**
Meski aku sudah siap menerapkan saran dari Justin, namun aku tak menyangka akan secepat ini untuk mengungkapkannya.
Di pagi hari yang cerah, Kevin mengajakku sarapan.
"Maaf Kak, gue udah sarapan."
Aku sudah menghabiskan sepotong sandwich dan segelas susu tadi di rumah.
Aku berancang-ancang hendak pergi, namun Kevin malah menahan lenganku.
Aku lantas menepisnya.
Mungkin refleksku agak berlebihan. Dia jadi tampak terkejut.
Aku kembali meminta maaf, "maaf Kak, gue harus ke kelas."
"Apa lo gak bisa liat gue sebentar aja Falla?"
Pertanyaannya membuat aku menghentikan langkah.
Aku menoleh, menatapnya datar tanpa ekspresi seperti biasanya.
Wajahnya tampak memelas. Namun, sungguh, itu tak berpengaruh apa-apa bagiku.
"Sekali lagi maaf Kak, gue beneran gak nyaman. Jadi, gue mohon berenti sekarang."
Lantas, aku berbalik. Melanjutkan langkah. Meninggalkannya.
**
"Falla, apa yang salah sih sama Kevin?"
Pertanyaan itu lagi.
Aku menghela napas. Menyuap roti dan mengunyahnya cepat.
"Dia ganteng, tinggi, baik, yah minus pergaulannya aja kali ya yang bebas, tapi itu bukan masalah besar kan?"
"..."
"Diliat-liat dia perhatian gitu sama lo, gue yakin dia bakal jadi pacar yang baik buat lo Fall."
Aku mendelik pada Kalia.
"Kenapa sih ngeliat gue kayak gitu banget? Oke oke gue gak akan bahas soal Kevin lagi."
Kami lalu berdiskusi terkait essay sebagai salah satu tugas akhir semester.
Jadwal pengumpulannya seminggu sebelum ujian. Pemilik essay terbaik dibebaskan tidak ikut ujian dan mendapat nilai A sempurna.
Dengan iming-iming tersebut, semangatku jadi membara.
Aku dikenal gila belajar. Kutu buku. Julukan itu kerap kali disematkan di belakang namaku sejak kecil.
Aku tidak perduli dan sejujurnya julukan itu lebih nyaman bagiku daripada orang-orang mengenalku dengan nama belakangku yang asli.
Aku tidak punya banyak teman, karena aku tidak mudah percaya pada orang-orang.
Kalia adalah salah satu dari teman yang aku punya yang tak sebanyak jari jemari di tanganku.
Lalu, dengan sikapku yang keras dan dikenal ambisius banyak juga yang menjauhiku bahkan ada yang terang-terangan memusuhiku.
Sebenarnya aku tidak separah itu. aku juga suka malas-malasan, hangout bersama teman, shopping seperti kebanyakan perempuan lainnya dan mengunggah insta story random kegiatan sehari-hari di media sosial.
Hanya saja, untuk perihal akademik, aku tak suka menunda-nunda tugas yang bisa aku kerjakan secepatnya.
Kalau bisa sekarang kenapa besok?
Itu adalah visiku.
Waktu berlalu begitu cepat. Tau-tau sudah jam empat sore saja.
Aku berencana akan mengunjungi perpustakaan kota nanti malam. Mencari bahan referensi untuk essayku.
Kalia enggan ikut, katanya dia ingin rebahan semalaman hari ini.
Kami berpisah di halte bus, saat pacar Kalia menjemput.
Busku datang lima menit kemudian.
Seperti biasa, aku duduk di kursi kedua dari belakang.
Tak banyak yang naik setelah aku.
Hanya seorang lelaki jangkung dengan hoodie hitam yang duduk di bangku paling belakang.
Seperti biasa, aku membuka kaca jendela dan menikmati hembusan angin memainkan helai rambutku.
Namun, rasanya ada yang ganjil hari ini.
Aku merasa ada yang memperhatikanku.
Aku jadi waspada. Memeluk tasku erat-erat.
Perjalanan menuju rumah terasa lebih lama.
Aku benci harus mengakui kalau aku takut jika memang perkiraanku benar, aku sedang dikuntit.
Aku langsung berdiri saat bus berhenti di halte dekat rumahku.
Melangkah turun dan berdiri sejenak di halte hingga bus itu berlalu pergi.
Aku sempat bertatapan dengan laki-laki jangkung yang duduk di kursi belakang.
Apa dia menargetkanku sebagai gadis yang ingin dia kuntit?
**
Date : 13 Maret 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelangi & Hujan at Fall - Sebastian Moy (✔)
FanficCompleted/Tamat [Fanfiction About Sebastian Moy] Di bawah cahaya jingga matahari sore, angin yang bertiup lembut memainkan helai rambut, dia menarik kedua ujung bibir membentuk senyuman. Tampan. Sungguh, dia tampan sekali. Namanya Sebastian Moy, ata...