SOL 26

2.4K 179 3
                                    

Matahari sudah lama terbenam, tergantikan dengan cahaya sang rembulan, terhitung sudah tiga belas jam Vano masih asik menutup mata, mungkin juga karena pengaruh obat yang disuntikkan pada infus miliknya.

Kini di dalam ruangan, hanya ada Andrian yang setia menunggu Vano untuk membuka matanya, untuk anggota keluarga yang lain, Andrian sengaja menyuruh mereka pulang untuk beristirahat.

Dan untuk keamanan, Andrian menempatkan beberapa bodyguard untuk berjaga di area rumah sakit, tapi hanya sampai di luar gedung, ia tidak ingin mendapatkan kecurigaan dari anak anaknya.

Andrian duduk di sofa yang tidak jauh dari tempat Vano berbaring.

Vano perlahan lahan membuka netranya, matanya sesekali mengerjap karena silaunya cahaya yang masuk ke netra miliknya.

Netranya bergerak mencari seseorang yang berada di dalam ruangan inapnya, pupilnya menangkap sang ayah yang tengah tertidur di sofa dengan posisi duduk, dapat Vano liat wajah lelah dari sang ayah.

“A ayah!” Panggilnya parau, Andrian yang memang hanya setengah tertidur langsung membuka matanya, kala suara sang anak masuk ke telinganya.

“Hem... akhirnya kamu sadar juga.” Ucapnya senang lalu menghampiri Vano.

Tangannya mengusap surai lepek sang anak, kecupan kecil ia daratkan ke pucuk kepala sang anak.

“Gimana, ada yang sakit?” Tanya Andrian,  Vano menggeleng.

“Hanya sedikit pusing aja.” Jawabnya dengan senyum tipis.

Andrian menatap lekat wajah sang anak, betapa tulus senyum sang anak yang diperuntukkan untuknya, sungguh, ia tidak mengharapkan yang lebih lagi, selain kesehatan juga keselamatan sang anak.

“Minum?” Tanyanya yang di angguki oleh Vano.

Andrian membantu Vano duduk, lalu mengambil gelas berisi air yang telah disediakan di atas nakas, lalu memberikannya pada Vano, setelah itu, Andrian memanggil dokter untuk memeriksa Vano.

“Baiklah tunggu sebentar ayah akan memanggil dokter.” Ucapnya yang diangguki oleh Vano.

Andrian menekan tombol yang berada disamping ranjang Vano, yang memang disediakan untuk keadaan yang dibutuhkan, tidak ada percakapan setelahnya.

Selang beberapa menit kemudian, seorang dokter dan perawat tiba di ruangan tempat Vano, kemudian langsung memeriksa keadaan Vano.

“Kondisi anak bapak saat ini sudah membaik, tapi untuk ke depannya usahakan jangan membuat tubuhnya kelelahan, dan untuk pemeriksaan yang lebih lanjut, besok bisa kita lakukan.” Setelah menjelaskan kondisi Vano sang dokter berpamitan untuk undur diri.

“Terima kasih dok.” Ucap Andrian.

“Kamu dengar itu Vano, jangan terlalu memaksakan diri.” Peringatnya pada sang anak.

“Iya ayah sayang.... lagian kan tadi juga bukan salah Vano, salahin aja tuh pak kepsek yang ceramahnya kelamaan.” Sautnya sambil menautkan bibir ke depan .

“Kamu ini ada.... aja alasannya kalo di bilangin tuh.” Gemasnya sambil mencubit pelan pipi Vano.

“Ih ayah mah” balasnya tak terima.

“Ya udah kamu tidur lagi aja, soalnya udah tengah malam, dan besok kamu juga akan melakukan pemeriksaannya pagi-pagi.” Titahnya, lalu membantu Vano untuk kembali berbaring diranjangnya.

Setelah beberapa menit Andrian mengusap pucuk rambut sang anak, sebuah dengkuran halus keluar dari bibir mungil Vano.

“Selamat tidur anak ayah.” Ucapnya pelan, lalu kembali ke sofa.

STORY OF LIES (SOL) ✔️ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang