SOL 5

7.4K 416 3
                                    


Kini tiba saatnya Vano masuk sekolah, sudah terhitung satu bulan lamanya semenjak ia bertransmigrasi dan juga pemilik tubuh ini absen dari pembelajaran, ia sudah tidak sabar untuk segera pergi ke sekolah.

Vano berangkat pagi-pagi sekali, ia malas jika harus berhadapan dengan sang Ayah di dunianya yang sekarang, ditambah jarak mansion ke sekolah juga lumayan jauh.

Sebenarnya tadi malam Azka sudah berpesan pada Vano untuk berangkat bersamanya, namun ia masih enggan, salah-salah ia bisa kena hukuman nanti, ya walaupun keluarganya sudah sedikit berubah, tapi tidak ada salahnya untuk waspada kan? Pikirnya.

Vano menaiki motornya, membelah jalanan yang sepi di pagi hari.

Sesampainya Vano di sekolah, ia segera memarkirkan motornya di bawah pohon rindang, sesudah memarkirkan motornya ia segera pergi ke kelasnya, berjalan melewati lorong sekolah, namun belum sampai ke kelas, nama Vano tiba-tiba dipanggil oleh beberapa siswa.

Vano yang merasa namanya terpanggil menoleh ke sumber suara tersebut.

"VAN....,akhirnya nongol juga, udah lama kita enggak ketemu, kita khawatir tau, udah satu bulan ini lo enggak ada kabar, kita chat aja selalu centang satu, kita tanya sama kakak lo dia cuma diam aja " ucap temannya panjang lebar.

"Siapa?" Tanya Vano.

"VANOOO MASAK SIH LO LUPA SAMA KITAAAA??!" ucanya terkejut.

"Gue amnesia" jawab Vano menunduk.


"Kok bisa?" Tanya mereka serempak raut terkejut.

Vano tidak menjawab, mereka yang merasa ada keheningan langsung merubah topik.

"Ya udah ayo kita kenalan lagi, Ini gue Riko, samping gue Faldi, dan dia Alqi, kita ini sahabat lo" jelasnya.

Sebenarnya Vano mengetahui siapa saja pemuda yang ada di depannya, cuma dia ingin lebih mendalami peran, kan enggak asik udah di diagnosa amnesia masak sih langsung ingat, di samping itu juga alasan agar Vano lebih mengerti sifat orang yang mengaku sebagai sahabatnya itu.

"Oh, kalo gitu gue ke kelas dulu yaaa" ucap Vano.

"Tunggu Van, emang lo tau kelas lo ada di mana?" Tanya Faldi.

Vano yang mendapat pertanyaan seketika menggeleng, ia lupa-lupa ingat soalnya.

"Wk wk wk, Ya udah ayo bareng, lagian kita juga sekelas." Balasnya lagi.

Akhirnya mereka berempat pun berjalan bersama menuju ruang kelas yang terletak dilantai dua.
Mereka menaiki anak tangga, kemudian berjalan memasuki ruang kelasnya, kelas Xl IPA I Unggulan, kelas itu memang di khususkan untuk murid yang pintar juga ada sebagian murid yang mendapat beasiswa penuh.

awalnya Vano tanpa sengaja mendaftar lewat jalur beasiswa, tetapi tidak disangka ia lolos, bahkan ia masuk dengan nilai tes tertinggi.

Vano memang seorang murid yang cerdas, ia selalu mendapat peringkat satu bahkan ia juga sering mengikuti Olimpiade mewakili sekolahnya.

Bel pelajaran pertama berbunyi, para murid bergegas masuk dan duduk dibangkunya masing-masing. Vano yang duduk di bagian belakang memilih untuk menelungkupkan wajahnya di lipatan tangan saat guru tengah menjelaskan.

Riko yang memang teman sebangkunya pun merasa aneh dengan sikap Vano, biasanya anak itu akan fokus menghadap ke depan jika seorang guru tengah menjelaskan materi.

"Alvano! Kamu kenapa?" Tanya sang guru di depan, seketika seluruh murid menoleh ke arah Vano berada.

Vano yang mendengar namanya di panggil langsung menoleh, “enggak kenapa-kenapa buk." Jawab Vano.

"Kalo gitu perhatikan." Perintah sang guru yang hanya dibalas anggukan oleh Vano.

Guru itu menjelaskan materi yang lumayan susah untuk di cerna di otak, dalam hati Vano bersyukur dengan otak yang di milikinya sekarang.

'Huff, untung nih otak encer, kalo enggak bisa kena bogem tiap hari gue.' Monolog Arka dalam hati.

"Van lo enggak apa-apa kan?" Tanya riko pelan dengan mimik khawatir.

"Gue oke" balas Vano disertai dengan senyum tipis.

Vano bersyukur, setidaknya ia masih mempunyai sahabat yang peduli dengan dirinya, walaupun keluarganya tidak memperdulikan dirinya.

Bell istirahat telah berbunyi, Vano yang masih menelungkupkan badannya tidak bergeming sedikit pun.

"Van!" Panggil Riko sembari menepuk pelan punggung Vano.

"Hm?" Jawabnya sambil menyesuaikan cahaya yang masuk ke matanya.

"Ayo ke kantin, laper nih" ajaknya.

Vano menganggukkan kepala sebagai jawaban, akhirnya mereka berempat berjalan menuju kantin.

Pov

Vano mengenal mereka bertiga sejak ia masih kecil, mereka bertemu saat pesta perjamuan di mana semuanya masih belum berubah, ayah dari ketiga sahabatnya ini adalah kolega bisnis dari Andrian.

STORY OF LIES (SOL) ✔️ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang