ten

101 3 0
                                    

Sikap Dewi yang begitu hangat mampu membuat Puri nyaman dengan wanita itu. Aura keibuan yang juga memancar membuat Puri tidak canggung pada Dewi. Dan disinilah Puri sekarang bersama Alam. Setelah Dewi kembali kerumahnya meninggalkan Alam dan Puri diruang tamu Alam langsung menyinggung tentang agenda yang dikatakan Dewi sebelumnya. Pun Puri mengajak Alam ke kamarnya.

"Yang lain dimana?" Tanya Alam ketika menaiki undakan tangga.

"Hah?" Puri berhenti memastikan sekali lagi pertanyaan Alam. Alam juga ikut berhenti, Puri terlihat lebih tinggi dari biasanya karena ia berada diundakan tangga yang lebih tinggi dari Alam. Puri bahkan sempat mengira-ngira berapa tinggi Alam.

"Kamu cuma sendiri di rumah sekarang?" Perjelas Alam.

"Ada Bi Sari di dapur kalo mamah lagi keluar kota, Mas."

"Oh."

Puri yang memimpin sementara Alam setia mengikuti Puri hingga dihadapan mereka terdapat pintu berwarna coklat polos tanpa ada perintilan yang tergantung disana.

Gadis itu membuka pintu perlahan dan mereka disambut dengan keadaan kamar Puri yang membuatnya meringis malu pada Alam.

"Maaf mas sedikit berantakan."

Alam hanya melewati Puri, ia malah jongkok memeriksa paket Puri yang masih tersegel.

"Itu cat-nya, mas." Puri sempat dilanda kebingungan lantaran warna-warna yang muncul di aplikasi begitu menarik perhatiannya. Lalu pilihannya jatuh pada warna pink silky.

"Kamu ada cutter?"

Dengan sigap Puri mengambil cutter dari atas meja belajar. Alam menerima tanpa mengalihkan pandanganya. "Ini udah lengkap semuanya? Udah ada planirnya?"

Puri menggigit bibirnya karena tidak paham apa yang dimaksud pria itu. Yang ia tahu ia hanya perlu membeli cat yang diinginkannya saja beserta dengan kuas roll lalu tinggal menutupi dinding kamarnya dengan pink silky.

"Planir itu proses pertama sebelum kita nanti nutupin cat kamar kamu."

Ada beberapa cat kaleng yang berada didalam kardus, Puri ikut mengecek planir yang Alam sebutkan. Ia memeriksa satu per satu dan menemukan bahan yang dimaksud. Puri menunjukkannya pada Alam, ia tersenyum lega lalu Alam mulai mempersiapkan alat yang nantinya mereka butuhkan.

Langkah pertama yang dilakukan oleh Alam adalah melapisi dinding dengan planir terlebih dahulu. Bagian ini digunakan agar saat mengecat nanti dinding tertutup dengan sempurna.

Puri sendiri menggeser meja belajarnya. Baik-baik Alam dan Puri sama-sama berkutat dan bekerja sama. Beberapa menit berlalu Puri sendiri merasa ruang geraknya tidak bebas lantaran kehadiran Alam. Sepertinya ide Dewi bukanlah pilihan yang tepat untuk Puri. Selesai dengan urusan meja belajar Puri berjalan mendekati Alam.

Hari ini Pria itu mengenakan kaos abu-abu dengan celana jeans pendek. Rambutnya tidak klimis namun memberikan kadar ketampanan Alam bertambah berkali lipat. Puri mengerjap beberapa kali, ia menegaskan pada dirinya kalau pria yang membelakanginya ini sudah taken alias mempunyai kekasih.

Memangnya salah ya, cuma memuji? Kenapa aku berlebihan seperti ini, Puri menepis pikiran konyolnya.

"Kamu suka dengerin the Beatles?" Alam membalikkan tubuhnya.

"Nggak, mas. Tapi saya beberapa kali dengar karna kakak saya emang suka sama musik semacam itu."

"Oh, saya kira kamu suka karna saya lihat kamu punya satu albumnya."

Pandangan Puri mengarah pada Five Nights In the Juno Area yang terletak begitu saja diatas nakas. Saat hari dimana Puri dan Saras akan pergi dari rumah, perasaan melankolis Puri muncul. Ia mendatangi kamar Reno dengan mata bengkak dan sembab. Sama seperti Puri yang bersedih namun bedanya Reno tidak menunjukkan air matanya pada Puri. Reno mendekap Puri, jelas situasi ini sangat berat baginya. Andai saja ia sudah memiliki pemasukan sendiri pastinya Reno akan mengajak Puri tinggal bersama jauh dari Tama dan Saras. Mereka berdua sama-sama masih berada di bangku sekolah tentu bukan pilihan tepat jika Reno memaksakan pergi dari rumah bersama Puri. Pikiran itu sebenarnya muncul begitu saja saat persidangan Tama dan Saras berlangsung. Orangtuanya saja bisa bersikap egois dan kenapa mereka sebagai anak tidak bisa. Pun ia menyesali karena tidak memanfaatkan fasilitas dan uang saku yang diberikan Tama membangun usaha, kafe misalnya. Puri mengeluarkan segala kegelisahannya pada Reno, sementara laki-laki itu menguatkan dan menenangkan Puri. Hingga tanpa alasan yang jelas Reno memberikannya salah satu album yang beranggotakan empat orang itu. Padahal setahu Puri Five Nights in the Juno Arena adalah favorit Reno. Sisi lain Reno keluar begitu saja.

Mengingat itu Puri jadi rindu pada Reno. "Itu punya kak Reno."

"Reno? Kakak kamu?"

"Iya."

Alam mencelupkan kuas roll lalu melanjutkan kegiatannya.

"Kak Reno tinggal bareng papah." Sedetik kemudian Puri menyadari kalau ia memberikan informasi yang tidak penting.

"Kenapa kamu nggak nyalain musik? Kayaknya lebih asyik kalau kamu putar lagu." Saran Alam memecahkan kecanggungan yang jelas terpancar dari Puri.

Puri tersenyum ia menyalakan speaker berukuran kecil yang biasa ia gunakan lalu menghubungkannya dengan bluetooth ponselnya.

"Mas suka lagu apa?"

"Kamu putar aja playlist Spotify kamu."

"Nggak apa-apa nih, mas?"

"Se-happy kamu aja, Ri. Lagian nggak ada yang salah disana. Memangnya playlist kamu kayak apa?"

"Lagunya biasa aja sih, mas."

Puri meng-klik tanda putar kemudian ikut bergabung dengan Alam. Ia mencelupkan kuas roll memulai melapisi dinding kamarnya.

Lantunan lagu yang didominasi oleh Taylor Swift menemani mereka hari itu. Ditengah-tengah kegiatan Bibi Sari muncul dengan nampan berisi minuman dan cemilan, ia juga sempat menyemangati dua orang berbeda jenis kelamin itu. Alam sesekali membantu Puri karena tidak terlalu cakap. Hingga saat matahari sudah turun dan udara sore Bandung yang terasa lebih bersahabat akhirnya mereka menyelesaikannya.

Alam meregangkan otot-otot pegal terutama bagian lengan. Puri tersenyum melihat hasil yang sesuai ekspektasi nya. Mereka tidak menge-cat semua dinding kamar. Ada beberapa bagian yang masih berwarna putih. Konsep yang diinginkan Puri memang bukan girly yang serba pink. Ia hanya ingin menambahkan beberapa warna agar kamarnya tidak terlalu polos. Dinding yang hanya berwarna putih memberikan kesan seperti rumah sakit baginya.

Barang-barang seperti lemari, meja rias dan rak buku juga sudah disusun. Puri hanya perlu merapikan kamarnya.

"Makasih, ya mas udah bantuin saya." Ucap Puri tulus.

"Sama-sama. Kalau kamu nanti butuh bantuan buat geser-geser rak atau meja belajar kamu bisa minta bantuan saya."

Puri meringis tidak enak, "Makin ngerepotin nanti. Lagian kan barang-barang juga udah disusun. Saya nggak mau ubah lagi, kok. Sekali lagi makasih, mas."

"Santai aja, saya juga nggak punya kerjaan. Di rumah aja juga bikin saya bosan." Tukas Alam.

Puri menipiskan bibir. Mereka berdua sama-sama duduk diatas lantai. Keduanya keluar dari kamar menuju lantai bawah. Hingga Alam pamit undur diri Puri langsung membersihkan diri. Badannya terasa sangat lengket dan tidak nyaman.

________________

TBC.

FIX YOU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang