eighteen

78 2 0
                                    

"Kak Reno mana, Bik?" Itulah hal yang pertama Puri tanya ketika sampai dirumah. Sekarang jam tiga sore dan Puri baru saja pulang sekolah. Rere, Alea, dan Ruby mengajak Puri hangout ke kafe yang baru buka yang tidak jauh dari daerah sekolah. Tentu Puri menolak ajakan tersebut pasalnya Puri tahu ia dan Reno tidak akan bisa sering bertemu kedepannya. Jarak juga menjadi penghalang utama.

"Den Reno lagi dihalaman belakang, non."

" Makasih, bik."

Puri menghampiri Reno. Seragam sekolah masih membalut tubuhnya. Disana Reno sedang duduk bersantai menikmati suasana sore hari.

"Udah pulang aja, lo."

"Iya, kan udah sore." Puri mengambil tempat disamping Reno. Mereka hanya dibatasi oleh sebuah meja bundar yang kecil.

"Sekolah lo gimana, btw? Udah ada pacar belum?"

"Biasa aja, nggak yang gimana-mana. Lo salah ngasih pertanyaan deh kak. Gue kan disini masih sebulanan jadi ya gitu deh belum kerasa enaknya. Lo tau kan gue orangnya gimana." Terang Puri.

Ia menatap lurus kedepan, bagaimana ia bisa mendapatkan kekasih sedangkan orang yang disukainya tidak ada disini. Karena sebenarnya Ardian sesekali masih singgah di dalam pikiran nya.

"Walaupun sulit pasti lo bisa, Ri. Kalau ada apa-apa kasih tau gue. Meski sekarang keadaannya udah nggak kayak dulu gue tetap jadi kakak lo."

"Makasih, ya kak. Semuanya tiba-tiba banget, gue kadang masih nggak percaya. Gue benar-benar berharap ini cuma mimpi. Kok jadi mewek gini, sih." Puri menengadah. Sebagai anak ia menyalahkan mamah dan papahnya, keadaan dan segalanya. Ini terasa sangat tidak adil.

"Kak, lo nggak usah balik, ya?" Pinta Puri. Kedua matanya berkaca-kaca, tenggorokannya terasa terhimpit begitu pula dengan dadanya. "Lo disini aja sama gue dan mamah."

"Lo tau Ri keadaannya udah beda. Jangan sedih-sedih gitu dong. Kita masih bisa ketemu, nanti jangan malas lagi chat atau telepon gue."

"Ishhh, harusnya lo kan yang inisiatif."

Reno tersenyum lalu menghembuskan nafas kasar. Laki-laki itu menatap Puri dengan pandangan yang sulit diartikan.

"Lo kenapa, kak? Kok kelihatan gelisah, mau ngomong apa, sih?"

Pasalnya sedari tadi Reno terlihat memberitahu sesuatu namun seperti ada yang menahannya.

"Sebenarnya gue kesini mau kasih tau sesuatu sama lo."

"Kenapa nggak dari chat aja? Kan bisa juga dari telepon." Diam-diam Puri menelan ludah. Jujur saja ia sudah merasa tidak keruan. Berita penting apa kira-kira yang mengharuskan Reno sampai menghampiri nya ke Bandung begini.

Reno menoleh pada Puri. Puri merupakan seorang gadis yang pendiam. Ia tidak banyak omong, namun gadis itu mampu berbicara banyak hal dengan Reno. Saras dan Tama sudah sibuk dengan pekerjaannya masing-masing sejak mereka berdua kecil. Dulu kakak beradik itu masih terlalu kecil untuk memahami hubungan Saras dan Tama yang rumit.

Puri kecil mengira bahwa setiap orangtua pasti sibuk mencari uang. Hal itu yang dikatakan Tama setiap kali Puri bertanya kenapa papahnya jarang bersama mereka. Bahkan ketika akhir pekan.

Saat Puri berada di taman kanak-kanak salah satu teman sekelasnya bercerita bagaimana mereka sekeluarga menghabiskan akhir pekan di kebun binatang. Puri mencuri-curi dengar, bahkan temannya itu memamerkan ketika ia melihat ular yang besar.

Beberapa hari kemudian Puri mengatakan kepada Saras ia ingin ke kebun binatang seperti temannya pada saat makan malam. Puri belum pernah melihat ular, ia juga ingin melihat buaya dan rusa. Hingga Puri kecil bersorak bahagia karena Tama bersedia akan pergi ke kebun binatang.

Puri sangat bersemangat, ia selalu mengungkit hal itu kepada Reno. Hari yang ditunggu pun tiba. Tama, Saras, Reno dan Puri pergi ke kebun binatang didaerah mereka. Puri menunjuk-nunjuk kegirangan ketika memberi makan rusa dari gendongan Tama. Namun saat melihat ular sanca yang besar, Puri bergidik ketakutan. Sementara Reno berani memegang ular tersebut Puri memandang kakaknya itu kagum. Hari itu Puri amat bahagia.

Katanya ingatan terhadap kejadian masa lalu merupakan ingatan kita kapan kejadian itu terakhir kali dikenang. Bukan kapan terjadinya hal itu terjadi.

Sampai sekarang Puri masih ingat betul kenangan saat mereka ke kebun binatang. Karena Puri sering mengingat hal itu, bahkan ketika Puri melewati jalan arah ke tempat itu, pikiran nya langsung terlempar ke kenangan bahagia itu.

Terkadang Puri merasa miris disaat bersamaan karena kenangan kebun binatang adalah salah satu dari sedikitnya momen keluarga mereka yang berkesan.

Sekarang Puri masih setia menunggu sesuatu yang akan Reno beritahu. Terlihat jelas keengganan Reno untuk membuka suara.

"Jangan bikin gue penasaran, kak." Sungut Puri.

Entah sudah kesekian kali Reno menghela nafas kasar, ia terdiam selama beberapa detik sebelum pernyataan yang tidak Puri duga keluar dari mulutnya.

"Papah nikah minggu depan."

Puri tahu ia pasti akan mendengar hal ini. Namun ia tidak pernah membayangkan Tama akan menikahi wanita lain secepat ini.

Puri tidak bisa memberi reaksi apapun kecuali menelan kekecewaan dan kesedihan. Ia berkedip beberapa kali, hingga titik bening jatuh diatas pipinya.

"Kenapa papah tega? Bahkan papah nggak butuh waktu lama buah ngelakuin ini. Demi apapun mereka baru aja cerai, masih sebulan kak. Dia nggak mikirin perasaan mamah, bahkan anaknya." Pertahanan Puri roboh. Rasa kekecewaan yang menggebu pada Tama tidak bisa dibendung.

Reno berdiri dari duduk nya dan menggapai Puri ke pelukannya. Adiknya begitu menyedihkan, ia sengaja menghampiri Puri kesini karena tahu gadis itu pasti sangat terpukul. Ia tidak ingin Puri melewati ini sendiri walaupun hanya sebentar Reno ingin berada disamping Puri.

"Secepat itu ya kak buat Papah. Kenapa Papah ngelakuin ini?" Puri merasa tidak diberi waktu rehat untuk sejenak. Semua terjadi bertubi-tubi.

"Gue benci Papah, kak."

"Jangan ngomong gitu, Ri. Papah itu tetap papah lo gimana pun juga."

"Papah aja nggak mikirin gue. Selama ini dia cuma sibuk kerja dan ternyata dia juga punya wanita lain." Bibir Puri berkedut menahan isakan tangis.

Reno memegang bahu Puri, "Jangan pernah mikir lo cuma sendirian ngehadapin ini semua, gue selalu ada buat lo."

Puri mengangguk.

"Semua ini mungkin adalah jalan yang terbaik. Pasti ada hikmah dibaliknya. Lo nggak ingat gimana dulu hubungan mamah sama papah yang begitu dingin. Mungkin dengan perpisahan mereka Mamah sekarang lebih bahagia begitu juga Papah. Kita sebagai anak nggak boleh merasa paling tersakiti dan egois."

"Tapi kak, kenapa mereka..." Puri menggigit bibir bawahnya.

"Jangan lupa, Ri. This is their first life too."

_______

Tbc.

FIX YOU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang