SOL 32

2.8K 169 1
                                    

Mereka semua telah sampai di rumah sakit terdekat, Walau pun rumah sakitnya tidak sebesar seperti sebelumnya, namun sekarang keadaan Vano lebih penting dari pada itu semua, karena jika mereka tidak mengobati Vano segera, entah apa yang akan terjadi ke depannya.

Tubuh Vano di bopong oleh Andrian keluar dari mobil, ia berlari kesetanan di lorong rumah sakit sembari berteriak meminta pertolongan tanpa menghiraukan luka tembak yang masih mengeluarkan darah di lengannya.

“TOLONG SELAMATKAN ANAKKU.” Teriak Andrian dilorong rumah sakit.

“CEPAT SIALAN.!” Makinya geram, karena lambannya respons penanganan yang ada di sana.

Perawat yang bertugas mendengar suara teriakan bergegas bangkit dan meletakkan tubuh Vano di atas bangkar dan membawanya ke ruang UGD.

Mereka semua mendorong bangkar Vano sampai ke depan ruang UGD dan menunggu dokter menangani Vano.

“Hiks aku gagal... hiks.” Tangis Andrian pilu.

Kakek yang mendengar tangisan sang anak berjalan menghampiri dan mengusap pelan punggung sang anak untuk menenangkannya.

“Jernihkan pikiranmu Andrian, tidak ada gunanya kamu menangis, lebih baik kita berdoa untuk kesembuhan Al.” Teguh sang kakak.

Mereka semua menunggu dengan diam namun tidak dengan pikiran mereka masing-masing yang masih saja khawatir, sudah lebih dari satu jam setengah Vano di dalam sana, namun masih tidak ada seorang pun yang keluar dari sana, ditambah lagi fasilitas rumah sakit yang kurang memadai di sana, karena memang hanya rumah sakit ini yang paling dekat dari hutan itu.

Setelah lama menunggu, akhirnya seorang dokter keluar dari dalam ruang UGD, tatapan dokter itu sendu seperti telah mewakilkan bagaimana keadaan Vano di dalam sana.

“Wali pasien?” Ucap sang dokter menghampiri.

“Saya ayahnya dok!, bagaimana keadaan anak saya?” Tanya Andrian khawatir.

“Maaf jika saya memberitahukan hal ini pak, keadaan anak bapak lumayan memprihatinkan, kedua kakinya patah, pasien juga mengalami malnutrisi parah, mimisan serta darah yang keluar saya tidak berani berspekulasi lebih jauh, lebih baik pasien dirujuk ke rumah sakit yang lebih besar dan memiliki peralatan yang lebih memadai secepatnya.” Jelas sang dokter.

“Baiklah secepatnya saya akan segera memindahkan anak saya ke rumah sakit lain.” Putus Andrian cepat.

“Baiklah pak, saya akan segera mengurus kepindahan pasien.” Ucap sang dokter, lalu pamit undur diri.

“Bagaimana ayah?” Tanya Azka.

“Vano harus segera di pindahkan ke rumah sakit yang lebih memadai.” Jawabnya sendu.

“Cih, Apa yang bisa kita harapkan pada rumah sakit kecil seperti ini.” Ucap Angga sarkas.

.
.
.
.

Setelah lima belas menit menunggu, akhirnya mereka membawa Vano ke rumah sakit lebih besar.

Butuh perjalanan lebih dari dua jam agar mereka sampai di sana, namun sebelumnya, tubuh Vano juga sudah ditangani, dan setelah sampai di sana dokter dan perawat segera menindak lanjuti penanganan yang tertunda.

Mereka akan melakukan ct scan terlebih dahulu untuk lebih mengetahui kondisi tubuh Vano, setelahnya mereka membawa Vano ke ruang operasi untuk mengoperasi kaki Vano.

Beberapa jam mereka menunggu di depan ruang operasi, setelahnya lampu ruang operasi telah berubah, bangkar Vano keluar dari ruangan operasi dan menuju ruang rawat yang telah Andrian pesan.

“Dengan wali pasien, bisa ikut ke ruangan saya?” Pinta sang dokter dan di angguki oleh Andrian.

Sebelumnya Andrian juga sudah mengobati luka tembaknya, ya walau pun tidak separah seperti yang di pikirannya.

Keadaan hening di dalam ruangan itu sebelum sang dokter memulai pembicaraan.

“Begini pak, sebelumnya apa pasien pernah mengalami operasi besar?” Tanya dokter yang diangguki oleh Andrian.

“Anak saya pernah melakukan transplantasi ginjal dok.” Saut Andrian.

“Dari hasil rontgen yang tadi kita lakukan, sepertinya ada masalah dari ginjal anak bapak, untuk tindakan selanjutnya kita bisa melakukan pengobatan jika kondisi pasien sudah mulai membaik, dan untuk kondisi kakinya mungkin pasien akan sembuh dalam lima bulan ke depan, dan melakukan terapi jalan.” Jelasnya.

“Sebelumnya mohon maaf, apa pasien telah mengalami kekerasan?” Tanya dokter lagi, namun Andrian diam tidak menjawab, dokter memaklumi hal itu lalu kembali berucap.

“Mungkin untuk ke depannya, bapak harus siap, karena bisa saja pasien mengalami trauma atas kejadian yang dialaminya.” Jelasnya.

Andrian hanya mendengarkan setiap penjelasan dari dokter yang menangani Vano tanpa bertanya sedikit pun, untuk ke depannya ia harus memantapkan hati dan menjadi penopang terdepan untuk sang anak.

Setelah mendengar seluruh penjelasan sang dokter, Andrian berjalan keluar dan menghampiri sang anak yang tengah berbaring di ruangan putih itu.

Andrian juga menjelaskan kondisi sang anak pada seluruh anggota keluarganya, para wanita yang berada di mansion juga sudah datang beberapa saat yang lalu, mereka begitu terkejut mendengar kabar yang begitu menyakitkan.

Mereka satu persatu bergantian menjenguk Vano yang berada di dalam sambil mengucapkan doa untuk Vano, lalu pulang, awalnya mereka ingin ikut menjaga Vano, namun karena paksaan Andrian mereka terpaksa pulang, sekarang hanya tersisa Andrian dan Aditya yang berjaga untuk memantau kondisi Vano dan jangan lupakan Vano yang masih tertidur.

Aditya pamit untuk keluar, dirinya memahami bahwa sekarang kakaknya itu membutuhkan waktu berdua dengan sang keponakan, dan menunggu di depan ruang rawat Vano.

Andrian merasakan dejavu, dan lagi-lagi tempat ini yang menjadi saksinya, saksi untuk Vano yang terbaring dan saksi untuk ia yang menangis ke sekian kalinya di hadapan tubuh sang anak.

Ia selalu merasa dirinya gagal menjaga keluarganya, jika saja dulu ia memilih abai atas pengkhianatan sahabatnya itu, mungkin anaknya tidak akan mengalami nasib buruk seperti ini dan mungkin saja sang istri tidak akan pergi dari dunia ini.

Air matanya mulai jatuh membasahi pipinya, ternyata tidak semua perihal tentang ego sendiri, tidak ada salahnya sesekali kita mengesampingkan ego kita demi kebahagiaan orang terkasih.

Andrian merutuki dirinya sendiri, Andaikan ia bisa mengulang waktu kembali, mungkin hidupnya pasti tidak akan seperti saat ini.

Sudah lama Andrian berdiam diri di samping tubuh Vano, matanya mulai terpejam, mungkin tubuh Andrian lelah, ia tanpa sadar tertidur di samping Vano.

Eugh....

Manik Vano mulai terbuka perlahan, dirinya masih mencerna keadaan.

Butuh beberapa saat untuk membuat Vano tersadar, tubuhnya mulai gemetar, hatinya tidak tenang berada di sini, kenapa ia bisa ada di ruangan ini. Tidak, tidak, ia harus segera kembali ke ruangan itu, jika tidak, mungkin pria itu akan kembali menyiksanya, ia harus cepat pergi dari sini dan kembali ke sana, Vano berusaha bangkit namun kedua kakinya berat tidak bisa digerakkan, ada apa dengan tubuhnya?

Andrian yang merasakan pergerakan dari bangkar membuatnya terbangun, ia bernafas lega bungsunya telah sadar, namun ada apa dengan anaknya itu.

Andrian dapat melihat wajah ketakutan juga tatapan kosong itu untuk ke sekian kalinya.

“Al kamu kenapa?” Tanyanya khawatir, Andrian berusaha meraih tangan Vano, namun dengan cepat Vano menepis tangan sang ayah kasar.

“TIDAK JANGAN SENTUH!” Teriak Vano.

“Ini ayah Al, hei lihat ini ayah...!” Sembari menelungkupkan kedua tangannya kewajah Vano agar menghadap ke arahnya.

“A ah.... ayah... tolong bantu aku kembali ke sana, aku takut di sini...” ucapnya memohon.

“Kamu aman sekarang di sini Al, di sini ada ayah!” Yakinnya.

“Ti tidak.... aku harus segera kembali kesana, aku akan aman di sana.” Vano menggeleng ribut.

“Ayah di sini Al!” Tenangnya.

“AKU HARUS KEMBALI KESANA AYAH.”

“CEPAT ANTAR AKU KESANA.”

“A AKU TAKUT.”

“TI TIDAK.”

“CEPAT AYAH, AKU MOHON.”

“Aku harus selalu bersama dengan orang itu ayah, ji jika tidak....... aku mohon ayah ya?” Racaunya.

“Ti tidak nak hiks kamu aman sekarang dengan ayah.” Ucap Andrian mendekap tubuh Vano erat dan menekan tombol nurse call.

“Ti tidak..... aku harus kembali, jika tidak orang-orang itu akan melakukan itu lagi tidak....” racau Vano.

Andrian begitu teriris mendengar racauan sang anak, bagaimana tidak?, anaknya meminta kembali ke tempat yang seperti neraka itu, sebenarnya apa yang terjadi pada anaknya saat berada di sana?








Vote dan coment juseoyo........

SENIN, 14 AGUSTUS 2023
02.12

Revisi: 10 Januari 2024

STORY OF LIES (SOL) ✔️ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang