah mulai malam, dan Vano masih belum kembali ke mansion, pikiran Azka masih tidak tenang, ia berjalan bolak balik di teras kamarnya, ditambah lagi sang ayah juga masih belum datang, ia khawatir ayahnya tahu dan melakukan hal yang tidak-tidak pada sang adik.

Dari kejauhan terlihat sebuah mobil mulai memasuki pekarangan mansion, seketika tubuh Azka mulai menegang, ia berharap bukan sang ayah yang datang, ia melihat dari atas, ternyata kakak pertamanya yang datang, ia bernafas lega, setidaknya masih ada harapan sebelum sang ayah datang.

Azka berjalan menuruni anak tangga, dan menghampiri Danu.

“Ayah mana kak?” Tanyanya basa basi.

“Ayah tadi ada perjalanan bisnis keluar negeri, mungkin sekitar satu minggu ayah baru pulang, emang kenapa, tumben kamu tanya tentang ayah?” Tanya Danu penuh selidik.

“E eh nggak ada apa-apa, Cuma tumben aja gitu ayah jam segini belum pulang.” Balas Azka dengan cengiran yang dipaksakan.

“Ya udah kakak mau ke kamar dulu, oh iya tadi Angga ijin sama kakak katanya dia menginap di rumah temannya.” Jelasnya yang hanya dibalas Anggukan oleh Azka.

Dengan perasaan lega ia kembali ke dalam kamarnya, setidaknya untuk hari ini Vano aman.

.
.
.
.

“ Van bangun, lo nggak pulang?” Ucap Riko sembari mengguncang tubuh Vano pelan.

“Eugh... jam berapa?” Tanya Vano setengah sadar.

“Udah jam setengah sebelas malam.”

Mata Vano membelalak, ia terkejut mendengar penuturan Riko, gawat, habis sudah ia kali ini, bisa bisanya ia tidur sampai lupa waktu.

Ia bergegas beranjak dari tempat tidur dan mengambil jaket serta kunci motor tidak lupa helm.

“Gue pulang dulu.” Pamit Vano tanpa menunggu balasan sahabatnya.

‘Semoga lo nggak apa-apa Van’ ucap mereka semua dalam hati.

Bodoh, bodoh, bodoh, bisa bisanya ia pulang larut malam, mana tadi ia sengaja bolos lagi pikirnya.

Dengan kecepatan penuh Vano memacu kuda besinya, pikirannya juga bercampur aduk dengan kejadian yang akan terjadi di dalam mansion.

Setelah lama berkendara, akhirnya ia memasuki pekarangan mansion, ia memarkirkan motornya digarasi.

Vano berjalan mengendap endap, dengan pelan bahkan sangat pelan, ia perlahan membuka pintu, beruntung pintunya tidak dikunci, ditambah para bodyguard juga sedang pergi, lalu ia dengan cepat berjalan menuju kamarnya.

Huh Vano dapat bernafas lega, hanya tinggal satu gerakan terakhir dapat membuatnya aman, yaitu membuka pintu kamarnya, sampai sebuah suara dari belakang dapat membuat hatinya berdegup kencang.

“Kamu dari mana saja Al?” Tanya suara itu.

Dengan gerakan patah-patah Vano melihat ke belakang, dan ternyata itu Azka. Ya, memang Azka sudah bertekad akan menunggu Vano sampai anak itu datang, dan sekarang adik yang ia tunggu-tunggu telah datang.

Vano hanya diam, ia tidak menjawab.

“Aku sungguh khawatir padamu, aku takut ayah akan menghukummu lagi, beruntung ayah tidak ada di rumah untuk beberapa hari ke depan.” Ucapnya melangkah ke arah Vano, ia benar-benar bersyukur melihat Vano sudah pulang.

“Kau tahu, aku mencarimu saat disekolah tadi, ditambah kamu tidak menjawab teleponku, membuatku semakin khawatir.” Ucap Azka khawatir, dan Vano hanya mampu diam.

“Sudahlah, lebih baik kau masuk ke kamarmu dan istirahat!” Ucap Azka sembari beranjak dan kembali ke kamarnya.

Vano beberapa detik diam mematung, ia berpikir, sejak kapan Azka mulai perhatian pada dirinya, mengingat dalam ingatan Vano ia tidak pernah melihat Azka bersikap begitu perhatian pada Vano, ah sudahlah mungkin Azka lagi gabut, ia tidak ingin berharap lebih, ingat, semakin tinggi ia terbang maka semakin sakit jika terjatuh.

Akhirnya Vano memilih untuk masuk ke dalam kamarnya, membersihkan diri dan berganti pakaian, setelahnya ia kembali merebahkan tubuhnya di atas kasur minimalisnya.

.
.
.
.

Akhirnya setelah lima belas jam lebih perjalanan, Andrian telah sampai di Jerman, saat dikantor tadi, ia mendapat laporan bahwa perusahaan yang berada di Jerman ada masalah, mau tidak mau ia harus berangkat ke Jerman.

Setelah keluar dari bandara, dan memasuki mobil, ia langsung disuguhi beberapa berkas terkait masalah perusahaan.

“Bagaimana?” Tanya Andrian pada sang sekretaris.

“Data perusahaan kita ada yang membobol pak, beruntung hanya sebagian, dan sebagiannya lagi masih aman.” Jelas sang sekretaris.

“Pelaku?” Tanya Andrian tegas.

“Saat ini masih kita cari, kemungkinan ada seorang penghianat dikantor.” Jelasnya lagi.

Seketika wajah Andrian mengeras, berani sekali orang itu membuat masalah di perusahaannya.

“Kurang ajar sekali mereka, biarkan orang kepercayaanku saja yang mencarinya, dan hubungi orang itu” titah Andrian dan diangguki oleh sang sekretaris.

Dan asal kalian tahu, siksaan yang Andrian berikan pada Vano belum seberapa dibanding dengan yang ia lakukan di dunia bawah, ia hanya sekedar mendidik putranya, ingat hanya mendidik, mungkin ia tidak tahu bahwa dibalik kata mendidik itu dapat melukai tubuh dan psikis sang anak hanya karena sebuah ego dimasa lalu yang tidak dapat ia hilangkan.

Andrian memang seorang pengusaha yang memiliki berbagai cabang di berbagai negara, tapi itu hannyalah image semata, aslinya dia juga seorang pemimpin sebuah organisasi mafia yang bahkan ditakuti oleh kumpulan mafia lainnya, tapi semua anaknya tidak ada yang tahu perihal hal ini, ia pun sudah berjanji kepada almarhumah istrinya bahwa anak anaknya tidak akan ia libatkan ke dunia gelap.

Andrian pusing memikirkan siapa dalang dibalik kekacauan ini, ditambah ia mendapat laporan bahwa anak itu membolos dari sekolah dan pulang tengah malam, itu semakin membuatnya naik darah, bisa bisanya Vano tidak kapok atas hukuman yang Andrian berikan, ia ingin cepat -cepat menyelesaikan masalah ini dan kembali, hanya dengan satu tujuan, yaitu menghukum anak tercintanya, tangannya sudah gatal ingin segera melakukan hal itu, ditambah kejadian masa lalu itu masih saja hinggap dikepalanya.

Ia memang sengaja menempatkan seorang pengawal untuk memantau semua gerak gerik seorang Vano, anaknya itu sering sekali buat masalah pikirnya.

.
.
.
.

Seorang anak kecil tengah asyik berjalan jalan di sebuah taman bersama sang ibu, ia sesekali melirik sesuatu yang menarik perhatiannya, matanya sering kali tertuju pada benda-benda di taman itu, entah itu air mancur, ayunan bahkan jungkat jungkit.

Ia senang sekali bisa pergi keluar, karena ia sudah lama tidak diperbolehkan keluar dengan alasan sang ibu tengah hamil besar, sampai sesuatu menarik pandangannya.

“Bunda, bunda Al mau balon itu!” Tunjuknya ke seberang jalan sambil menarik tangan sang bunda.

“Iya.... sebentar, tunggu dulu ya Al berhenti dulu, bunda mau istirahat.” Ujar sang bunda lembut, ia merasa lelah karena berjalan terlalu lama.

“Ih bunda ental balonnya abis, telus Al nggak kebagian.” Ucapnya sedih.

“Iya Al sabar, kita duduk sebentar ya” ujar sang bunda halus.

Namun anak itu tidak mendengarkan ia nekat berlari meninggalkan sang bunda yang tengah duduk dibangku taman, dengan langkahnya yang kecil ia berlari menuju penjual balon yang berada di seberang jalan, kakinya mulai melangkah ke jalan raya, hingga sebuah mobil hitam melaju ke arahnya dengan kecepatan tinggi.

Sang bunda yang terkejut dengan pergerakan anaknya segera menyusul sang anak, dengan keadaan hamil besar ia berlari mengejar sang anak, sampai ia melihat sebuah mobil hitam melaju ke arah sang anak, tanpa pikir panjang ia segera menarik tubuh sang anak yang hampir tertabrak.

“Al AWAS!!!” teriaknya sembari menggapai tangan sang anak.

BRAKK

Naas tubuh itu terpental beberapa meter dengan keadaan memeluk sang anak, kondisinya sungguh memprihatinkan dengan darah yang keluar di sekujur tubuhnya.

“Bun... bun da?!” Ucap sang anak lirih, setelahnya anak itu juga tidak sadarkan diri.


“Argh... hah...hah...hah...” teriak Vano bangun dari tidurnya, tubuhnya sudah mulai keringat dingin dengan nafas yang menderu.

“Mimpi itu lagi” gumamnya.

Mimpi itu selalu hadir dalam tidurnya, tidak sekali dua kali ia bermimpi kejadian itu, mungkin itu juga alasan Vano meminum obat tidur, jika ia tidak meminum obat, mimpi itu juga kembali hadir mengusik tidurnya, dan tidurnya menjadi terganggu, mimpi ini juga penyebab Vano mengalami gangguan dalam tidur.

Ia melihat ke arah jarum jam, sudah larut malam, ia beranjak menuju kamar mandi guna mencuci wajahnya, setelahnya ia kembali ke kamar mengambil beberapa butir obat tidur dan meminumnya, untuk kali ini biar lah dia mengistirahatkan tubuhnya, padahal harinya biasa saja tapi entah kenapa tubuhnya selalu merasa lelah.










I'm back yedeulra.........👋🥹😁

Maaf kalo menurut kalian kata katanya ambigu😭🤧
Aku sudah berusaha🥹
Soalnya aku baca sendiri juga gitu.....

Ditambah lagi ceritanya kok lama lama agak melenceng dari rencana awal...
Bikin tambah pusing mikirnya

Mau aku revisi takutnya jadi tambah nggak nyambung
mana udah setengah jalan lagi😭🤧

Gitu aja curhatnya makasih 🥹

Jangan lupa vote juseyo.....🙏🏻😚

02.11
KAMIS, 6 APRIL 2023
Revisi: 10 Januari 2024

STORY OF LIES (SOL) ✔️ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang