SOL 22

3.2K 201 11
                                    

Terhitung sudah tiga bulan Vano lewati, anak itu kini perlahan lahan telah membuka hatinya untuk keluarganya, karena ia tidak tega melihat wajah sedih keluarganya setiap menatapnya, juga ia sudah mulai nyaman atas perlakuan keluarganya.

Tentang teror yang dikirim seseorang pada Andrian juga tidak pernah terjadi lagi, Andrian tidak pernah mengambil pusing, toh selama ini keluarganya aman, pasti hanya orang usil yang sedang main-main.

Andrian sekarang juga tidak pernah menuntut apa pun dari Vano, bahkan nilai sekali pun, sekarang Vano lebih dibebaskan melakukan apa pun yang ia suka.

Hari ini adalah hari minggu, Andrian juga anak anaknya telah merencanakan liburan seminggu yang lalu, bertepatan dengan liburnya sekolah setelah PAS.

Mereka berencana berlibur di sebuah Villa milik keluarganya, dan mereka semua juga berencana mengadakan pertemuan keluarga besar, dimana ada kedua orang tua Andrian, kakak dari Andrian beserta istri, juga ketiga anaknya.

Karena sejak kematian istrinya, Andrian tidak pernah mengajak Vano untuk berkumpul bersama keluarga besar Andrian, Vano selalu saja dikurung jika keluarga Andrian datang berkunjung.

Orang tua dan kakak Andrian juga sudah mengetahui perilaku yang dilakukan Andrian kepada Vano, mereka sangat marah atas sikap Andrian, namun Andrian mengancam akan lebih menyiksa Vano, alhasil mereka tidak dapat berbuat apa-apa.

Dulu, pernah sekali Vano dibujuk untuk ikut kakek dan neneknya, tetapi Vano menolak dengan alasan Andrian tidak menyiksanya dan mengatakan ia yang nakal, Vano juga mengatakan kalau ia tidak ingin pergi jauh meninggalkan ayah juga ketiga kakaknya.

Oleh sebab itu, keluarga besar Andrian jarang sekali datang ke mansion milik Andrian, mereka sangat malas jika harus berdebat setiap pergi ke sana.

Orang tua dari bundanya juga sudah meninggal, ditambah bunda dari Vano adalah anak tunggal, jadi bisa dikatakan Vano tidak punya saudara dari keluarga bundanya, mungkin ada tapi jauh, ditambah lagi Vano juga tidak pernah ada kontak semenjak bundanya meninggal.

.
.
.
.

Andrian dan kakak-kakak Vano sedari tadi telah menunggu Vano diruang tamu, namun anak itu tak kunjung menampakkan batang hidungnya.

“Kenapa adikmu lama sekali, nanti kita bisa terjebak macet jika tidak segera berangkat.” Dumel Andrian.

“Biar Azka panggil yah.”

“Tidak usah, biar ayah saja.” Putus Andrian.

Andrian segera berjalan menuju kamar Vano, lama sekali anaknya ini, padahal sudah beberapa hari lalu ia suruh untuk menyiapkan barang yang akan dibawa untuk pergi liburan.

“Al, cepat.” Panggil Andrian sembari mengetuk pintu kamar Vano.

“Sebentar.” Jawab Vano dari balik pintu.

“Cepat, kalau ayah tinggal baru tahu rasa kamu.” Ingat Andrian pada Vano, susah sekali anaknya ini dipanggil.

“Ck iya ayah sebentar..., ini juga udah siap.” Teriak Vano.

Ceklek

Pintu kamar Vano terbuka menampakkan Vano dengan segala keruwetannya.

“ ya Tuhan. Al..., kita mau berlibur bukan mau pindah tempat tinggal.”  Tegur Andrian.

“Buat Antisipasi yah.....” balas Vano Malas, ia bergegas turun sambil menenteng sebuah koper besar, entah apa isinya, hanya Vano yang tau.

Ada-ada saja’ batin Andrian.

Andrian hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah random Vano, itu mengingatkan ia akan istrinya yang sudah pergi ke surga.

Vano turun dengan membawa koper besarnya disusul dengan Andrian di belakang, Vano sedikit kesusahan untuk membawa kopernya, kakak-kakak Vano berusaha untuk tidak tertawa, hei mereka masih sayang untuk diamuk oleh Vano.

“Al kita mau berlibur, bukan pindah.” Ucap Azka sembari menahan tawa, mendengar ucapan Azka, Andrian, Danu juga Angga berusaha untuk tidak tertawa.

Bisa-bisa jika mereka tertawa, kesayangannya ini mungkin akan mengambek dan berakhir batal liburan.

“Ih siapa lo, kenal? Nggak kan!” Balas Vano dengan pipi sedikit digembungkan, ia sedikit kesal, tadi ayahnya sekarang kakaknya, apalagi sekarang mereka berusaha menahan tawanya, itu membuat kekesalan Vano bertambah.

“Sudah-sudah lebih baik kita segera berangkat.” Lerai Andrian.

Mereka bertiga mengangguk, lain halnya Vano, anak itu pergi begitu saja menuju mobil yang telah disiapkan, masa bodoh, untuk sekarang biarkan seorang Vano kekanak-kanakan.

Masa puber dia tuhh 😭

.
.
.
.

Mereka menempuh perjalanan kurang lebih 6 jam dari mansion, kini mereka telah sampai di Villa tempat keluarga besar berkumpul, di sana disungguhkan dengan pemandangan yang menyejukkan mata, seperti danau buatan, juga berbagai tanaman.

Sedangkan Vano, anak itu masih tertidur bersandar pada pundak sang ayah, semenjak hubungan Vano dan sang ayah membaik, anak itu tidak canggung untuk bersikap manja pada sang ayah juga pada ketiga kakaknya.

Andrian merasa tidak tega membangunkan Vano, akhirnya ia memilih untuk menggendong Vano ala koala menuju kamar yang ia tempati, soal barang bawaan mereka, Andrian telah menyuruh pengawal untuk memindahkannya ke dalam.

Andrian berjalan mengabaikan tatapan heran keluarga besarnya, apalagi sang adik. Sesampainya dikamar, ia meletakkan Vano lalu membenarkan posisi Vano juga menyelimutinya, setelah itu Andrian keluar untuk bergabung di bawah bersama keluarga besarnya.

Kini Andrian tengah duduk di antara kakak juga adiknya.

“Bagaimana Andrian?” Tanya sang ayah tegas.

Andrian menaikkan kedua alisnya bingung seakan bertanya.

“Ck, perasaanmu.”

Andrian mengambil nafasnya sebentar lalu menjawab.

“Ternyata apa yang kalian katakan benar, aku sangat bodoh telah bertindak seperti itu.” Balasnya.

“Ck, kau memang bodoh kak/dik.” Ucap Wira kakak Andrian, dan Aditya secara bersamaan.

“Iya-iya... aku salah.” Sanggahnya.

“Sudah-sudah, kalian bertiga ini, sejak kecil tidak pernah berubah.” Tegur sang ibu.

Dan soal ketiga anak Wira, mereka bertiga masih berada di luar negeri karena masih ada pekerjaan yang harus diselesaikan, mungkin besok mereka baru tiba di Villa.

Mereka semua berencana berlibur di sana untuk seminggu lamanya, berarti masih tinggal enam hari lagi untuk kembali.

Sekarang sudah waktunya untuk makan malam, mereka semua telah berkumpul diruang makan termasuk Vano.

Vano sedikit canggung, bahkan anak itu semenjak bangun tadi tidak berbicara jika tidak diajak bicara, ia merasa segan, ditambah Vano tidak pernah bertemu sejak beberapa tahun lalu.

“Al mau lauk apa sayang?” Tanya Nindi istri dari wira mengawali.

Vano yang merasa namanya dipanggil. Membuat lamunannya teralihkan.

“Eh, itu ayam goreng sama sayur aja tan.” Balas Vano canggung.

“Mommy.” Tegur Nindi.

“I iya mom mommy.”

“Kamu juga jangan panggil om sama Daddy.” Imbuh Wira.

“He he iya dad.” Balas Vano lagi.

Mereka memaklumi sikap canggung Vano, mungkin Vano butuh sedikit beradaptasi ditambah Vano bertemu lagi setelah bertahun tahun lamanya.

Acara makan malam pun berjalan lancar, sesekali Vano ikut tertawa mendengar pembicaraan yang terjadi.

Jadi begini rasanya berkumpul bersama keluarga’ pikir Vano, semoga kebahagiaan ini bertahan selamanya, entah mengapa sejak tadi perasaannya tidak enak, ada pikiran yang mengganggunya, entah apa.












Jujur, bawaannya pengen banget nyiksa Vano tiap chapter 😭

Maaf baru bisa update lagi, soalnya habis kurang fit, dan mungkin beberapa chapter lagi.........

JUMAT, 9 JUNI 2023

01.13

Revisi: 24 Januari 2024

STORY OF LIES (SOL) ✔️ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang