14. Seb Pamit

9 2 0
                                    

**

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

**

From Seb :
Falla, lo pulang jam berapa? Nanti gue jemput ya

Pesan semacam itu sudah sering aku terima sejak seminggu yang lalu.

Aku mengiyakan pinta Sebastian untuk memperlihatkan bagaimana bentuk rasa suka dirinya terhadapku.

Istilahnya kami sedang pedekate. Dia masih menungguku menerima perasaannya.

Aku semakin sibuk akhir-akhir ini, selepas kelas aku langsung ke perpustakaan, makan siang dengan cepat dan mengulang pelajaran.

Dua hari lagi akan ada ujian akhir semester.

Sekarang aku masih di perpustakaan, jam dinding menunjukkan pukul setengah delapan malam.

Aku berencana untuk pulang jam delapan tepat.

Kalia di sampingku sudah terkantuk-kantuk.

Ia bertekad ikut belajar bersamaku namun berakhir tertidur lebih dulu.

Aku membutuhkan waktu lama untuk membangunkannya dan mengantarnya sampai dorm.

Aku meminta Seb untuk menjemput di depan dorm kampus.

Sosoknya terlihat dari jauh, meski ia berdiri di bawah lampu jalan yang temaram, namun cahaya ponsel menerangi wajahnya.

Aku melangkah mendekat,

"Falla!" suara Seb terdengar riang seperti anak kecil.

Aku tak bisa untuk tidak tergelak.

Ia merentangkan tangannya.

Maksudnya apa?

Dia ingin dipeluk?

Kenapa?

Aku berhenti di hadapannya yang masih merentangkan tangan.

Ia buru-buru menurunkan tangannya dan terkekeh canggung.

Apa tadi aku harus balas memeluknya ya?

Ah, sudahlah.

Lantas, aku segera masuk ke dalam mobil untuk menghilangkan suasana akward.

Untungnya, Seb mengajakku mengobrol hal lain.

Ia menceritakan soal pekerjaannya hari ini.

Sebagai tanggapan, aku juga bercerita tentang apa saja yang aku lakukan selama di kampus.

Termasuk sesi makan siang yang cepat itu.

Seb langsung protes.

"Gimana bisa lo belajar banyak tapi makannya cuma sedikit? Sekarang lo harus makan yang banyak Falla. Pesan semua yang lo mau, gue yang bayar."

Begitulah akhirnya kami duduk berdua di salah satu restoran cepat saji yang buka 24 jam.

Aku memesan satu hamburger, dua paha ayam goreng dan juga kentang goreng.

"Segini cukup?" tanyanya.

Aku mengangguk sembari mengunyah hamburger di mulut.

"Tapi ini semua lemak Falla, lo harus banyak makan buah juga."

"Gue punya stok buah di rumah Seb, lo gak perlu khawatir."

Seb mengangguk-angguk.

Cowok itu menatapku lamat dalam diam.

Aku jadi agak kikuk.

"Kenapa lo ngeliatin gue kayak gitu?"

Aku mencoba bicara untuk mencairkan suasana.

Seb tersenyum.

"Gue mau puas-puasin liatin lo."

Aku memiringkan kepala bingung. Apa maksud perkataannya?

Seb terkekeh pelan, tangannya terulur mengusap kepalaku.

"Gue harus pergi besok, ada kerjaan di luar kota sama Salsa. Gue di sana lumayan lama, kira-kira dua mingguan."

Aku mangut-mangut mengerti.

"Gue bakal kangen banget sama lo."

Aku tidak bisa menahan tawa. Kalimat Seb terdengar menggelikan.

Meskipun begitu aku tak punya alasan untuk memprotes tingkahnya.

"Nanti kan bisa telfon gue, kalau lo kangen."

"Emang boleh?"

"Bolehlah. Siapa yang larang?"

Seb tersenyum kian lebar hingga kedua matanya hilang membentuk lengkung seperti bulan sabit.

Aku menghabiskan makananku secepat yang aku bisa.

Masih banyak pekerjaan yang harus aku lakukan seperti mereview ulang dan membuat list materi yang harus kupelajari esok hari.

Seb menemaniku.

Katanya ia ingin memastikan aku mengonsumsi buah.

Padahal aku tahu ia hanya ingin berlama-lama denganku.

Aku kepedean ya?

Salahkan Seb yang bertingkah terlalu jelas.

Aku meregangkan badan hingga beberapa sendiku berbunyi.

Jam menunjukkan pukul sepuluh malam.

Aku mengusap mataku sembari menguap.

"Udah ngantuk?" tanya Seb.

Ia menggeser duduknya lebih dekat padaku.

Aku mengangguk.

"Kalau gitu sekarang waktunya gue pulang," pamit Seb.

Aku mengantarnya sampai pintu depan.

Seb menggenggam tanganku seperti biasa.

"Heem Falla, gue boleh peluk lo?"

Pertanyaan yang aneh.

Apa dia tidak bisa menebak jawabanku?

Dengan semua skinship yang ia lakukan seharian ini, dia masih mempertanyakan hal itu?

Aku tidak habis pikir.

"Gak boleh ya? oke deh gapapa. Gue pulang ya, bye Falla. Sampai ketemu dua minggu lagi."

Mana bisa dia pergi begitu saja?

Selang beberapa langkah Seb menjauh, aku berlari kecil tanpa memakai alas kaki dan memeluknya dari belakang.

"Eh!" Seb tersentak.

Namun, sedetik kemudian tawanya pecah.

**

Date : 6 April 2023

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Date : 6 April 2023

Pelangi & Hujan at Fall - Sebastian Moy (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang