1. Siap Sekolah

3.6K 313 6
                                    

Sesuai dengan yang Ayah Lee katakan, setelah sarapan Jeno pergi untuk berbelanja kebutuhannya untuk di Mansion House, yap benar, sama seperti Juno yang tak ingin tinggal di asrama, Jeno pun tak mau. Akhirnya dia mengikuti jalan cerita mengikuti Juno ke Mansion House, mengapa di sebut Mansion House? Karna di dalam Mansion seperti ada Rumah tersendiri tapi entahlah. Cerita di awali dengan menceritakan masa kecil Juno, lalu dimulai saat dia memasuki HPES, di Mansion berisi lebih dari 15 orang, saling bertarung akan cinta Juno. Bah bah! Jeno merinding, tapi juga sedikit menginginkannya. Hum, baiklah, jika ada yang menyukainya maka dia akan dengan senang hati menyambut, jika tidak ya sudah.

Jeno berjalan di dalam departemen store sembari mendorong keranjang belanjaan miliknya, tentu saja dia pergi seorang diri, dia tak mau mengakrabkan diri dengan Saudaranya, bukan karna takut terlibat masalah, tapi lebih ke... Em... Dia juga tak mau dekat dengan Saudara tiri ini entahlah.

"Satu dus snack, lima pak permen jelly, satu set alat minum teh sama teh nya, makanan instan, dua lusin minuman beda rasa, satu dus susu kotak pure besar, dua dus susu kotak beda rasa, lima kotak coklat oke.. masih banyak lagi..." Gumam Jeno menatap daftar yang telah dia buat dengan sangat teliti. Sejak di kehidupan sebelumnya dia telah hidup mewah, dan dia lebih suka makan jajanan daripada makanan pokok, tak heran dia dengan cepat beradaptasi dengan tubuh manja ini. Jeno bahkan dengan tenangnya meminta penjual untuk membuat dus susu kotaknya berisi berbagai macam rasa yang membuat Pegawai cemas, untungnya Jeno mau membayar lebih.

Setelah selesai berbelanja makanan dan camilan, Jeno beralih untuk berbelanja pakaian serta aksesoris.

"Hum... 7 parfume beda aroma, 7 jam tangan beda model, kalung... Em... Yang keliatan sederhana aja tapi harus elegan.... Um apa lagi... Oh iya kacamata...." Begitulah Jeno dengan santai menggesek kartu hitam pemberian Ayahnya. Ow, I love you Dad!.

Setelahnya Jeno berlarian ke arah bagian ponsel, dia membeli dari Ponsel, tablet, macbook, komputer, segala macam benda komunikasi dia beli.

Setelah berputar-putar dan membeli semuanya, Jeno merasa sangat lelah, dia baru tau jika tubuh ini sangat lemah. Mungkin karna terlalu di manjakan jadi tubuh ini relatif lemah, tak seperti di masa lalu dia hanya dimanjakan akan uang, bukan kasih sayang.

Karna sudah siang, Jeno memilih untuk makan di restoran yang ada di lantai pertama departemen store(semacam Mall lah ya). Begitu makanan masuk ke dalam mulutnya, Jeno merasa sangat lega walau masih sangat kelelahan. Ayahnya mungkin kaget saat melihat pengeluarannya hari ini, Jeno entah mengapa merasa tidak nyaman di hatinya, perasaan apa itu? Apakah perasaan tak enak hati? Atau perasaan malu?. Lupakan saja, Jeno merasa perlahan emosinya menyatu dengan masalah emosi tubuh ini, dia melakukan banyak hal yang sangat di luar kebiasaannya, seperti sapaan pagi dengan senyum manis tadi pagi. Entahlah. Jika memang dia berubah dalam emosi itu baik-baik saja, asalkan pikiran dan hatinya tetap jernih.

Melihat jam, sudah pukul 2 siang, Jeno memilih untuk pulang. Begitu tiba di rumah tak lama kurir datang mengantar barang barangnya. Di bawah tatapan berkerut Juno, Jeno dengan tenang menyusun barang yang sudah dalam kardus di pinggir pintu agar besok mudah di pindahkan ke mobil.

"Lo mau buka toko atau mau sekolah?"

Mungkin Juno tak tahan lagi hingga akhirnya pemuda tersebut mau tak mau bersuara.

"Entahlah" mengikuti sifat asli tubuh ini, Jeno menjawab dengan acuh.

"Jen, lo mau sekolah! Bukan pindahan!" Seru Juno tampak sedikit tak puas dengan jawaban asal Jeno.

"Ini cuma keperluan, gak perlu khawatir" ucap Jeno acuh tak acuh.

"Lo harusnya lebih dewasa, jangan selalu manja" peringat Juno berbalik menaiki tangga menuju ke kamarnya kembali. Jeno melirik punggung tegak Juno lalu menyentuh bagian hatinya, benar-benar hati pantat bayi, dia hampir kesal begitu mendengar ucapan Juno, hatinya mengartikan ucapan tersebut sebagai bentuk ikut campur urusan orang lain.

Sekarang Jeno sedikit cemas, bagaimana jika dia meledak saat emosinya terpancing?! Tak mungkin! Tak bisa! Dia selalu tenang, bagaimana mungkin dia bisa menjadi orang yang meledak-ledak?!. Gawat! Jika begini bisa-bisa dia mengikuti akhir buruk dari Novel nya.

Setelah merapikan kardus bingkisan barang-barangnya, Jeno berlari menaiki tangga menuju kamar, mengemas pakaiannya ke dalam koper besar dan kecil. Peralatan sekolah sudah di kardus bawah, jadi hanya sisa pakaian yang ada di lemari, ponsel lama juga dia simpan dan menggunakan ponsel serta kartu baru.

Begitu beres, Jeno duduk di sisi tempat tidur, mulai melatih emosi dan hatinya. Tapi hingga selesai makan malam dan hingga tengah malam, Jeno menemukan bahwa hatinya tak dapat di kontrol, akhirnya Jeno berubah mencari solusi terbaik. Setelah berulang kali mencoba, Jeno akhirnya ketiduran.

Keesokan paginya setelah sarapan Jeno di antar oleh Ayahnya menuju ke Mansion House dekat Sekolah, sedangkan Juno harus bersama Sopir menggunakan mobil lain. Alasannya apa lagi jika bukan karna barang menumpuk milik Jeno?. Jeno sedikit malu pada Juno karna membuatnya harus terpisah mobil. Tapi lupakan saja.

Pagi ini setelah banyak berpikir, akhirnya Jeno menemukan sebuah solusi yang membuatnya sangat bahagia, bahkan Ayah Lee sampai dapat merasakan suasana hatinya.

"Seneng banget hari ini anak Ayah?" Kekeh Ayah Lee fokus menyetir.

"Ya! Nono seneng banget hari ini Ayah!" Seru Jeno tersenyum lebar. Nono adalah panggilan kesayangan Jeno, Jeno tentu saja harus menggunakannya karna di ketahui sejak tadi pagi... Jiwanya telah menyatu dengan tubuh ini, dimana semua reaksi yang dia berikan adalah dari alam bawah sadarnya. Mungkin lebih seperti melepaskan emosi yang terpendam?.

Jeno dulu sangat tenang, sekarang memiliki emosi, tentu saja banyak keinginan yang terpendam keluar dengan sendirinya, kepribadian aslinya mungkin juga lebih terlihat dengan adanya emosi di tubuh ini.

"Baguslah kalo gitu, Ayah gak bisa jaga kamu di sana, kamu harus jaga diri kamu sendiri..." Ayah Lee tersenyum lembut membuat hati bayi Jeno langsung tersentuh.

"Um, Nono tau Ayah" angguk Jeno mencoba menahan perasaan masam di hatinya. Hati rusak ini hahhh...

Butuh perjalanan 5 jam hingga akhirnya mobil memasuki gerbang dan masuk ke dalam area Mansion House, Ayah Lee langsung membawa mobil ke depan pintu diikuti oleh mobil yang membawa Juno di belakangnya.

"Nah sampe, ayo turun" Jeno mengangguk, membuka sabuk pengaman lalu turun dari dalam mobil.

Ayah Lee membantu mengeluarkan barang-barang Jeno juga Juno yang selebihnya pemuda itu turunkan sendiri dengan bantuan supir.

"Ayah pulang aja, kita udah sampe di sini" ucap Juno berdiri di samping Jeno menatap Ayah Lee dengan senyum tipis.

"Tapi..." Mata Ayah Lee menatap ke arah Jeno.

"Ayah gak perlu khawatir, pulang aja" ujar Jeno tersenyum manis. Akhirnya walau enggan, Ayah Lee berpamitan pada keduanya. Jeno dan Juno melambai pada jendela mobil yang semakin menjauh lalu saling memandang sejenak.

Demi hati mungilnya, Jeno lebih memilih untuk membawa barangnya ke samping pintu dan menekan bell di sana.

Suara bell keras bergema hingga dapat terdengar dari luar, tak perlu waktu lama untuk pintu akhirnya terbuka.

"Hallo"








Yo

Maintain Happiness In A Harem StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang