Bab 29: Maaf

1.7K 162 12
                                    

Selamat Jumat Agung semua!

***

Xavier mengerjapkan mata ketika salah seorang pengawal membangunkannya. Hari sudah malam dan ia akhirnya sampai di istana. Lelaki itu menghela napas pelan seraya  turun dari kereta kuda.

Istana tak terasa sama seperti dulu. Ia lebih merindukan Aria. Dulu, ia senang ketika pulang ke bangunan besar itu. Ia akan akan bertemu dengan gadis kesayangannya.

Kini, Aria tak lagi di sana. Seluruh ruangan besar itu terasa kosong. Aria adalah rumahnya.

"Selamat datang, Yang Mulia." Seorang lelaki bertubuh tegap membungkuk hormat.

"Tegakan tubuhmu, Dexter," ucap Xavier sambil berjalan melewatinya. 

Lelaki di hadapannya itu adalah Dexter, ajudan pribadi yang ditugaskan untuk membantu Xavier selama empat tahun terakhir ini.

"Besok pagi akan ada pertemu dengan Raja Verona terkait dengan pembangunan berikutnya, Yang Mulia," ucap Dexter membacakan agenda kegiatannya besok.

Xavier tersentak. "Begitukah? Aku pikir, aku tidak punya banyak kegiatan besok. Dan Yang Mulia Zenith sedang bepergian ke tempat lain juga, bukan?"

"Ada pertemuan mendadak, Yang Mulia. Raja Verona sudah sampai di sini sejak tadi siang." Dexter berdeham pelan. "Juga, Putri Sesilia."

Xavier mendesis.  Sesilia berada di sini?

"Apa Anda ingin menemui Tuan Putri Sesilia?" tawar Dexter lagi dengan canggung.

Xavier buru-buru menggeleng. "Tidak, aku ingin istirahat.  Perjalanan ke Methia cukup melelahkan," jawab lelaki itu cepat.

Dexter hanya mengangguk mengiyakan Xavier. Sementara, putra mahkota itu masuk ke dalam kediamannya.

Ia menghela napas pelan. Proyek dengan Verona memang berjalan baik, tetapi tidak sebaik yang dikira. Ada pemberontakan yang terjadi di setiap proyek itu dilakukan. Seolah-olah banyak rakyat yang  menentang dan mungkin, itu yang ingin Raja bicarakan.

Xavier berjalan ke arah kamar. Ia membuka pintu dan sedetik kemudian membelalakan mata tak percaya. Seorang perempuan duduk di atas sofa dalam kamar miliknya. Dengan teh kamomil di atas meja dan kue-kue kecil di sana.

Xavier mengedarkan pandangan. Ia menemukan beberapa barang milik Sesilia di kamar itu. Dahi Xavier berkerut. Ada apa ini?

"Hai," ucap Sesilia ringan. "Aku menunggumu, dan kupikir, aku bisa menikmati teh dan kue sembari membaca."

Xavier masih membeku. Ia tak mengerti. Kenapa tiba-tiba gadis itu berada di sana?

"Ah, kamu pasti lelah! Aku akan minta pelayan menyiapkan air hangat untuk kamu berendam." Sesilia buru-buru berdiri. Ia berencana keluar dari kamar.

Xavier memicingkan mata. Ia tampak bingung. "Ada apa?"

"Hm?"

"Kamu... kenapa kamu berada di sini?" tanya Xavier lagi. Ia memerhatikan barang-barang Sesilia. "Apakah ada sesuatu yang penting yang ingin kamu bicarakan?"

Sesilia menggeleng. "Tidak ada. Aku hanya ingin bersamamu." Ia berkata cepat seraya membuka knop pintu tetapi Xavier buru-buru menarik tangannya.

"Aku bisa melakukannya sendiri," ucap Xavier cepat. Sesaat, bola mata biru Xavier bertatapan dengan milik Sesilia. Tetapi, tak ada getaran di sana. Hanya kecurigaan.

Sesilia mengangguk. "Begitukah? Ah, tetapi, itu sudah akan jadi tugasku nanti, bukan? Kalau aku jadi istrimu, maka, aku harus melayanimu."

Xavier menelan ludah. Yang benar saja?

ECLIPSIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang