Pemandangan menyejukan mata tampak terbentang di depan Phyrius. Lelaki itu duduk di beranda rumahnya yang berada di atas bukit. Pemandangan kebun agrikultur terbentang luas sepanjang mata memandang. Secangkir teh yang amat harum terletak di sebuah meja kecil.
Tak jauh darinya, tampak seorang anak kecil dan seorang wanita yang sedang berdiri di tengah kebun yang lebih kecil di depan rumah. Si anak kecil tampak memegangi keranjang kecil sementara wanita itu memetik beberapa buah.
Memindahkan dirinya sendiri ke Methia memang ide yang sangat bagus. Prajurit Methia tak sesibuk Edessa. Mereka lebih berfokus pada keamanan negara untuk sementara itu. Sehingga, lebih banyak waktu luang yang bisa Phyrius berikan untuk keluarga kecilnya.
Tak lama, dua orang yang tadi memetik buah itu sudah kembali. Di tangan si anak, tampak beberapa buah apel yang terlihat ranum.
"Ayah, lihat apa yang aku petik!" Si anak kecil memamerkan hasilnya.
Phyrius tertawa sambil menggendong anak kecil itu dalam pangkuannya. "Ini apa, Theo?" tanyanya berpura-pura.
"Apel, Ayah! Theo suka sekali apel!" Ia berkata dengan mimik lucu.
Phyrius mengangguk pelan lalu mengambil satu apel. "Boleh Ayah minta satu?" tanyanya.
Anggukan lucu Theo membuat Phyrius ingin mencubit pipi gembulnya. Namun, Sarah yang meletakan sepotong kue di meja membuat atensi Phyrius beralih. Wanita itu kemudian duduk di kursi seberang Phyrius.
"Kita cukup banyak memanen apel musim ini." Sarah menatap kebunnya. "Sepertinya, kamu harus siap makan kue apel setiap hari."
Tak tahu harus merespon apa pada omongan Sarah yang memang selalu bernada datar, Phyrius hanya berdecak pelan. "Aku sudah terbiasa, sepertinya." Ia hanya menjawab demikian.
Sarah duduk dengan memangku dagu. Ia memandang Theo yang masih asik dengan buah apelnya, lalu menengok ke arah Phyrius.
"Sepertinya, saat ini, kamu lebih santai." Sarah menyindir sambil mengambil cangkir teh miliknya. "Dulu, kamu seperti orang gila perang."
Phyrius memutar bola mata. "Di Methia tidak terlalu banyak kegiatan." Ia berkata pelan. "Kamu sudah bosan melihatku?"
"Tidak juga," jawab Sarah cepat sambil memalingkan wajah. Ia mencoba mempertahankan ego-ego yang sebenarnya sudah runtuh di hari ia jatuh cinta dengan Phyrius.
Kini, Phyrius tertawa. Ia benar-benar tertawa lepas akibat Sarah yang terlalu menggenggam erat congkaknya. "Bilang saja kamu merindukanku," goda Phyrius.
Desisan Sarah terdengar mengudara seraya dengan pipinya yang memerah. Gadis itu tampak kikuk dan salah tingkah.
"Kamu benar-benar manis dengan kelakuakn seperti itu." Phyrius menggoda lagi.
Sarah benar-benar tak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya menatap ke arah lain sejenak sebelum mengambil napas panjang.
Tiba-tiba suasana berubah. Dari kelakaran, ada hawa serius terbang di antara mereka.
"Aku tidak ingin menjadi penghalang antara kamu dan keinginanmu, Phyrius." Sarah berucap serius. "Aku bisa hidup dengan baik, kamu tidak perlu khawatir. Kalau memang kamu ingin pergi berperang--"
"--Tidak, Sarah." Phyrius menggeleng pelan. "Aku sudah cukup dengan menjadi komandan Methia."
"Tapi..."
"Aku yang dulu memang mengejar pangkat dan segala keinginan untuk berperang, tetapi semakin hari, aku semakin sadar, hidup seperti ini benar-benar cukup untukku. Denganmu dan Theo, tak ada yang lebih membahagiakan daripada semua itu." Phyrius berucap sambil mengeratkan pelukan pada Theo. "Lagipula, aku masih trauma dengan kejadian itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
ECLIPSIA
RomansSpin off dari LUCIUSERA (ini tentang Xavier, anak dari Lucius & Sera) ***** Xavier, si putra mahkota yang ditunjuk Ratu Zenith, akan dinikahkan dengan Tuan Putri Sesilia dari Verona demi kepentingan politik. Tak ada yang salah dengan Sesilia. Ia can...