SOL 31

2.7K 157 3
                                    

Para lelaki di keluarga Prasetya sudah mulai bergerak, di ikuti oleh para bawahan yang sudah terlatih, mereka bergerak dengan sangat cepat agar tidak menimbulkan kecurigaan oleh pihak musuh, bahkan mereka sudah membagi beberapa kelompok untuk menjalankan tugas masing-masing.

Andrian melajukan mobilnya di ikuti oleh dua mobil lainnya di belakang, mereka telah berkendara lebih dari satu jam lamanya, tinggal beberapa menit lagi ia sampai di sana dan menyelamatkan bungsunya.

“Jalankan sesuai rencana, ingat utamakan keselamatan kalian.” Ucap Andrian dari monitor memberikan instruksi.

Bersabarlah nak, ayah pasti akan segera menyelamatkanmu.’ Batin Andrian

Sedangkan di tempat musuh, mereka tengah memikirkan rencana selanjutnya.

“BRENGSEK, BAGAIMANA BISA?!” Teriaknya meluapkan amarah.

“Pergerakan mereka sangat cepat tuan, sehingga orang yang bertugas mengawasi mereka lengah.” Jelas seorang bawahan.

“SIALAN.” Makinya.

DOR

DOR

Bawahan yang tadi melapor seketika terbujur kaku kala dua peluru ditembakkan ke arahnya.

“CEPAT PERINTAHKAN SEMUANYA UNTUK BERSIAP.” Titahnya pada sang bawahan yang langsung diangguki.

Ia menghembuskan nafasnya kasar, bagaimana ia bisa kecolongan, pasti ada yang berkhianat di sini, pikirnya frustrasi.

Sekarang Andrian dan rombongan telah sapai di bangunan tua tepat di tengah hutan, mereka tidak bisa tiba-tiba menerobos masuk ke dalam, mungkin saja ada jebakan di dalam yang dapat membahayakan mereka semua juga anaknya yang ada di dalam sana.

“Periksa sekitar, dan jangan gegabah.” Titah Andrian.

Satu bawahan Andrian keluar untuk memeriksa keadaan sekitar, dan yang lainnya juga mengawasi sekeliling.

“Keadaan sekitar aman tuan.” Lapornya.

“Danu ikut dengan ayah, dan kamu Azka tetaplah di samping kakakmu Angga dan jangan lengah, dan ayah pergilah dengan kakak. Dan jangan masuk semua, tinggallah sebagian untuk mencegah sesuatu yang tidak di inginkan” Putus Andrian.

“Aku dan Azka akan berjaga di sini ayah, dan aku juga akan meminta pertolongan pada pihak berwajib.” Ucap Danu yang disetujui semua yang ada di sana.

Akhirnya mereka memasuki bangunan tua itu, saat memasuki ruangan awal, mereka merasa curiga, mengapa tidak ada yang berjaga di sana, apa mereka telah di tipu oleh nomor yang menghubungi mereka, tapi buat apa?, mereka berusaha menghalau pikiran buruknya.

“Cepat periksa ruangan lainnya.” Titah Andrian.

Mereka bergegas menelusuri setiap ruangan yang ada di sana, tapi tidak ada hal yang menunjukkan kehidupan di sana.

“Bagaimana?” Tanya ayah Andrian.

“Semua ruangan telah kami periksa tuan, tidak ada apa pun di sana, tapi masih ada satu pintu lagi yang terletak di bawah sana, kami ingin memeriksa tapi kami takut itu mungkin jebakan” Balas bawahan.

“Baiklah aku akan memeriksanya di sana, tetap berjaga. Jika terjadi sesuatu di bawah sana, segera lah meminta bantuan” Putus Andrian.

Andrian memutuskan untuk memasuki pintu tertutup di ruang bawah sana, pada saat ia buka, sepertinya tidak ada seorang pun berada di sana, namun matanya tertuju pada sebuah lampu bercahaya remang yang tergantung di sana, ia sesekali mengerjap untuk memfokuskan matanya, siapa itu? Dengan perasaan penasaran Andrian menghampiri sosok yang tengah tertidur tanpa sehelai benang pun di sana.

Namun, seiring langkahnya mendekat, pijakannya semakin melemah, Andrian tidak kuat lagi untuk mendekat pada tubuh yang tertidur itu, hatinya begitu pilu menyaksikan pemandangan yang menghancurkan hatinya sekian detik itu juga.

“Hiks hiks A Al....” panggil Andrian berusaha meraih tubuh sang anak, tangannya bergetar, matanya berusaha menahan agar tidak menangis, langkahnya seakan terhenti, ia tidak kuat lagi menyaksikan keadaan sang anak, dan apa yang terjadi dengan kedua kaki anaknya itu?, dan kenapa mulut dan hidung anaknya mengeluarkan darah?

Tidak, tidak, lebih baik Andrian menepis pikiran buruknya, dan segera membebaskan Vano dari sana.

Semua pilu Andrian itu disaksikan oleh orang yang tersenyum puas ke arah kamera pengawas.

“BESIAPLAH DENGAN KEHANCURANMU ANDRIAN.” Ucapnya tersenyum smirk.

“Lakukan sekarang.” Titahnya.

Kurang beberapa langkah lagi Andrian menggapai tubuh ringkih sang anak suara keras tembakan terdengar memenuhi ruangan itu.

DOR

Kini Andrian telah terkepung di segala sisi, salah gerak saja ia bisa membahayakan anak dan juga dirinya.

Suara langkah kaki memasuki ruangan, dengan wajah angkuh pria itu berjalan mendekati Andrian.

“Hai Andrian, lama tidak bertemu.” Sapanya enteng.

“Ka kau....” ucap Andrian tertahan.

“Ya... tidak mungkin kau lupa dengan aku bukan?” Balasnya.

“Seseorang yang telah kau hancurkan hidupnya sampai ke akar akarnya tanpa terkecuali.” Imbuhnya dengan wajah menahan amarah.

“Aku mohon lepaskan anakku! Urusanmu hanya padaku, kenapa kau melibatkan keluargaku” Pinta Andrian.

“Segampang itu kau berucap, ingatlah Andrian kau dulu yang memulai semua ini ck ck.” Balasnya dengan tawa di akhir.

“Kau boleh membunuhku, tapi lepaskan anakku.” Mohon Andrian lagi

“Tidak... tidak, buat apa aku membunuhmu jika aku bisa menyakitimu tanpa menyentuhmu.” Bangganya.

Lalu pria itu kembali menyuruh beberapa bawahannya untuk melakukan hal itu lagi pada tubuh Vano yang sudah tidak sadarkan diri.

Andrian naik pitam dengan cepat ia menembak orang yang akan menyentuh anaknya.

“Satu gerakan lagi darimu, aku akan langsung membunuhnya Andrian.” Ancamnya.

“MASALAHMU HANYA PADAKU ELIOT JADI JANGAN LIBATKAN KELUARGAKU...” teriak Andrian marah.

“MASALAHMU JUGA HANYA PADAKU ANDRIAN, TAPI KAU JUGA MEMBUNUH KELUARGAKU.” Balasnya tak kalah keras.

Dulu, mereka berdua adalah sahabat, namun kini mereka hanya seorang musuh yang saling menghancurkan satu sama lain, ini berawal ketika Elliot yang lebih memilih menghianati Andrian dan bekerja sama oleh pihak musuh untuk menghancurkan Andrian, karena ia begitu iri melihat pencapaian yang telah diraih oleh Andrian.

“Aku mohon Elliot lepaskan anakku, kau boleh membunuhku.” Ucap Andrian berlutut di depan Elliot.

“Ha ha..” Elliot tersenyum kecut.

“Kau ingat, padahal dulu aku telah bertekuk lutut di hadapanmu Andrian, tapi kau memilih abai.” Ingat Elliot.

Flashback on

Saat telah tertangkap, Elliot disekap diruang bawah tanah milik Andrian, tapi tidak hanya Elliot saja yang disekap di sana, melainkan semua keluarga Elliot tanpa terkecuali.

“Aku mohon Andrian lepaskan keluargaku, kau boleh menyiksaku, bahkan membunuhku, tapi aku mohon lepaskan keluargaku.” Ucap Elliot memohon dengan putus asa.

Namun sayang, Andrian tidak mendengarkan permohonan mantan sahabatnya itu, Andrian dengan tega menghabisi keluarga Elliot tepat di depan mata Elliot sendiri, setelah melakukan itu, jasad keluarga Elliot bahkan di lempar ke kandang buaya.

Elliot yang menyaksikan keluarganya dibunuh tepat di depan matanya merasa putus asa, matanya penuh dengan dendam saat itu juga, ia bersumpah akan menghancurkan hidup Andrian seperti dirinya.

Flashback off

“Dan ini masih tidak seberapa Andrian.” Ucapnya.

Dor

Elliot menembakkan peluru pada lengan kanan Andrian, seketika pistol yang di pengang Andrian terjatuh di lantai.

Dor

Selang beberapa detik kaki Elliot tertembak yang menyebabkan dirinya terjatuh.

“Ish.. sial.” Desis Elliot.

Sebenarnya, saat suara tembakan pertama tadi, seluruh anak buah Andrian mulai mengepung tempat ini, mereka akan menyerang, namun dicegah oleh ayah Andrian, mereka harus lebih teliti agar tidak menyakiti pihaknya yang ada di dalam, akhirnya mereka memilih mengamati terlebih dahulu sebelum menyerang.

Elliot akan kembali mengarahkan pistolnya ke Andrian, namun tembakan bertubi tubi meluncur ke arah Elliot, Juna menembak tubuh Elliot tanpa ampun, darahnya sudah mendidih setiap mengingat perbuatan Elliot.

“KAU JUGA MEMBUNUH KELUARGAKU SIALAN...” teriak Juna melepaskan dendamnya selama ini, sambil menghujani peluru ke tubuh Elliot yang sudah tidak bernyawa.

Dendamnya terbalaskan, ia bisa dengan tenang pergi dari dunia ini, ia bertahan selama ini hanya untuk membalas kematian keluarganya.

Sisa satu peluru di pistol genggamannya, Juna mengarahkan pistol itu pada kepalanya dan menembaknya.

Di ruangan itu hening, setelah adegan yang begitu klise berlalu begitu saja, polisi juga mulai menahan anak buah Elliot dan mengurus jenazah Elliot dan Juna.

Lamunan seluruh keluarga Andrian buyar, kini fokusnya kembali pada si bungsu mereka.

“A Al” ucap Andrian.

“Hei Al bangun.” Ucapnya lagi sembari menepuk pelan tubuh Vano.

Mereka semua terpaku melihat keadaan bungsu mereka, keadaan bungsu mereka tidak baik baik saja, kedua kakinya bengkak kebiruan, juga lebam yang menghiasi sekujur tubuh ringkih miliknya, dan cairan putih yang kering di beberapa bagian tubuhnya, juga cairan putih yang masih keluar dari lubang analnya, dan darah yang mengering pada bagian hidung juga mulut bungsunya, ingin rasanya mereka semua menangis di sana, namun mereka harus meneguhkan hati.

“Lebih baik kita bawa Al ke rumah sakit secepatnya.” Titah sang kakek.

Andrian melepas kemeja yang ia kenakan untuk menutupi tubuh ringkih Vano walau pun ada bekas darah akibat tembakan pada lengannya tadi, sekarang yang lebih penting adalah membebaskan anaknya dan membawa Vano ke rumah sakit untuk mendapatkan penanganan.

Mereka keluar dari bangunan tersebut menuju rumah sakit terdekat secepatnya.








Hai i'm back 🥹

Padahal cuma gara gara itu ajaaa kok jadi gituuu

JANGAN LUPA VOTE DAN COMENT YAAAAA

MINGGU, 13 AGUSTUS 2023

Revisi: 10 Januari 2024

STORY OF LIES (SOL) ✔️ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang