Completed/Tamat
[Fanfiction About Sebastian Moy]
Di bawah cahaya jingga matahari sore, angin yang bertiup lembut memainkan helai rambut, dia menarik kedua ujung bibir membentuk senyuman.
Tampan. Sungguh, dia tampan sekali.
Namanya Sebastian Moy, ata...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
**
Sebastian itu ternyata jahil.
Kadang, aku tak habis pikir dengan tingkahnya.
Untungnya, aku suka mendengar Sebastian tertawa.
Dia punya jenis tawanya yang enak didengar.
"Seb emang jahil Fall, ada aja tingkahnya yang bikin geleng-geleng kepala. Tapi, dia kayak gitu cuma sama orang-orang tertentu aja. Kayak kamu, orang yang dia sayang."
Kalimat Olliver membuatku tersipu.
Kami sedang menyiapkan bekal makanan untuk Sebastian.
Hari ini makanan rumahan dari Ibu mereka datang.
Seb yang sudah berangkat sejak pagi tak bisa menyicipi makanan tersebut.
Makanya, siang ini Olliver berencana mengantarkan bekal makan siang untuk Seb.
Aku menawarkan diri untuk ikut.
Olliver langsung setuju, karena ia harus buru-buru pergi ke suatu tempat setelah mengantarku ke lokasi pemotretan Sebastian.
Aku tiba di sebuah studio foto.
Di sini Seb bekerja.
Aku bisa melihat lima orang model laki-laki sedang bersiap di ruang make up dari dinding kaca pembatas.
Aku memutuskan menunggu di tamn kecil samping studio.
Kata salah satu make up artis mereka, jam kerja Seb sebentar lagi usai.
Benar saja, lima menit kemudian Seb muncul.
Ia terkejut mendapati kehadiranku.
"Loh, gue kira Olliver yang datang, ternyata pacar gue," ujarnya sembari mendekat.
Cowok itu lantas duduk di sebelahku dan mulai mencicipi makanan buatan Ibunya.
Dia makan dengan lahap.
Aku jadi kenyang hanya melihatnya makan.
"Lo gak dikasih makan ya?"
Seb tergelak.
"Ada kok nasi kotak bagian gue, Cuma ini beda Falla. Udah lama banget gak makan masakan nyokap. Terakhir kali itu lima bulan yang lalu."
"Wow, lama banget."
Seb mengangguk pelan.
Aku menunggunya selesai makan, lalu bersiap untuk pulang.
"Kenapa lo nyari tempat duduk di sebelah Kak Jo?" tanyaku dengan suara pelan.
Kalia meringis, "maaf, dia duluan yang duduk di sana, gue gak bisa ngusir dia gitu aja Falla," balas Kalia berbisik.
Semalam, aku sudah memberitahu Kalia perihal aku yang resmi pacaran dengan Seb.
Mau tak mau aku menerima duduk di sebelah Jo.
Kelas berlangsung menyenangkan seperti biasa.
Aku hampir melupakan kehadiran Jo di sebelahku.
Sampai kelas berakhir, barulah Jo mengajakku bicara.
"Falla, boleh kita ngomong sebentar."
Dalam pikiranku Cuma satu, aku harus memberitahu Jo perihal aku yang sudah punya pacar.
Hanya itu.
Kami tetap diam sambil menunggu satu persatu orang-orang pergi meninggalkan tempat duduk mereka.
Hingga, hanya ada aku dan Jo di dalam kelas.
"Kak Jo maaf," aku memulai tak sabar.
Jo tampak tertegun, namun ekspresinya kembali tenang seperti biasa.
"Ah, padahal gue belum mulai loh." Jo terkekeh pelan.
Aku jadi merasa bersalah.
"Maaf Kak."
Aku menunduk, tak berani menatap matanya.
"Gapapa, ini bukan salah lo Falla, gue aja yang mikirkan kelamaan. Andai gue nekat dan lebih berani tembak lo duluan setahun yang lalu. Yaudah, gue harap lo bahagia sama pilihan lo. Tapi, gue bakal selalu ada buat lo Falla. Lo bisa cari gue kapan pun."
**
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.