Seorang gadis tengah sibuk menata kamarnya lebih tepatnya kamar yang baru saja ia tempati. Disekitar gadis itu berserakan beberapa kardus yang berisi barang-barangnya yang belum ia beresi.
Puri menguncir rambutnya asal menampilkan lehernya yang jenjang. Ia fokus menyusun buku-buku dari dalam kardus ke rak buku. Puri ditemani dengan musik yang memenuhi sudut kamar Puri.
Cat kamar Puri berwarna putih dan ia belum memutuskan apakah akan menggantinya dengan warna yang lain. Manik coklat itu kemudian menyapu pandangannya dan helaan nafas kasar terdengar dari mulutnya.
Puri meraih kardus yang tidak jauh darinya, tangannya mengeluarkan beberapa perintilan dari dalam kardus. Gerakannya memelan ketika menemukan sebuah pigura keluarganya. Di sana ada Tama, Saras, Reno dan dirinya, hanya senyuman kecil yang terukir di dalam foto.
Puri mengusap pigura itu lalu segera meletakkannya diatas nakas.
Perpisahan Tama dan Saras benar-benar terjadi. Dua orang dewasa itu agaknya berpikir berpisah adalah jalan yang terbaik untuk saat ini. Bukan cuma Saras dan Tama yang berpisah namun Puri dan Reno tentunya kena imbasnya. Saras membawa Puri bersamanya dan meninggalkan kota Jakarta kini mereka berdua tinggal di kota Bandung. Sedangkan Reno tetap tinggal di Jakarta bersama dengan Tama.
Pun Puri hanya mencoba menerima keadaan yang sekarang. Beginilah realita kehidupan, tidak semuanya berjalan sesuai keinginan kita. Selain itu Puri juga mesti beradaptasi ditempat yang baru meskipun rasanya sulit mengingat kepribadian Puri yang pendiam.
Puri memutuskan menyudahi pekerjaannya, ia menghempaskan tubuhnya keatas kasur merasa lelah. Puri melirik jam diatas nakas, pantas saja perutnya sudah meminta asupan ternyata jam sudah menunjukkan pukul dua.
Gadis itu bangkit lalu turun ke dapur memeriksa makanan di sana. Makan siang sudah tersedia di sana, namun Puri tidak mendapati Bibi Sari di dapur.
Setelah mengetahui Saras dan dirinya akan pindah Puri meminta agar Bibi Sari ikut bersama mereka, karena Bibi Sari merupakan Asisten Rumah Tangga yang paling dekat dengan Puri dibandingkan yang lain. Rasanya Puri tidak siap harus menerima banyak perubahan ketika pindah.
Peralatan makan juga sudah diatas meja, Puri tinggal duduk dan mengambil makanan. Omong-omong sejak tadi pagi Saras pergi keluar dan belum kembali. Sikap Saras masih sama seperti dulu, wanita itu tetap menjadi Ibu yang masih sibuk dengan urusannya sendiri.
Agaknya Puri mesti memberi tahu Saras untuk mengurangi sikap workholicnya.
"Eh non sudah makan ternyata."
Selagi Puri asyik melahap makanannya Bibi Sari muncul dari pintu samping.
"Iya, nih Bi soalnya udah lapar. Bibi dari mana?"
"Bibi dari tetangga sebelah, non. Tadi nyonya berpesan buat ngasih semacam tanda ramah tamah, non buat tetangga. Jadi Bibi ngasih brownis aja, non."
"Oh ya? Kok bibi nggak ngasih tau kalau bibi bikin brownis?" Ada binar dimata Puri ketika berbicara mengenai kue.
"Bukan gitu, non. Bibi niatnya mau ngasih kejutan buat, non. Nggak mungkin Bibi lupa sama non. Kan, non suka sekali sama yang manis-manis."
"Bibi bisa aja, oh iya Mamah udah pulang belum?"
"Belum, non."
Bibi Sari mengambil brownis dari dalam kulkas. Puri semringah dan tidak sabar untuk mencicipi brownis coklat itu. Pun ia buru-buru menghabiskan nasinya yang tinggal beberapa sendok lagi.
***
Puri berjalan bersama seorang wanita paruh baya disampingnya. Hanya beberapa siswa yang barlalu lalang di koridor lantaran bel sudah berbunyi sepuluh menit yang lalu.
Hari ini adalah hari pertama Puri masuk sekolah barunya. SMA Nusa Bangsa terletak tidak terlalu jauh dari komplek Puri.
Kalau boleh jujur Puri sedikit gugup di hari pertamanya ini. Bayangan-bayangan seperti apa nanti teman sekelasnya memenuhi kepala Puri sejak keluar dari ruang guru.
"Nah, Puri kita sudah sampai, ini kelas XI IPA 1. Mari masuk, nak."
Puri mengangguk tersenyum manis, ia memilin jari-jarinya menyalurkan rasa gugup. Merasa sedikit rileks Puri mengikuti wanita itu dibelakang.
"Pagi semuanya."
"Pagi Bu."
"Baiklah sepertinya Ibu langsung saja. Jadi hari ini Ibu tidak datang sendirian, tapi bersama teman baru kalian. Silahkan, nak perkenalan dirimu."
Puri tersenyum tipis seraya menyapu pandangannya ke sudut kelas.
"Halo semuanya. Nama saya Puri Riane, saya pindahan dari SMA Merah Putih Jakarta dan semoga kita bisa berhubungan dengan baik."
"Pyuuut." Beberapa cowok dalam kelas mencoba menggoda Puri.
"Nggak usah norak, deh."
"Sudah-sudah harap tenang semuanya. Puri kamu bisa duduk di kursi yang masih kosong itu." Ibu guru menunjuk kursi barisan ketiga.
Puri menuju kursi dan langsung mendudukkan dirinya.
"Halo Puri." Sapa gadis disampingnya.
"Hai." Balasnya dibarengi senyuman berusaha terlihat ramah.
Suasana benar-benar terasa canggung bagi Puri.
***
Hari pertamanya berjalan lancar, tidak ada masalah yang berarti. Puri hanya perlu lebih menyesuaikan dirinya dan berbaur dengan teman sekelasnya. Tidak etis rasanya kalau Puri sama sekali tidak bergabung dengan mereka khususnya teman semejanya.
Begitu sampai ke rumah Puri tidak segera ke kamar mengganti bajunya. Ia membelokkan kakinya ke dapur memeriksa Bibi Sari.
"Bibi, hari ini sedikit panas ya."
"Iyakah, non? Tapi Jakarta jauh lebih panas, non."
"Kalau itu jangan ditanya lagi, bi. Mau ice coklat, dong bi."
"Siap, non." Bibi Sari memberikan jempol pada Puri.
Puri mengernyitkan dahinya mendengar bel rumah berbunyi. Tidak mendapatkan petunjuk siapa kira-kira itu Puri segera mengeceknya.
Puri membuka pintu dan dihadapan Puri berdiri seorang pria yang tidak Puri kenali. Pria itu mengenakan kemeja navy lengkap dengan celana bahan hitam. Ia memiliki wajah oriental. Puri jadi bertanya-tanya apakah pria didepannya seorang perokok atau bukan karna bibir tipis merah yang dimilikinya.
Puri masih mengira-ngira siapa pria ini dan gerangan apa yang membuatnya datang ke rumah Puri sore-sore begini.
"Saya mau nganter ini." Pria itu mengangkat sebuah kotak makanan berwarna biru.
Puri mangut-mangut lalu menerimanya dari tangan pria tersebut.
"Kemarin mbak-mbak yang di rumah ini ngasih brownis sama mamah saya dan saya mau ngembaliin tempat brownis nya." Tanpa diminta ia mejelaskan lebih detail.
"Iya, makasih, mas." Puri menerima kotak makanan yang disodorkan pria itu.
"Kalau begitu saya pergi dulu."
Puri sekali lagi hanya mengangguk sebagai respon, ia masih berdiri dibibir pintu sampai pria itu mencapai pagar kemudian ia menutup pintu.
_______________
TBC.
KAMU SEDANG MEMBACA
FIX YOU
RomancePuri Riane menyadari ketertarikannya pada Alam Sagara. Masalahnya Alam bukanlah pria single. Pria berusia dua puluh tujuh tahun itu sudah memiliki kekasih. Bagaimana Puri mengatasi perasaannya?