26

1.4K 249 18
                                    

"Ma, kakak berangkat ya."

"Hati-hati kak!"

Yujin keluar dengan tergesa dari pekarangan rumah. Kendaraan yang menjemputnya sudah menunggu bersama dengan teman-temannya yang ada di dalam. Yujin masuk ke dalam kendaraan yang isinya sudah penuh itu. Mereka duduk agak berdesakan karena beberapa atribut dan alat musik untuk penampilan nanti.

"Udah pamit sama orang rumah?"

"Udah, tadi buru-buru."

Kendaraan tersebut dikemudi oleh sopir dengan kecepatan sedang. Yujin menyentuh dada merasakan debaran pada jantungnya. Jujur sebenarnya Yujin agak tegang hari ini. Ia takut akan membuat kesalahan di hari penting ini.

Yujin memilih diam memandang kejalanan yang padat seperti biasanya. Ia dapat mendengar suara bising yang timbul akibat anak-anak yang lain, namun fokus Yujin tidak di sana sehingga ia tidak tahu apa yang mereka bicarakan sampai seribut itu.

Yujin bukanlah orang yang lebih suka diam jika sedang berkumpul. Ketidak tertarikan Yujin untuk bergabung saat itu mengundang perhatian dari anak yang duduk tepat disebelah Yujin.

"Mules ya?? Diam aja dari tadi."

Yujin awalnya tidak menjawab. Sampai akhirnya bahu Yujin di tepuk oleh yang bertanya tadi sehingga ia mengalihkan pandangan dari jalanan ke temannya itu.

"Kenapa?? Deg degan??"

Yujin mengangguk menjawab pertanyaan barusan. Ia menyilangkan kedua tangannya di depan dada dan bersandar pada bangku lalu kembali memandang keluar.

"Jun?" Yujin memanggil temannya yang tadi, Juna, tanpa menoleh.

"Lucu ya?" Yujin terkekeh setelah tiba-tiba berceletuk membuat Juna mengerutkan kening tanda heran.

"Apanya yang lucu?? Gue?"

"Bukan. Adek gue."
"Lucu banget gue sama adek beda 17 tahun."

"Lucu di sebelah mananya njir?? tmi banget lu."

Yujin memukul paha Juna karena jawaban yang di berikan barusan lalu kembali pada posisi semula.

Di separuh perjalan itu Yujin memikirkan Mama dan adek. Entah kenapa ia merasa tiba-tiba rindu pada Mama. Yujin pun tidak tahu pasti entah Mama yang mana yang ia rindukan. Yang jelas saat ini yang terpikirkan olehnya hanya Mama Binanya yang dulu sering sekali menangis.

Mama Bina, Mama Yujin yang kapan saja bisa meninggalkan ia dan Papa.

'3 bulan lagi dek, ayo ketemu sama kakak.' Yujin berbicara di dalam hati agar yang lain tidak dapat mendengar. Kalau di dengar mungkin saja yang lain akan mengatainya.

Sekolah sudah tidak jauh. Mereka hanya perlu melewati jembatan lalu berbelok sebanyak dua kali di depan. Karena itulah sopir menginjak gas sedikit dalam untuk mempersingkat waktu.

Saat akan memasuki area jembatan telinga kiri Yujin berdengung bersamaan dengan sebuah truk yang menyalip mereka dari belakang.

Detik berikutnya semua orang yang ada di dalam kendaraan itu terkesiap begitu mendengar teriakan orang-orang di depan mereka.

Dentuman keras beberapa kali terdengar. Teriakan meminta tolong terdengar dari mana-mana. Jalan terblokir sebab kecelakaan beruntun di depan mereka.

Tidak. Yujin tidak ada di dalam bus sekolah yang sudah terbalik di depan mereka karena di hantam truk.

Ia berada di kendaraan lain. Kendaraan yang sialnya melaju dengan kecepatan tinggi sehingga harus menginjak rem mendadak. Kendaraan yang harus membanting setir agar tidak melindas pengendara motor di depan mereka sehingga kendaraan tersebut menabrak pembatas jembatan sampai pecah.

Yujin memegang tangannya yang terkilir. Ia memandang ke sebelah kanan dimana temannya terluka akibat pecahan kaca jendela di sebelahnya.

Di kursi mobil deret dua itu mereka duduk bertiga, Gani di sebelah kiri mobil yang menabrak pembatas jembatan, Juna di tengah, dan Yujin di kanan.

"J-jembatan. Kita di tepi jembatan."

Tepat setelah Juna berkata demikian mobil mereka yang berada di ambang jembatan di hantam oleh mobil lain dari arah belakang.

Orang-orang berteriak tepat ketika mobil yang ditumpangi Yujin bersama teman-temannya jatuh ke dalam sungai.

Yujin merasa panas pada dadanya. Ia tidak dapat bernafas. Yujin tidak dapat mengontrol dirinya karena semua terjadi tiba-tiba. Air sungai yang bercampur darah teman-temannya tanpa di mau terhirup oleh Yujin.

Yujin paham betul kalau kecil kemungkinan ia selamat.

Tapi bolehkah Yujin berdoa supaya saat bangun nanti, ia masih bisa melihat Mama dan Papa???

15 tahun Jiwoong membesarkan Yujin sendirian. Ia yakin papanya tidak akan pernah menerima jika Yujin tidak bisa bertahan untuk ini.

Dan ia pun yakin, jika memang tidak ada kesempatan lagi. Bina adalah orang terakhir yang akan meninggalkan tempat peristirahatan Yujin nanti.











©jiwoongitis

Yujin's Mom [SELESAI] | Kim Jiwoong, Han YujinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang