SOL 15

4.8K 291 3
                                    

BRAKK

Pintu ruang inap Vano dibuka secara kasar, Azka dan ketiga sahabat Vano berlari masuk ke dalam, perasaan mereka berubah menjadi takut saat melihat gelombang di mesin EKG berubah menjadi lurus.

Azka yang melihat keadaan sang adik memutuskan berlari keluar guna memanggil dokter yang menangani sang adik, ia bahkan sampai melupakan nurse call yang terletak tidak jauh dari bangkar.

“DOKTER! DOKTER TOLONG ADIK SAYA DOK.” Teriak Azka dilorong, masa bodoh jika kena marah, sekarang nyawa adiknya yang paling utama.

Beberapa perawat yang mendengar teriakan Azka seketika mendekat dan juga dokter Fariz berlari ke ruang Vano dirawat, soal Andrian dia baru saja selesai mendonorkan darahnya, dan ia juga ikut berlari saat mendengar teriakan Azka.

Ketiga sahabat Vano dibuat kalang kabut saat melihat mesin itu bergaris lurus, tidak ada yang bisa mereka lakukan selain berdoa demi keselamatan Vano.

Dokter Fariz dan beberapa perawat memasuki ruang rawat Vano. Azka, Andrian beserta sahabat Vano menunggu di luar ruangan atas perintah dokter.

Para perawat dan dokter segera melakukan pertolongan pertama, mereka mulai menyuntikkan cairan pada tubuh Vano, juga dokter Fariz yang melakukan CPR untuk mengembalikan detak jantung Vano.

Sang dokter berusaha mati-matian mengembalikan detak jantung Vano secepat mungkin, keringat mulai turun dari pelipisnya, ia tidak bisa membiarkan pasiennya kehilangan detak jantungnya begitu saja.

Dan setelah lama dokter melakukan CPR, detak jantung Vano mulai kembali, akhirnya mereka bisa bernafas dengan lega, namun kondisi Vano dapat dikatakan lebih buruk dari sebelumnya.

Mereka yang berada di luar dibuat khawatir dengan keadaan di dalam.

Setelahnya dokter Fariz berjalan keluar untuk mengabarkan kondisi Vano saat ini.

SRETT

Ia berjalan dimana keluarga Vano menunggu.

“Bagaimana keadaan anak saya dok?” Tanya Andrian mengawali.

“Begini pak, saya mohon maaf, tapi sekarang kondisi pasien menurun sangat cepat dari yang kita prediksi sebelumnya, kita harus cepat melakukan semua tindakan prosedurnya, beruntung pasien segera mendapat transfusi darah sebelumnya, jika tidak, maka kemungkinan terburuknya akan terjadi. Dan untuk saat ini pasien atas nama Vano sudah terdaftar sebagai penerima utama untuk donor ginjal.” Jelas dokter.

“Baiklah dok terima kasih, saya juga akan berusaha mencari pendonor segera. Apa sekarang anak saya boleh dijenguk?” Balas Andrian.

Sang dokter mengangguk, “boleh, tapi hanya satu orang yang dapat masuk dan menggunakan APD, baiklah kalau begitu pak saya undur diri” jelasnya dan pergi dari sana.

Dan untuk ketiga sahabat Vano, Andrian menyuruh mereka untuk pulang terlebih dahulu, karena melihat keadaannya yang begitu kacau, mereka bertiga tidak bisa menolak dan akhirnya memilih mematuhi ucapan Andrian.

Untuk Azka, Andrian menyuruh Azka masuk ke ruang Vano terlebih dahulu karena ia akan menghubungi bawahannya untuk segera mendapatkan donor secepatnya.

Ia mengambil ponselnya dan segera menekan nomor yang ada di sana, Andrian tampak frustrasi, sudah jelas tadi bawahannya mendapat perintah, tapi sampai sekarang mereka masih tidak memberikan kabar, padahal saat ini nyawa Vano sedang dalam bahaya.

“Zain, bagaimana?”

“Maaf tuan, kami masih belum mendapatkan pendonor!”

“Apakah kau tuli, sudah aku bilang lakukan segala cara agar Vano segera mendapatkan pendonor, lakukan secepatnya, jika tidak tunggu hukumanku untuk kalian semua.” Ancamnya dingin.

“Baik tuan.”

Tut

Andrian mengusap wajahnya kasar, oh Tuhan.... kenapa semua bawahannya sangat bodoh pikirnya. Tunggu saja jika mereka gagal, maka semua akan mati di tangannya.

Sedangkan Azka, ia kini tengah duduk di samping bangkar sang adik sembari mengusap tangan Vano yang terbebas dari infus.

Ia menatap wajah sang adik lekat, kenapa adiknya ini selalu saja mendapatkan cobaan, dan untuk ke sekian kalinya mata itu kembali terpejam, ia mengusap rambut tebal Vano, wajah adiknya ini begitu mirip dengan almarhumah sang bunda, dengan dua dimple di pipinya.

“Dek kamu tahu, tadi ayah mendonorkan darahnya untukmu! Miris bukan kenapa baru sekarang ayah peduli lagi sama kamu, padahal kamu sudah dari dulu ingin mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari ayah.” Ucapnya yang hanya dibalas oleh suara mesin EKG.

“Tapi aku senang, setidaknya mulai sekarang kehidupanmu akan kembali seperti sebelumnya, dimana kamu tidak lagi akan mendapatkan kekerasan dari ayah.... mungkin.” Imbuhnya dalam hati, ia mengusap air mata yang turun membasahi pipinya tanpa ia sadari.

Untuk saat ini, biarlah ia bebas mengutarakan keluh kesahnya pada sang adik yang terbaring diruang pesakitan, baru kali ini ia dapat berbicara pada sang adik panjang lebar walau pun adiknya tidak dapat menjawab apa yang ia bicarakan.

Setelah lama berada di dalam ruangan Vano, kini ia memilih keluar, ia menatap wajah sang ayah tanpa mengucap satu kata pun dengan wajah sembab yang habis menangis.

Dan sekarang giliran sang ayah yang memasuki ruangan itu. Andrian berjalan secara perlahan menghampiri bangkar Vano, seketika perasaan sedih menghampirinya, air matanya menetes tanpa ia sadari, kenapa dulu ia sangat bodoh sampai-sampai ia melewatkan tumbuh kembang sang anak.

Ia mengelus pucuk rambut Vano, mencium dahi Vano, lalu ia duduk di samping bangkar Vano, ia menggenggam tangan Vano yang bebas dari infus, sama seperti yang dilakukan Azka pada Vano.

“Maafkan ayah nak, ayahmu ini begitu bodoh sampai tidak bisa membedakan mana yang benar dan yang salah, tolong maafkan ayah untuk kali ini saja, walau pun perbuatan ayah dulu padamu tidak bisa dimaafkan, tapi tidak apa jika kamu tidak mau memaafkan ayahmu ini.” Pilunya.

Vano meneteskan air mata di tengah tidurnya seakan mendengar semua ucapan dari sang ayah.

Andrian yang menyadari bahwa putranya menangis dalam tidurnya dengan cepat mengusap pipi sang anak lembut.

“Hei nak, sayang ayah maafkan ayah, ayah salah jangan nangis, kamu berhak tidak memaafkan perbuatan ayahmu ini, bahkan ayah rela jika kamu menghukum ayah, tapi kamu janji, kamu harus kembali sehat tunggu saja ayah pasti akan segera mendapatkan donor untukmu.”

“Baiklah ayah akan keluar dulu, cepat membaik anak ayah.” Pamitnya sambil mengecup dahi Vano.

.
.
.
.

Dialam bawah sadar Vano....

Vano sekarang tengah berada di tempat yang menurutnya sangat asing, tapi bagi Vano tempat itu sangat indah, rasanya ia tidak ingin kembali lagi dan hanya ingin menetap di sini.

“Halo Ar!” Panggilan akrab yang membuat Arka menoleh.

“In ini beneran lo kan Van?” Tanyanya ragu.

“Iya ini aku, bagaimana kamu bisa ada di sini?” Tanya Vano asli.

“Aku lupa kenapa aku bisa berada di sini.” Balasnya sendu.

“Baiklah tak apa.”

“Apakah kamu tidak bisa kembali ke ragamu Van?” Tanya Arka tiba-tiba.

“Aku tidak bisa, karena pada dasarnya aku telah mati dan digantikan jiwamu, sedangkan kamu, tubuhmu masih hidup Ar.” Jelas Vano.

“Apakah aku bisa kembali ke duniaku? Tapi bagiku di duniaku dulu maupun sekarang tidak ada bedanya bagiku!.” Ucap Arka sedih, karena sesungguhnya ia hanya ingin hidup dengan mendapat kasih sayang dan diakui dari keluarganya, tidak lebih.

“Kamu harus memilih salah satunya, kembali ke dunia asalmu sebagai Arka atau tetap di sini sebagai Vano” jelas Vano asli mutlak.

“Lebih baik kamu kembali sekarang Vano.” Ucap Vano asli.

“Kenapa kamu tiba-tiba memanggilku sebagai Vano? Aku ingin tetap di sini lebih lama lagi.” Balas Arka.

“Tidak ada, hanya ingin saja.” Balasnya senyum.

“ baiklah tapi kamu jangan lupa kembali.” Imbuhnya sambil menunjuk sebuah pintu di dekat pohon.

“Baiklah.” Balas Arka.

.
.
.
.

Andrian yang tengah menunggu di depan ruangan Vano dihampiri oleh sesosok pria besar dengan menggunakan seragam hitam.

“Lapor tuan, kami telah mendapatkan pendonor untuk tuan muda.” Ucap bawahan itu.

DEG DEG DEG
















kebiasaan update tengah malem🥹

MINGGU,14 MEI 2023

Revisi: 10 Januari 2024

STORY OF LIES (SOL) ✔️ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang