Puri berdehem menetralkan kegirangan dalam hatinya, ia berbalik badan dan kebingungan mendapati gerbang rumah terbuka, tidak biasanya seperti ini. Dan fakta terparkir nya mobil Tama dan Saras disana semakin membuat mengernyitkan dahinya namun secara bersamaan rasa senangnya berlipat ganda.
"Tumben papah sama mamah udah pulang jam segini." Ucap Puri dengan senyum tertahankan.
Ia meneliti sekali lagi dua mobil itu memastikan kalau ia tidak salah lihat.
"Hari ini kenapa kebahagiaan menghampiri gue, ya?" Gumam Puri. Pasalnya hal yang sangat jarang terjadi mendapati Tama dan Saras dirumah biasanya kedua orang itu akan terlihat di malam hari dan faktanya interaksi antara keluarga itu memang sangat minim.
Puri membuka pintu dengan senyum yang masih setia terpatri dibibir nya. Saat ia memasuki rumah hal tidak terduga menyambut Puri. Diruang tengah Tama dan Saras sedang adu mulut, sungguh berbanding terbalik dengan apa yang dibayangkan Puri sebelum menginjakkan kakinya didalam rumah.
Puri mematung, senyumannya luntur seketika ia menatap pias Tama dan Saras yang sepertinya tidak menyadari kehadirannya.
"Kenapa kamu selalu nyalahin aku?!" Teriak Tama.
"Apa?! Kamu nggak terima?! Selama ini aku diam aja, ya Mas dan sekarang aku makin nggak tahan sama kamu!!!"
"Siapa juga yang tahan sama kamu?! Sejak kamu mutusin untuk kembali ke dunia kerja kamu itu malah bikin aku makin muak sama kamu!!!"
"Karna sikap kamu dari awal emang udah nggak nerima aku, ngapain aku mesti di rumah jadi istri yang penurut sedangkan dari awal aku udah mendapatkan penolakan?! Aku nggak bodoh!!"
Dua orang dewasa itu berbicara dengan suara yang keras.Mereka saling berteriak satu sama lain. Puri tidak tahu harus berbuat apa dan tidak tahu apa sebenarnya yang dibicarakan Tama dan Saras. Ia ingin lari saja dan pergi dari sini tapi kakinya seolah tidak bisa bergerak.
Dada Tama naik turun, ia meraup udara sebanyak-banyaknya. Ia meraih vas bunga diatas bufet lalu melemparkannya ke dinding melampiaskan emosi. Suara pecahan cas itu terdengar jelas oleh Puri.
"Dan hal yang paling aku sesali kenapa kita sampe sejauh ini, kenapa kita nggak pisah saja dari awal! Biar kamu sama wanita itu bisa bersama!!!" Saras berteriak dengan air mata di pipinya.
Jantung Puri berdetak lebih cepat dari biasanya. Ia pasti salah dengar, kan?
"Kamu benar-benar bajingan." Tunjuk Saras pada Tama dengan emosi penuh.
Sekali lagi vas bunga menjadi korban amukan Tama. Keributan yang dibuat pasangan suami istri itu berhasil membuat dada Puri sesak tidak tertahankan.
"Aku mau kita pisah!!"
Air mata Puri luruh atas pernyataan Saras. Ini bagaikan mimpi buruk bagi Puri, dadanya terasa sesak ia benar-benar tidak tahu harus apa lagi sekarang.
"Katakan sekali lagi Saras!!!"
"Aku mau cerai!"
Tama mengetatkan rahangnya ia menatap Saras nyalang. Guci yang berada disamping bufet pun tidak luput dari amukan Tama.
Tama meninggalkan Saras di sana sendirian, lali-laki itu masuk ke ruang kerjanya dan menutup pintu dengan keras.
Cairan bening itu terus membasahi pipi Puri, dadanya sakit melihat Saras yang kini meluruhkan tubuhnya. Wanita itu terlihat tidak berdaya. Itu bukan Saras yang dikenal Puri selama ini. Ini adalah pertama kalinya ia melihat Saras dengan keadaan mengenaskan begitu.
Alih-alih menghampiri Saras Puri memilih keluar dari rumah, ia berjalan tidak tentu arah. Tangannya sibuk menghapus air matanya. Ia takut, segala dugaan-dugaan yang mungkin terjadi kedepannya terus saja melintas dalam pikiran Puri.
"Kenapa nggak mau berhenti, sih." Dumel Puri karena air matanya terus mengalir. Puri tiba di taman komplek, ia menghentikan langkahnya. Penampilannya sungguh kacau, ia mendongak memandang langit. Sekumpulan awan di langit sore sangat indah tapi itu tentunya tidak dapat membuat hati Puri lebih baik.
"Ini nggak adil." Ucap Puri parau.
Bekas air mata kering di wajah Puri, ia duduk melipat lututnya diatas rumput. Rentetan kejadian tadi terus berputar di kepala Puri. Puri hanya terdiam dan terus berharap kalau semua ini ternyata hanyalah mimpi saat ia bangun pasti semuanya baik-baik saja.
***
Puri melamun diatas tempat tidur. Sangat menyakitkan ketika menyadari semua ini adalah nyata. Tama yang melempar vas dan Saras yang meminta berpisah bukanlah mimpi belaka.
Tanpa Puri sadari setetes cairan bening jatuh lagi ke pipinya.
Ini sudah jam makan malam dan Bik Sari berulang kali meminta Puri untuk makan. Bahkan wanita itu mengantarkan makanan ke kamar Puri dan makanan itu masih utuh belum disentuh oleh Puri sama sekali.
Ceklek.
Reno muncul dari balik pintu. Ia sudah tahu dari Bik Sari apa yang terjadi tadi sore. Reno mendudukkan pantatnya didepan Puri.
"Lo makan dulu, Ri. Nggak usah terlalu mikirin kejadian yang tadi."
Puri terperangah, tentunya akan lebih menyakitkan ketika melihat dan mendengar persoalan tersebut secara langsung.
Sementara itu sampai saat ini Puri juga tidak tahu menahu keadaan Saras, pastinya hal ini lebih berat untuk Mamahnya. Sudah seberapa lama Saras tahu kalau Tama mempunyai hubungan dengan perempuan lain? Saras pasti tersiksa selama ini.
"Nggak akan ada yang pisah, Ri. Kita bakal tetap sama-sama."
"Mamah tadi bilang mau pisah sama papah," Puri melarikan pandangannya sangat susah untuk mengucapkan hal yang satu ini. Tama yang memiliki wanita lain adalah hal yang sangat sulit Puri terima. Ia tidak menyangka ternyata Tama sudah sejauh itu.
"Percaya sama kakak, Ri. Semuanya pasti baik-baik aja. Yang lo lihat tadi sore itu cuma sampe di situ aja. Itu cuma berantem biasa." Reno mencoba menenangkan Puri.
"Lo...nggak," Susah payah Puri mencoba mengungkapkan fakta yang mungkin terlewati oleh Reno.
Reno mengelus bahu Puri menenangkan gadis itu.
Puri memijat keningnya terlalu banyak menangis membuat pening melandanya, "Kak, papah..."
"Papah kenapa, Ri?"
"Papah selingkuh kak. Papah tega lakuin itu. Dia punya wanita lain. Gue benar-benar nggak tega, kak lihat mamah. Gue dengar sendiri kak, gue lihat semuanya." Tenggorokan Puri terasa sakit lantaran menahan cairan bening yang sedari tadi ingin luruh.
Wajah Reno sangat pias, hal yang ia dengar barusan diluar dugaan.
"Gue takut, kak."
"hustt, gue disini."
Reno meraih bahu Puri membawa ke pelukannya. Reno mengeratkan rahangnya. Pria itu benar-benar sampai hati memperlakukan mereka seperti ini. Mereka semua terluka dengan keadaan ini.
___________
TBC.
KAMU SEDANG MEMBACA
FIX YOU
RomancePuri Riane menyadari ketertarikannya pada Alam Sagara. Masalahnya Alam bukanlah pria single. Pria berusia dua puluh tujuh tahun itu sudah memiliki kekasih. Bagaimana Puri mengatasi perasaannya?