Revisi version
____________
Pertama kalinya Puri menginjakkan kaki di rumah barunya di saat itu pula harapan-harapan Puri rapalkan dalam hati. Semoga saja keadaan lebih membaik. Puri kesulitan berinteraksi dengan orang baru namun untung saja ia bertemu dengan orang-orang seperti Rere, Alea, dan Ruby.
Beberapa minggu sudah terlewati, kali ini diminggu pagi yang cerah dan hangat akhirnya ajakan Dewi membuat kue bersama Puri terealisasikan.
Dua wanita beda generasi itu berkutat di kitchen island. Dapur Dewi merupakan idaman bagi yang menyenangi kegiatan masak-memasak. Peralatan masak yang begitu lengkap dan tersusun rapih. Terdapat kabinet yang berisi bumbu-bumbu. Kata Dewi juga ia memang sengaja membuat daerah dapur luas agar ia lebih leluasa bergerak ketika mencoba resep baru. Bagi Dewi dapur adalah ruangannya di rumah yang terdiri dari dua lantai ini.
"Jadi kue nya bukan dipanggang di oven ya, Tan?" Tanya Puri pada Dewi yang sibuk mengandung adonan kue.
"Nggak, Ri. Tapi dikukus pake api kecil nanti juga sambil di olesin pake minyak goreng."
Puri mangut-mangut, ia mengelap peluh di keningnya dengan tangannya yang bebas sementara tangannya yang lain memasukkan kacang hijau yang sudah dikukus kedalam blender.
"Sudah dimasukin kacang hijaunya, Ri?"
"Udah, Tan."
"Jangan lupa santannya juga, ya." Dewi mengingatkan.
"Siap, Tan."
"Tante juga sering bikin kue bareng sama anak tante. Namanya Neira, tapi sekarang dia udah nikah. Kalau Neira kapan-kapan main Puri mau kan nanti masak bareng? Pasti Neira senang." Dewi memberi informasi pada Puri.
"Ternyata Mas Alam punya kakak perempuan?"
"Bukan kakak tapi adik. Neira langkahin mas nya."
Puri mengangguk paham atas penjelasan Dewi.
"Tante juga udah punya cucu loh, Ri."
"Pasti lucu banget, tan."
"Iya, tinggal nunggu cucu dari Alam. Saphira sabar sekali nunggu Alam."
Dewi membalikkan tubuhnya mengarah pada Puri. Tubuh keduanya dibalut dengan celemek, Dewi pamit sebentar pada Puri ke kamar. Puri mempersilahkan Dewi hingga punggung wanita paruh baya itu hilang.
"Oh iya santannya." Monolog Puri.
"Mamah mana?"
Puri tersentak kaget sampai-sampai ia menumpahkan santan tersebut. Orang itu bukan lain adalah Alam. Ia menghampiri Puri yang kini celemek nya sudah basah oleh santan.
"Makanya hati-hati."
Puri menghiraukan Alam ia menunduk lalu melepaskan celemek. Ia beranjak dari sana mengambil sesuatu untuk membersihkan tumpahan santan yang menggenang di lantai. Alam turut membantu, mereka menggunakan kain lap.
"Makasih ya, mas."
"Anytime, memangnya mamah kemana?"
"Katanya tadi pergi bentar ke kamar tapi nggak tau juga mau ngapain."
Alam ber-oh ria seraya membuka lemari es. Ia mengambil air dingin dari sana dan menuangkannya ke gelas. Alam meminumnya hingga tandas. Pergerakan Alam tidak luput dari Puri sampai tenggorokannya yang naik turun saat meneguk. Gerakan tonjolan di leher Alam membuat ia semakin maskulin.
Puri berdehem, lebih baik ia melanjutkan kegiatannya saja. Ia memilih menyalakan blender kembali untuk menghaluskan kacang hijau sebagai isian kue Ku nanti. Namun Alam juga tak kunjung beranjak dari area dapur malahan kini ia berdiri di hadapan Puri. Hanya sebuah marmer yang membatasi mereka berdua.
"Kamu bisa masak?" Pertanyaan itu meluncur dari mulut Alam.
Puri mengangkat pandangannya selagi tangannya masih sibuk memegang blender namun tak ayal menjawab Alam.
"Bisanya yang simpel-simpel aja, kayak pasta, nasi goreng gitu. Kalau kue ini juga baru belajar, mas."
Puri tidak tahu apa tanggapan Alam karena selanjutnya ia berbalik badan mengambil wadah kemudian menuangkan kacang hijau yang sudah halus tadi.
Selanjutnya Puri tidak tahu lagi harus melakukan apa pasalnya ia sendiri baru pertama kali membuat kue. Untuk itu ia menunggu eksistensi Dewi.
"Terus habis ini mau ngapain lagi?" Tanya Alam yang masih setia di posisinya tadi.
"Enggak tau juga, Mas. Nunggu tante Dewi dulu soalnya saya nggak tau takutnya nanti salah lagi. Tapi ini nanti buat isian kue nya."
Nampaknya Alam tidak mempunyai kegiatan lain di weekend ini. Omong-omong memangnya Alam tidak pergi berkencan dengan Saphira. Bukankah biasanya orang yang berpacaran memanfaatkan hari ini untuk menghabiskan waktu bersama kekasih.
Daripada terjebak kecanggungan antara dia dan Alam, Puri memilih membereskan peralatan masak yang sedikit berantakan.
Dewi muncul dengan penampilan yang sudah berubah, tadi Dewi hanya memakai daster rumahan khas ibu-ibu namun sekarang wanita itu memakai tunik yang dipadukan dengan celana panjang berwarna putih.
Puri yang tadinya sempat semringah langsung mengerutkan kening. Dewi mendekat dengan wajah tidak enak, ia tersenyum pada Puri.
"Neira tadi nelpon katanya Mico mau ketemu mamah. Kangen katanya cucu mamah." Tutur Dewi menyebutkan nama cucu tersayang. Putra Neira yang berusia tiga tahun itu menjadi favorit semua orang seketika. Apalagi dia merupakan cucu pertama dikeluarga mereka.
"Kamu bantuin Puri. Puri nggak apa-apa kan kamu sama Alam yang lanjutin kuenya?" Dewi beralih pada Puri.
Puri melempar pandangan pada Alam. Puri tidak dapat membayangkan seperti apa nantinya hasil kue ini jika Dewi memberi alih pada mereka berdua. Yang pastinya Puri belum bisa membuat kue Ku tanpa Dewi sebagai pendamping. Kalau Alam sebenarnya Puri sedikit meragukan kemampuan pria itu.
"Kamu tenang saja Puri. Alam bisa, kok bikin kue nya. Yah walaupun nggak seenak buatan tante tapi rasanya oke-oke saja."
"Yah, mamah bandingin nya nggak sebanding. Masa kue buatan ku dibandingin sama kue buatan mamah." Alam menggerutu.
Puri sendiri mengerjap beberapa kali memastikan ia tidak salah dengar. Ia melirik Alam dengan ekor matanya. Alam hanya melengos melewati Puri begitu saja tanpa memperdulikan tatapan bertanya padanya.
"Yaudah kalau gitu tante pergi dulu ya. Lagian bahan-bahannya juga kan sudah siap kayaknya bikin beresin adonan yang tanggung tadi sama nyetak, kan?" Sekali lagi Dewi memastikan. "Kalian hati-hati, ya. Alam kamu harus ajarin Puri yang benar."
"Mamah juga hati-hati. Dianter sama siapa?"
"Mamah naik taksi aja. Ya sudah mamah pergi dulu."
"Say Hi buat Mico, Mah."
"Iya-iya, sama adikmu kamu nggak ngasih salam juga?"
"Sekalian maksudnya."
"Tante pergi, ya."
"Iya, tan."
Puri menunduk lalu memicing pada Alam, "Kenapa mas nggak bilang kalau ternyata mas itu bisa bikinnya?"
"Kamu nggak nanya." Alam mengendikkan bahu cuek. Alam melanjutkan adonan yang sebelumnya sudah Dewi adon.
____________
Tbc.
KAMU SEDANG MEMBACA
FIX YOU
RomancePuri Riane menyadari ketertarikannya pada Alam Sagara. Masalahnya Alam bukanlah pria single. Pria berusia dua puluh tujuh tahun itu sudah memiliki kekasih. Bagaimana Puri mengatasi perasaannya?