**
Sosok berjubah hitam dan bertopeng itu keluar. Diikuti seorang laki-laki di belakangnya yang memegang kamera.
Aku tahu siapa dia. Dia seniorku, temannya Kevin.
Apa sosok dibalik topeng itu adalah Kevin?
"KEVIN BRENGSEK!" teriak salah satu teman kosku. Namanya Karin, dia juga seniorku. Satu angkatan dengan Kevin.
Sosok bertopeng itu membuka topengnya.
Benar saja, dia Kevin.
Aku lantas beranjak. Melangkah cepat ke arahnya dan melayangkan satu tamparan keras.
"Gila. Lo bener-bener gila, lo pikir semua ini lucu ha?!" teriakku di depan wajahnya.
Ia terperangah, matanya membelalak.
"Maa...maaf Fall."
"Gak perlu. Mulai sekarang gue gak mau liat lo lagi."
"FALLA!"
Justin datang.
Ia menghambur memelukku.
Tidak hanya Justin. Reggie, Oliver dan Sebastian juga datang.
Wajah mereka tampak bingung. Penasaran dengan apa yang terjadi.
Namun, aku enggan menjelaskannya di sini.
Aku meminta Justin untuk membawaku pergi secepatnya dari sini.
**
Barulah saat aku sudah berganti pakaian dengan piyama Justin yang kebesaran dan meminum coklat hangat buatan Oliver serta mendengar kekhawatiran Seb yang lebay ingin membawaku kerumah sakit dan jangan lupa berbagai makian yang Reggie lontarkan, aku merasa tenang.
Aku menceritakan apa yang terjadi pada mereka.
Terutama cerita awal bagaimana Kevin mendekatiku.
"Dia laki-laki gila yang tak waras," ucap Oliver.
"Gila dan tak waras itu sama kan?" timpal Reggie sembari nyengir.
Oliver hanya berdecak tak menanggapi.
"Falla, jujur sama gue, apa lo baik-baik aja?" raut wajah Justin tampak serius.
"Gue baik-baik aja," jawabku.
"Tapi, topeng itu?"
Ah, iya. Topeng itu memang mengingatkanku dengan masa lalu.
"Kenapa sama topeng?" Seb mengajukan tanya penasaran.
Justin melirikku. Aku balas menatapnya.
"Falla benci banget sama topeng kayak gitu," jawab Justin.
Untungnya Seb tak bertanya lebih lanjut.
Lagipula aku enggan membahas masa lalu, meski sudah bertahun-tahun lewat.
Malam ini, aku menginap di kamar Justin.
Sementara si pemilik kamar mengungsi di kamar Reggie.
"Falla, selamat malam." Justin berujar sembari menutup pintu.
Namun, kepalanya masih menyembul di celah pintu.
"Mau sampai kapan lo di sana Justin?"
"Gue mau mastiin lo nangis atau engga kalau ditinggal sendirian."
Aku berdecak. "gue udah nangis tadi."
"Mana tau kan lo pengen nangis lagi."
Aku tergelak.
Justin ini benar-benar...
Aku kembali duduk, untuk sesaat mengumpulkan segenap emosi yang aku tahan sedari tadi.
Lalu satu persatu air mataku luruh.
Berkejaran begitu cepat.
Sekilas bayangan topeng itu melesat.
Topengnya kenapa harus persis sama sih?
Meski tadi aku baik-baik saja dan tak merasakan apapun karena banyak orang di sekelilingku, namun saat sendiri kengerian itu tiba-tiba merayap.
Seperti yang Justin bilang, kalau aku sendirian pasti aku akan menangis.
Hanya Justin yang tau kekhawatiranku.
Dan dia ada di sini.
Duduk merengkuhku ke dalam dekapannya.
"Gimana lo mau kuliah jauh di Aussie? Kalau kejadian yang sama terjadi dan gue gak ada di deket lo, siapa yang bakal meluk lo pas nangis kayak gini coba?"
Aku mengangguk. "Untungnya Daddy bilang kuliah di sini lebih baik karena ada lo yang bisa jagain gue."
"Iya, gue kan Kakak laki-laki lo Fall."
Aku tak menangis lagi.
Justin meregangkan pelukannya.
Tangannya lantas terulur mengusap ke dua pipiku yang basah.
Aku terhenyak sesaat. Lalu teringat pertemuan pertama kami.
"Justin, dulu gue gak pernah nyangka kita bakal sedekat ini. Gue selalu ngotot ngintilin lo kemana-mana dan lo bakal marah terus bentak-bentak gue."
Justin tergelak.
"Maaf ya, dulu itu... gue..."
Aku menggeleng. "Gak papa. Yang penting sekarang lo ada di sini. Jadi pelindung buat gue setelah Daddy."
Tawa Justin kembali pecah. "Iya Falla, i am here for you. Like a hero for you."
**
Date : 21 Maret 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelangi & Hujan at Fall - Sebastian Moy (✔)
FanficCompleted/Tamat [Fanfiction About Sebastian Moy] Di bawah cahaya jingga matahari sore, angin yang bertiup lembut memainkan helai rambut, dia menarik kedua ujung bibir membentuk senyuman. Tampan. Sungguh, dia tampan sekali. Namanya Sebastian Moy, ata...