**
"Jadi dia masih ingat sama ciuman itu?"
Aku mengangguk.
Sontak tawa Kalia pecah, dia tampak puas sekali.
"Gila, dia masih nyimpen dendam sama lo tuh."
Aku menghela napas pelan.
Memilih bersandar pada bangku taman dan menatap langit biru yang perlahan memerah.
Kami sudah tidak di toilet lagi, kami berada di taman samping kampus.
Aku juga tak jadi menemui Sebastian, karena cowok itu buru-buru pergi kerja setelah mendapat telepon bahwa ada pemotretan dadakan.
Katanya, dia akan menemuiku nanti selepas pulang kerja.
Ciuman yang Kalia maksud adalah ciuman tak disengaja.
Sungguh.
Waktu itu, perpustakaan kedatangan buku-buku baru.
Aku menawarkan diri sebagai relawan membantu memberi label perpustakaan pada setiap buku dan menempatkan di dalam rak.
Jo juga ikut. Ada tiga orang senior lainnya yang juga ikut.
Hanya aku yang anak baru waktu itu.
Setelah memberi semua label pada tiap buku, aku mulai menaruhnya ke dalam rak.
Banyak buku-buk yang aku tumpuk setinggi pinggang di sebelahku.
Apesnya, aku tersandung dan jika tak ada Jo mungkin aku sudah berakhir menghantan lantai.
Namun, karena refleks Jo cukup baik, ia menangkapku membuat kami berada di posisi yang akward.
Bibir kami bersentuhan dengan cara tidak etis.
Makanya, aku sebut itu ciuman tidak disengaja.
Tapi, hari ini Jo bilang dia malah terkesan dengan ciuman tersebut.
Padahal bibir kami hanya menempel sepersekian detik, tak ada lumatan.
Astaga, perasaan manusia bisa aneh-aneh saja.
Tak terduga dan tak tertebak.
"Jadi, Sebastian atau Jo?"
Aku mendelik pada Kalia yang tergelak puas.
"Menurut lo gue harus pilih siapa?"
"Olliver."
"Lah kenapa ke Olliver?"
Kalia tertawa lagi.
Tunggu, sudah berapa kali dia tertawa hari ini.
Aku merasa ada yang aneh.
Aku mengubah posisi dari bersandar untuk menatap Kalia lamat-lamat.
Tawanya terhenti begitu saja, matanya bergerak-gerak gelisah.
Ah, sudah kuduga. Ada yang salah di sini.
"Lo suka Olliver ya?"
Kalia meringis.
"Bukan suka, tapi kek kagum gitu sih, hehe, lo kan tau baru-baru ini gue part time di kafe depan kampus, si Olliver itu pernah beberapa kali ngisi panggung, dia nyanyi sendiri pake gitar, gue sempet ngobrol juga sama dia, jadi... ya... gitu..."
"Kita bahas Olliver yang sama kan? Olliver kakaknya Seb?"
"Olliver mana lagi yang kita kenal selain dia?"
Aku mangut-mangut. "Terus pacar lo?"
Kalia memalingkan wajah.
Dia mencebik pelan.
"Si brengsek itu ternyata selingkuh."
"Hah? Astaga! Kok bisa?"
Kalia tertawa, terdengar dibuat-buat.
"Gue juga baru tau Fall, dia ternyata selama ini jadi temen bobonya Karin."
"Karin?"
"Iya, Karin. Temen sekos lo dulu."
Mataku membulat tak percaya dengan apa yang baru saja aku dengar.
"Mereka udah jadi temen bobo dua bulanan ini, sia-sia aja dua tahun gue bareng sama cowok kayak dia. Dua bulan kebelakang ngerasaain bekasnya Karin."
"..."
"Lo tau gak Fall, apa yang dia bilang pas gue bilang putus?"
"Apa?"
"Dia bilang gak bisa ngelepasin Karin, dia bilang kalau bareng Karin dia..."
"Stop, udah, gak usah dilanjutin."
Kalia menarik senyum miring, tawanya kembali terdengar namun kali ini bulir-bulir air matanya berjatuhan.
"Lo terlalu baik selama ini Kal buat cowok brengsek kayak dia."
Aku mengusap bahu Kalia, berusaha menenangkannya.
"Gue siap jadi mak comblang lo sama Olliver, kasih tau gue kapan aja lo mau."
**
Sebastian
Atau
Jo
Date : 17 April 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
Pelangi & Hujan at Fall - Sebastian Moy (✔)
FanficCompleted/Tamat [Fanfiction About Sebastian Moy] Di bawah cahaya jingga matahari sore, angin yang bertiup lembut memainkan helai rambut, dia menarik kedua ujung bibir membentuk senyuman. Tampan. Sungguh, dia tampan sekali. Namanya Sebastian Moy, ata...