SOL 6

6.1K 405 3
                                    


Sesampainya di mansion, Vano berjalan memasuki kamarnya, dengan cepat ia mengambil obat yang ia sembunyikan di bawah kasur tempat tidurnya, lantas ditelannya beberapa butir obat penenang tanpa air.

Vano merebahkan tubuhnya di atas kasur, diambilnya nafas dalam-dalam, ia berusaha membuat tubuhnya agar tetap tenang.

Perlahan mata Vano mulai mengerjap, Masa bodoh jika nanti ia mendapat hukuman oleh sang ayah perihal disekolah tadi, yang penting sekarang ia bisa mengistirahatkan tubuhnya.

Dengkuran halus terdengar dari balik pintu kamar miliknya, dan ya Vano tertidur tanpa mengganti pakaian yang ia gunakan saat disekolah.

.
.
.
.

Matahari perlahan tenggelam, terganti dengan cahaya senja oranye kebiru-biruan.

"Eugh... hwah...."

'Baru kali ini gue bisa tidur setelah berpindah jiwa' monolognya.

Vano berjalan ke kamar mandi guna membersihkan wajahnya sekaligus mandi, setelahnya mengganti pakaian, menata buku yang harus ia bawa besok ke sekolah.

Dua jam kemudian, pukul delapan malam

"Laper.... mau ke dapur tapi males gue kalo harus ketemu keluarga bangsat itu" ucapnya sembari mengelus perut yang minta diisi.

Tok

Tok

Tok

"Permisi den, anda dipanggil tuan untuk keruangannya" ucap maid dari balik pintu.

Deg

"Iya" saut Vano.

'Tuh kan, apa gue bilang tadi'

'Ke sana enggak ya, atau kabur aja?, tapi kalo nggak ke sana pasti lebih berat lagi hukumannya' pikirnya bimbang.

Akhirnya Vano terpaksa ke ruangan Ayahnya, dengan langkah lunglai ia menuju ke tempat ajal yang sudah menanti dirinya.

Sesampainya di ruangan itu, ia disambut dengan Andrian yang tengah duduk di kursi kerjanya dengan raut yang tidak terbaca menurut Vano

Ia perlahan berjalan ke arah Andrian duduk.

"Hah" hembusan nafas kasar itu keluar dari mulut Andrian.

"Alvano! Kamu tau kan apa salahmu?" Tanya Andrian penuh penekanan.

Tetapi Vano hanya diam saja tidak menjawab.

"Jelaskan apa ini?" Ucap Andrian dingin sambil menunjukkan video kejadian di sekolah tadi.

Lagi-lagi Vano diam, ia berpikir apa gunanya membela diri jika ujung-ujungnya ia tetap akan dihukum.

"Kesini, lepas kaosmu" titah Andrian seraya melepas ikat pinggang yang melingkar apik di pinggangnya.

Vano hanya pasrah dan menuruti perintah Andrian, ia melepas kaos yang ia kenakan kemudian berjalan menuju meja Andrian.

Vano perlahan memejamkan matanya guna menghalau rasa sakit akibat cambukkan yang ditorehkan ke tubuhnya, lagian tubuh ini memang sudah biasa mengalami kekerasan pikirnya.

CETARR

CETARR

CETARR

Suara cambukkan itu terdengar berulang kali, gesekan yang lama kelamaan meninggalkan bekas kebiruan serta bercak darah yang keluar disela lukanya.

Vano tidak mengeluarkan suara sedikit pun, sekuat mungkin ia harus menahan rasa perih yang terasa dipunggungnya, ia berusaha menguatkam dirinya.

'Tahan Arka, lo pasti kuat'

'Ini enggak akan lama kok.' Batinnya menguatkan diri.

Akhirnya tepat pukul sepuluh malam, hukuman yang dilakukan Andrian telah selesai.

"Alvano, saya tidak mau kejadian disekolah tadi terulang lagi, sudah cukup kamu membuat malu nama keluarga ini, sekarang keluar" perintah Andrian.

Vano keluar dan menuju kamarnya, rasa sakit dan perih masih ia rasakan di punggungnya, dapat ia lihat bercak darah yang keluar dari kaosnya, tapi dari semua itu, rasa sesak yang ia rasakan ketika mendengar ucapan sang ayah lebih menyakitkan dari pada luka itu sendiri.

Disisi lain, Andrian mengusap wajahnya kasar, helaan nafas panjang terdengar.

Ia merasa sedikit menyesal telah menghukum Vano tadi, padahal ia sudah bertekad untuk sedikit demi sedikit merubah sikapnya terhadap Vano, tapi begitu ia mendengar laporan dari orang yang mengawasi Vano ia jadi naik pitam, ditambah lagi Vano tidak menjelaskan sedikit pun dari sudut pandangnya.

Vano Sesampainya di kamar, anak itu lantas mengambil obat tidur di tempat di mana ia biasa menyimpannya, diambil beberapa butir obat, meminumnya, melepas kaos yang ia kenakan, kemudian memposisikan badannya tengkurap, lalu memejamkan mata.

Vano sama sekali tidak berniat untuk mengobati lukanya, masa bodoh lagian luka itu akan sembuh dengan sendirinya jika dibiarkan, dan selang beberapa menit Vano akhirnya terlelap menuju alam mimpi.

.
.
.
.


Pemuda itu melihat pintu kamar Vano sedikit terbuka, dengan lampu yang masih menyala terang.

SRETT

ia membuka pintu itu, lalu berjalan perlahan mendekati Vano yang tengah terlelap, dapat ia dengar dengkuran samar yang keluar dari bibir mungil milik Vano, ia terkejut melihat luka cambukkan yang masih baru terukir apik ditubuh adiknya.

'Ah ternyata ayah berulah lagi' pikirnya.

Miris, hanya itu yang dapat ia pikirkan ketika melihat luka sang adik, padahal bekas luka itu sudah mulai sedikit menghilang, tetapi sang ayah malah mengukir indah lagi di punggung sang adik.

Dengan sigap ia kembali ke kamarnya lalu mengambil kotak p3k yang ia simpan di atas nakas di samping tempat tidurnya lalu kembali lagi ke kamar Vano.

Ia dengan telaten membersihkan luka Vano dengan cairan alkohol, rasa ngilu dapat ia rasakan ketika tangannya bersentuhan dengan luka Vano.

"Ash..." suara desahan terdengar dari mulut Vano ketika cairan alkohol itu mengenai lukanya, tapi anehnya anak itu masih saja tertidur.

Pemuda itu menjeda ketika mendengar suara desahan terdengar, takut yang tidur terbangun, dirasa aman lantas ia melanjutkannya.

Setelah membersihkan luka Vano, pemuda itu lalu mengoleskan salep yang memang sudah ada di dalam kotak p3k dengan perlahan.

"Apa yang kamu lakukan di sini Azka?" Tanya Danu.


Flashback on

Azka tengah belajar dikamarnya, merasa haus, ia berjalan ke dapur untuk mengambil air minum, ia merasa ada yang aneh dengan kamar Vano, tumben di jam segini kamar itu masih terbuka, apa adiknya itu sedang keluar pikirnya, ia berjalan mendekati pintu berniat mengecek, dan ia sangat terkejut ketika melihat Vano yang tengah tidur dengan luka cambukkan yang masih baru, seketika niat minumnya ia urungkan.

Flaashback off


"Kembali ke kamarmu!" Titah Danu.

"Aku hanya mengobati luka Al kak" jawab Azka sendu.

"Kembalilah ke kamarmu Azka, kalo ayah melihatmu di sini, bukan hanya kamu yang kena marah tapi Al juga akan terkena imbasnya." Peringatnya.

"Tapi biarkan aku mengobati lukanya dulu, aku masih belum selesai" mohon Azka.

"Biar kakak saja yang melanjutkan, kamu cepat kembali ke kamarmu!" Titah Danu mutlak.

Akhirnya dengan berat hati Azka kembali ke kamarnya, dan melanjutkan tugas yang tadi ia tunda.

Danu, pemuda itu berjalan ke arah Vano, mengambil salep, mengoleskan dipunggung Vano, begitu selesai ia mematikan lampu kamar Vano, menutup pintu, lalu kembali ke ruang kerjanya.

Sedangkan Vano, sebenarnya pemuda itu sudah terbangun sejak Azka mulai mengobati lukanya, tapi ia memilih untuk tetap menutup matanya, ditambah lagi ia mendengar perdebatan kecil antara kedua kakaknya itu, seketika rasa malasnya bertambah untuk membuka mata.

Sekedar informasi, dulu sebelum ia pindah jiwa, Vano juga mengonsumsi obat tidur untuk mengatasi insomnianya, tapi walaupun ia terlelap setelah meminum obatnya, ia akan terbangun jika ada suara sekecil apa pun yang mengganggu pendengarannya, dan mungkin kebiasaan itu juga terbawa sampai dunia sini.





Annyeong chingu

Ini my first story jangan dijulitin yaa🙏🏻 😁
Jangan lupa vote dan coment jugaaaaaa

Sayang readers banyak"🥰

Mian kalo part ini pendek☺️

8 MARET 3023
R

evisi: 10 Januari 2024

Tbc.....

STORY OF LIES (SOL) ✔️ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang