2. Mansion House

2.6K 312 6
                                    

"Hallo"

Sapa Jeno menunjukkan senyuman manisnya yang membuat matanya sedikit melengkung. Sosok yang membuka pintu terdiam sejenak sembari mendorong kedua belah pintu agar terbuka seutuhnya.

"Masuk" ujar sosok tersebut mempersilahkan.

"Thanks" Juno tersenyum tipis, membawa barangnya masuk ke dalam. Jeno melihat tumpukan barangnya yang juga di perhatikan oleh pihak lain, dengan santai membawa koper dan tas besar yang di tumpangkan di atas koper dan masuk ke dalam.

"Jangan tutup pintunya ya, Barang Nono masih di luar" ucap Jeno menatap sosok yang membuka pintu dengan ragu.

"Oke, gak akan gue tutup" angguk pihak lain.

"Makasih" Jeno kembali tersenyum manis dan berjalan masuk diikuti oleh pemuda tersebut yang tampak heran menatapi punggung Jeno.

Hari ini Jeno mengenakan kemeja satin ivory longgar dengan dress pants abu-abu yang membalut kaki rampingnya, rambut hitam yang sudah hampir menutupi mata dia sisir acak begitu saja, mengenakan sepatu boot kulit berwarna Abu-abu, di leher putih dengan satu kancing terbuka tersebut tergantung sebuah kalung perak tipe Lariat. Samar-samar terlihat pergelangannya mengenakan wristwatch perak, ada juga cincin perak tipis dengan permata kecil di tengah pada jari tengahnya.

Penampilannya tanpa celah memang sempurna dari belakang, namun saat di lihat wajahnya yang chubby, itu... Mau tidak mau terlihat menggemaskan!.

Tiba di ruang tamu, ternyata sudah ada banyak penghuni Mansion di sana, mungkin hampir semuanya ada di sana? Bisa jadi mereka sedang berkumpul untuk mengakrabkan diri.

"Halo"

Sapa Jeno begitu tiba di ruang tamu, sontak seluruh kepala menoleh untuk menatap Jeno maupun Juno sang pendatang baru.

"Ini dia penghuni terakhir kita! Akhirnya sampe juga" seru seorang pemuda tersenyum lebar menyambut kedatangan Lee bersaudara.

"Makasih, kenalin Gue Lee Juno" Juno dengan senyum tipis memperkenalkan dirinya, tampak anggun dan elegan, apalagi hari ini remaja tersebut mengenakan Sweater cable knit berwarna champagne di balut dengan Vest putih dan di cocokkan oleh celana Chinos champagne juga sepatu putih, rambut hitamnya di sisir rapi sedikit membelah, memperlihatkan dahi mulus pemuda tersebut, tampak muda dan segar, di bandingkan dengan Jeno yang tampak pucat dan asal asalan.

Sebenarnya Jeno hanya memilih baju yang mudah di lepas dan mudah di kenakan saja. Bahan satin sangat licin dan dingin dingin panas, sulit menyerap keringat. Untuk menjaga suhu tubuhnya, Jeno dengan sengaja membuka satu kancing atas kemejanya, dress pants juga lebih nyaman dan tidak terlalu ketat di kaki, jika ingin berganti tinggal lepas saja lebih mudah. Dia terbiasa hidup bebas sesuka hatinya di kehidupan sebelumnya dan dia acuh tak acuh terhadap pandangan orang lain. Tapi dengan hati mungiel nya yang sekarang dia akan memukul siapa saja yang menyakiti hati pantat bayi miliknya(⁠ ⁠.◜⁠‿⁠◝⁠ ⁠) .

"Waduh Cowo cantik nih hahaha"

"Yang satu gemesin bre!"

"Haha, Kenalin gue Lee Felix"

"Gue Choi Hyunsuk"

*Sebut nama aja ya ges, biar gak kelamaan

"Park Jihoon"

"Huang Renjun"

"Zhong Chenle"

"Na Jaemin"

"Han Jisung"

"Huening Kai"

"Kang Taehyun"

"Hwang Hyunjin"

"Jay Park"

"Cuma kita di sini, yang lain lagi di kamar kemungkinan" ucap Kai menatap Jeno dan Juno dengan senyum tipis.

"Ah, A-aku Lee Jeno, panggil aja Nono" Jeno buru-buru memperkenalkan namanya. Dia sedikit canggung menggunakan Aku, lebih nyaman menyebut nama sendiri.

"Eh? Sodara kah?" Tanya Chenle tampak terkejut.

"Iya, gue sama Jeno sodara tiri" angguk Juno dengan murah hati mengakui identitas mereka. Seketika yang lain langsung melempar masalah ini ke belakang walau sempat terkejut sejenak, karna terlalu sensitif untuk di bahas.

"Di sini cuma ada 15 Kamar, tiap kamar udah kaya rumah, ada dapur, ruang santai, ruang tamu, kamar mandi, kolam renang single. Ada beberapa orang yang satu kamar di sini. Kalian satu kamar atau masing-masing?" Jelas Renjun di akhiri dengan pertanyaan.

"Kita masing-masing" jawab Jeno tersenyum tipis.

"Berarti Sisa kamar 14 sama 15 yang emang udah kalian pilih waktu kunjungan pertama itu kamar kalian"

"Oke" angguk Jeno. Dia ingat kamarnya di kamar 15, yaitu paling akhir dan paling di sudut tapi tak apa-apa.

"Makasih semua" Jeno tersenyum manis, memperlihatkan mata bulan sabit miliknya.

"Itu... Um, boleh minta bantuannya?" Nada bicara Jeno berubah menjadi ragu-ragu.

"Ah, gue di kamar 14 berarti, thanks udah jelasin" Juno menatap Renjun dengan senyuman di bibir tipisnya.

"Santai, lo mau langsung ke kamar? Mau sekalian gue anter?" Renjun terkekeh pelan.

"Cielah cielah, modus nih mulai!" Seru Chenle menyela pembicaraan keduanya.

"Jangan di ganggu Le, ntar di amuk kang esmoci" timpal Taehyun meletakkan tangannya di bahu Chenle. Renjun yang mendengar ucapan keduanya hanya memutar mata malas, sedangkan Juno terkekeh pelan menyebabkan mata almond nya menyipit dengan cantik, apalagi bulu mata lentiknya tampak bergetar saat berkedip.

"Udah pada kenal kalian?" Tanya Juno penasaran.

"Sebagian ada yang udah kenal, karna penghuni lama, sebagian baru kenal langsung sksd hahaha" Taehyun tertawa diikuti oleh tawa yang lain.

"Sini gue bantu"

Jeno menoleh, ah ternyata pemuda yang membukakan pintu, namanya Jaemin. Sama seperti plot aslinya.

Tak ada yang menatap Jeno sama sekali karna sifatnya yang terlalu sok imut dan juga sok manis, lagipula siapa mereka? Mereka sudah biasa melihat banyak tipe manusia, pada akhirnya yang mau membantu Jeno hanyalah Jaemin yang tak terlalu memperdulikan hal hal seperti ini.

Tapi pada akhirnya Jaemin pun akan menjauhinya setelah cukup kesal menoleransi sikapnya. Jeno awalnya acuh tak acuh seperti itu bahkan lebih, tapi sekarang mau tak mau hati mungilnya sedikit tergores yang sangat tidak nyaman. Mungkin sejak dulu sifat aslinya memang semenjijikan ini, karna itu dia tak diizinkan memiliki emosi. Sekarang dia sama saja dengan Antagonis aslinya, dia tak panik, hanya saja merasa tak nyaman di hati bayinya.

Bagaimanapun asal dia tak berencana melawan Juno semua akan baik-baik saja, jadi biarpun di benci oleh yang lain dia tak perlu khawatir. Yang dia khawatirkan adalah hati pantat bayi miliknya akan membuat masalah. Semua prilakunya di lakukan dengan spontan tanpa kesadaran, dia tak dapat menghentikannya. Apa yang ada di hatinya akan langsung terealisasikan begitu saja.

"Makasih. Nono simpan koper dulu" lirih Jeno pelan, berjalan menuju ke arah tangga. Nada suaranya mengikuti suasana hatinya yang menurun. Jaemin menatap punggung Jeno yang menjauh dalam diam sejenak, lalu berbalik menuju ke arah pintu, membantu membawakan barang. Sedangkan Juno mengobrol bersama yang lain sebentar sebelum naik ke arah kamarnya.

Yo
Kaget matanya langsung banyak, padahal baru publish😔

Maaf banget nih klo ceritanya membosankan😔

Maintain Happiness In A Harem StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang