Haiii apa kabar? Akhirnya 20k! Yayy!!
===
Kobaran api terasa amat panas. Seorang anak lelaki berusia remaja dan anak kecil perempuan berlari-lari keluar. Wajah mereka menghitam akibat abu, mata mereka memerah, sementara, tubuh mereka bergetar.
"Ayah, ibu?" Si anak perempuan tiba-tiba berucap.
Si laki-laki menoleh ke belakang. "Ya Tuhan! Ke mana Ayah dan Ibu?" Ia tampak panik. Seingatnya, kedua orangtuanya berada di belakang mereka.
Gadis kecil itu menggeleng pelan. "Ayah, ibu... apakah mereka akan baik-baik saja?"
Si kakak mengambil napas. "Aku akan kembali. Aria tunggu di sini, ya?" ucapnya lembut.
"Kak Arthur..." Aria kecil menahan lelaki itu.
Arthur mengulum bibir sejenak kemudian berjongkok mensejajarkan matanya dngan Aria. "Aku pasti akan kembali membawa ayah dan ibu. Kamu tunggu di sini, ya?"
Aria diam sejenak kemudian mengangguk. Ia mengulurkan kelingking kanannya. "Janji?"
"Janji," jawab Arthur mantap. Lelaki itu kemudian berdiri dan berlari ke dalam rumah.
Sialnya, janji itu tak pernah terpenuhi.
*****
Aria tersenyum kecil begitu melihat Xaveria tertidur pulas. Ia menyelimuti putri kecilnya sebelum duduk di sisi tempat tidur yang lain. Makan siang tadi berakhir berantakan. Pada akhirnya, setelah menyelesaikan makan siang, masing-masing langsung pergi begitu saja.
Pandangan Aria menyapu pada seisi kamar. Ia kembali setelah dua tahun. Rasanya, aneh dan canggung. Ia pikir, ia akan pergi selamanya. Ternyata, ia malah kembali ke sini dengan hal yang tak pernah ia pikirkan sebelumnya.
Sekarang, apa yang harus ia lakukan? Apakah setelah ini, Xavier akan menikah dengannya?
Menikah.
Aria bahkan belum memikirkannya. Perempuan itu bahkan tak tahu jika masih ingin menikah dengan Xavier atau tidak. Ia tak tahu bisa memercayai Xavier sejauh apa setelah semuanya hancur berantakan.
Suara ketukan pelan di pintu membuat Aria terkesiap. Berikutnya, seorang wanita berusia lima puluhan memasuki kamarnya.
Aria buru-buru berdiri dan membungkuk hormat, "Ibu."
Zenith menggeleng pelan. "Kenapa kamu masih harus bersikap formal begitu, Aria?" tanyanya sedikit menggerutu. Ia kemudian menengok ke arah Xaveria. "Aku baru saja ingin bermain dengan cucuku."
Aria mengulum bibir. Bingung harus merespon apa.
"Xavier tidak ke sini?" tanya Zenith duduk di sebelah Aria.
"Sudah," jawab Aria. "Ia bermain dengan Xave hingga kelelahan. Sekarang, Xavier sedang dipanggil Yang Mulia Lucius."
Zenith mengangguk pelan. Si ratu Edessa itu mengulurkan tangannya untuk membelai lembut rambut Xaveria.
"Bagaimana kabarmu? Apakah kamu baik-baik saja?" tanya Zenith lagi. Wanita itu menarik napas pelan. "Apa kamu kesusahan?"
Aria menggeleng lemah. "Aku baik-baik saja, Ibu."
"Benarkah?" tanya Zenith lagi. "Dulu sekali, ketika kamu masih kecil, aku ingat, setiap malam, kamu selalu berkata bahwa kamu baik-baik saja. Tetapi, setelah aku keluar, aku bahkan bisa mendengar isak tangismu dari ujung lorong."
Aria diam. Wajahnya memerah. Ia ingat dirinya yang setiap malam menangisi kedua orangtua dan kakaknya yang meninggal terpanggang api.
"Tidak apa-apa jika kamu ingin menangis," kata Zenith membelai rambut Aria. "Kamu tidak perlu bersikap pura-pura kuat, Aria."
KAMU SEDANG MEMBACA
ECLIPSIA
RomanceSpin off dari LUCIUSERA (ini tentang Xavier, anak dari Lucius & Sera) ***** Xavier, si putra mahkota yang ditunjuk Ratu Zenith, akan dinikahkan dengan Tuan Putri Sesilia dari Verona demi kepentingan politik. Tak ada yang salah dengan Sesilia. Ia can...