**
"Sebby, selimutnya kurang tebel ya?"
Aku melongok ke bawah.
"Enggak, ini udah cukup kok. Lagian pemanasnya juga idup kan."
Aku melirik mesin pemanas ruangan yang aku taruh di sudut, sebelah meja belajar.
Mesin itu berfungsi dengan baik.
"Beneran gak papa, kamu tidur di bawah?"
Aku punya satu kasur lipat tipis, meski ada karpet bulu sebagai alasnya, namun tetap saja aku merasa tak enak dengan Sebby.
"Gapapa sayang."
"Padahal gapapa loh kamu tidur di sebelah aku, kasurnya juga gede."
Seb berdecak. "Aku yang gak papa."
Aku mencebik bibir. "Padahal tadi kamu sok iye banget mau ngapa-ngapain."
"Mau ngapa-ngapain gimana?" tawa Seb pecah.
Ah, sialan!
Aku memalingkan wajah dan menatap langit-langit kamar.
"Kamu pasti mikir yang engga-engga ya?"
Tiba-tiba kepala Seb sudah berada di sisi kasurku, ia melipat tangannya dan menopang dagu.
Aku mengubah posisi jadi miring, memainkan anak rambut Seb sembari mencubit pipinya.
"Sebby makasih ya."
"Makasih? Tiba-tiba banget."
Aku mengulum senyum geli.
"Aku sayang kamu."
"Aku juga sayang kamu."
**
"Falla, liat deh anak jurusan psikologi bikin event hari ayah," ucap Kalia sembari memberiku sebuah brosur.
Brosur itu menjelaskan secara singkat event hari ayah yang diadakan jurusan psikologi.
Event itu diakan minggu depan, semua orang boleh ikut dengan syarat membawa ayah masing-masing.
Kalia bilang dia kemungkinan tidak akan ikut, sebab pekerjaan ayahnya di luar kota punya jadwal yang berantakan.
Namun, aku rasa daddyku tidak akan menolak event seperti ini. Lagi pula kapan lagi aku bisa mengajak daddy bermain bersama.
Tidak bekerja selama dua hari bukanlah sebuah dosa besar bukan?
Kelas hari ini diundur sampai jam lima sore, aku dan Kalia memilih ke kantin untuk menghabiskan waktu.
Kantin tidak terlalu ramai sebab jam makan siang sudah berakhir. Hanya ada satu dua meja yang terisi.
Seperti biasa, aku membuka laptop dan mereview materi di kelas tadi pagi, Kalia juga melakukan hal yang sama.
Setelah resmi jomblo, Kalia jadi lebih sering belajar bersamaku. Ia bilang dengan belajar ia bisa melupakan rasa sakit hatinya.
Kalia juga perlahan mulai dekat dengan Olliver, Kakaknya Seb. Mereka kerap bertemu tiap Olliver ke kafe tempat kerja Kalia dan menyanyi di sana.
Aku harap mereka cepat-cepat jadian.
Segerombolan perempuan datang dari sisi lain kantin, mereka adalah seniorku.
Di antara mereka, aku bisa melihat sosok Karin. Kami sempat bersitatap sebelum ia memalingkan wajah.
Mereka duduk tak jauh dari mejaku dan Kalia, obrolan mereka cukup terdengar.
"Jadi bokap lo punya perusahaan gede gitu ya Kar? Wah pantesan barang yang lo pake keren-keren,"
"Bukan perusahaan besar, Cuma perusahaan biasa aja, tapi yang punya bokap gue,"
"Ah, tetep aja. Intinya bokap lo yang punya perusahaan kan?"
Ah, agaknya mereka membahas soal ayahnya Karin.
Seberapa kaya ya ayahnya Karin hingga obrolan mereka seheboh itu?
Aku melirik Kalia yang tampak tidak peduli.
Apa Kalia tidak mendengar obrolan mereka?
"Kal,"
"Heem," Kalia menengadah, menatapku.
"Ah engga, lo fokus banget soalnya."
"Gue tau lo mau ngomong apa," ujar Kalia sembari melirik ke kanan, ke arah meja Karin dan teman-temannya.
Aku nyengir. Lalu mengangguk.
"Kita liat aja nanti, sekaya apa bokapnya dia. Apa emang lebih kaya dari bokap lo."
"Kok lo malah bandingin sama bokap gue?"
"Lah? Gue gak sebodoh itu Falla, gue tau nama belakang lo Mutch, bukan nama sembarangan."
Aku tertegun sesaat. Tak menduga Kalia akan membahas hal tersebut.
**
Date : 5 Mei 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelangi & Hujan at Fall - Sebastian Moy (✔)
FanfictionCompleted/Tamat [Fanfiction About Sebastian Moy] Di bawah cahaya jingga matahari sore, angin yang bertiup lembut memainkan helai rambut, dia menarik kedua ujung bibir membentuk senyuman. Tampan. Sungguh, dia tampan sekali. Namanya Sebastian Moy, ata...