fifteen

81 0 0
                                    

Puri membuka aplikasi pesan berwarna hijau untuk menghubungi Saras. Belum sempat membuka room chat dirinya dan Saras notifikasi pesan dari Reno nampak dilayar ponselnya.

Jari Puri mengklik pesan dari kakak laki-lakinya terlebih dahulu.

Laki-laki berusia delapan belas tahun itu mengirim sebuah foto dirinya dengan pose jempol.

Tiba-tiba sekali, pikir gadis itu.

Hingga iris coklat itu fokus pada latar belakang foto itu. Tentu ia sangat mengenali ruangan itu. Lukisan dibelakang Reno dan sofa empuk berwarna coklat itu merupakan benda-benda diruang tamu rumahnya. Puri dapat memastikan hal itu dan apakah itu artinya Reno sedang diBandung?

Kk Reno
Kok jam segini lo belum pulang?
Kelamaan nunggu gue balik

Puri membola kedua matanya terkejut. Perasaan senang membuncah didadanya. Reno memberi surprise.

"Guys, kayaknya gue pulang duluan, deh." Tukas Puri memberitahu.

"Loh kenapa? Nyokap lo nggak ngizinin?" Rere menyuarakan pertanyaan.

"Bukan gitu, kakak gue Reno lagi dibandung sekarang. Makanya gue mau cepat-cepat ketemu sama dia."

"Lo punya kakak, Ri?"

"Yup, nanti deh gue ceritain."

"Yaudah kalau gitu lo hati-hati, ya. Banyak abang-abang soalnya nanti lo digodain lagi." Seperti biasa Rere berseloroh melontarkan candaan.

"Dasar." Timpal Alea.

"Hati-hati, Ri." Ruby selalu menjadi yang paling manis diantara ketiganya.

"Ri kenalin sama kakak lo, ya."

Puri terkekeh geli hingga matanya tidak sengaja menoleh pada tempat duduk Alam dan Saphira tadi. Ia sudah tidak mendapati kedua sejoli itu disana. Nampaknya mereka sudah menyelesaikan makan siang mereka dan meninggalkan restaurant.

Gadis yang masih dibalut dengan seragam putih abu-abu itu berkedip beberapa kali lalu berdiri meninggalkan pelataran restauran.

***
Puri melewati kerumunan mall dengan hati yang membuncah. Kini Puri susah sampai didepan mall. Ia celingak-celinguk mencari taksi. Selang beberapa menit kemudian taksi juga belum muncul namun malah sebuah mobil berwarna hitam berhenti tepat didepan Puri.

Kaca mobil turun perlahan memperlihatkan dua orang berbeda jenis kelamin yang sama sekali Puri tidak sangka.

"Hai." Saphira menyapa dari kursi penumpang.

"Mbak," Puri mengangguk lalu beralih pada Alam. "Mas."

"Kamu mau pulang?"

"Kebetulan iya, mas."

"Ayo naik."

Puri menggeleng tanpa ragu, terselip rasa sungkan disana. Kemudian ia beralih pada Saphira yang juga sedang menatapnya.

"Enggak usah, Mas. Ini aku lagi nyari taksi."

Saphira, wanita itu tersenyum hangat. Ia benar-benar seorang perempuan yang cantik dan baik. "Udah, masuk aja ngapain sungkan kan kalian berdua tetanggan."

"Bareng aja, Ri." Tambah Alam dibalik kemudi.

"Tuh, kan."

Puri menipiskan bibir tidak mempunyai pilihan lain selain menyetujui ajakan sepasang kekasih itu. Ia kemudian membuka pintu mobil.

"Oh iya, mbak belum tau nama kamu." Saphira menoleh ke belakang.

"Puri, mbak. Nama aku Puri." Jelas Puri.

Saphira mengangguk, wanita itu kembali melongokan kepala kebelakang.

"Omong-omong kamu pindahnya dari kapan? Udah lama atau gimana?"

"Kayaknya udah sekitar sebulanan, mbak."

Mobil berhenti di lampu merah, Puri menyenderkan punggung nya ke kursi mobil. Ia tersenyum tipis melihat keramaian Bandung sore hari. Entah mengapa tidak butuh waktu lama untuk jatuh cinta pada kota ini. Tapi perlu dicatat ia hanya menyukai suasana kota Bandung namun ia masih belum dapat beradaptasi terutama disekolahnya.

Puri menatap ke arah depan, kecanggungan dalam diri Puri ketara sekali. Apalagi hanya suara kelamaan mobil yang saling bersahutan yang hanya dapat ditangkap telinganya.

"Aku play radio." Beritahu Saphira.

"Kamu masih mampir ke kafe kan?"

Mobil mulai bergerak dan berbelok kearah yang belum Puri kenal. Sepertinya ia belum pernah ke daerah ini. Maklum, walaupun sudah beberapa minggu menetap di kota ini Puri masih saja betah bergelung di kamar. Gadis itu belum mengeksplorasi tempat ini. Palingan ia keluar mentok ke rumah tetangga alias Alam, pria yang duduk di kursi kemudi. Barangkali kalau ada seseorang yang mengajaknya menelusuri Bandung pastinya Puri akan bersedia.

"Iya kayaknya Sela sama yang lain udah pada nunggu."

"Janjiannya jam berapa?"

"Jam 5."

Mendengar percakapan dua sejoli didepannya sontak Puri melirik jam di pergelangan tangan. Benda itu sudah menunjukkan pukul setengah enam.

"Kamu telat setengah jam berarti."

"Iya, lagian aku udah ngabarin kok."

"Oh iya, aku lupa ngasih tau aku masuk kandidat kuat buat promosi mewakili divisi." Wajahnya Saphira berseri ketika mengucapkannya.

"Selamat, Ra. You deserve it." Alam berkata dengan nada tulus. Tangannya yang bebas meraih tangan Saphira untuk ia genggam.

Puri menyaksikan semua interaksi sepasang kekasih itu. Dua orang dewasa yang menjalin hubungan diusia yang terbilang matang. Pastinya tidak ada pertengkaran ala cinta anak remaja dalam hubungan mereka.

Puri menggigit bagian dalamnya. Rasa kagumnya pada Alam tiba-tiba saja naik kepermukaan.

Mobil Alam berhenti di sebuah kafe, dilihat dari kawasannya sepertinya daerah ini cukup terkenal. Puri menyapu pandangan dari dalam mobil, diluar banyak sekali anak muda seumur Puri yang keluar masuk kafe.

"Makasih buat ini, sayang." Saphira mengangkat totebag ditangan kanannya.

"Mbak duluan, Puri."

"Iya, mbak."

"Hati-hati."

Saphira turun dari mobil, postur nya dari belakang saja terlihat bagus. Puri mengernyit dahi, ia menyadari kemiripan postur tubuh Saphira dan Laura. Seketika ia menyetujui bahwa mereka berdua merupakan kakak adik. Tapi masih ada pengecualian, ya tentu Puri langsung menyuarakan perbedaan sikap antara kakak adik itu dengan lantang.

"Pindah kedepan, Ri." Itu suara Alam.

Tentu saja Alam menyuruh Puri karena tidak ingin ia terlihat seperti seorang supir pribadi.

_______

Tbc.

FIX YOU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang