Chapter 21 - a Failure

162 21 7
                                    

Kalo bisa baca cerita ini sampe bawah, berarti bisa baca kalimat di bawah ini!⤵️
⚠️⭐️WAJIB TEKAN VOTE!

⚠️🔞WARNING:
PARENTAL GUIDANCE SUGGESTED!
Cerita ini bermuatan konten dewasa. Harap bijak dalam membaca dan memberikan komentar. Tidak diperuntukkan bagi pembaca di bawah umur 17 (tujuh belas) tahun!
Dalam chapter ini, bermuatan adegan kekerasan fisik hingga kekerasan/penyimpangan seksual yang mungkin akan mengganggu bagi orang yang memiliki trauma khusus. Adegan tidak untuk ditiru! Harap bijak!

Chapter 21 - a Failure

🍂

Suara derap langkah kaki seseorang yang menggunakan sepatu heels setinggi sepuluh senti, mengisi ketenangan malam, yang rasanya terasa cukup dingin. Angin berhembus lumayan kencang di atap sebuah gedung berlantai dua puluh ini, hingga membuat rambut wanita yang baru tiba di atap gedung itu menjadi sedikit terlihat berantakan karena hembusan angin yang cukup kencang. Di depannya saat ini, ada empat orang laki-laki berbadan cukup besar, menggunakan pakaian serba hitam, masker sebagai penutup wajah dan juga topi yang semuanya sama hitam. Dan juga masih ada satu orang lagi yang sedang berlutut dengan kepalanya yang ditutupi oleh kantung berbahan kain yang sama hitamnya. Entahlah... apa ini semacam konsep yang dibuat agar terlihat menjadi sebuah misteri oleh para keempat orang yang berbadan kekar itu atau bukan, untuk memuaskan sang majikan yang mempekerjakan mereka.

"Siapa kau?! Lepaskan aku, brengsek!" Teriak laki-laki yang sedang berlutut itu, tak berdaya... karena mulai dari tangan hingga kakinya, terikat semua oleh tali. Bahkan, ia juga tidak bisa melihat, —bahkan tidak bisa mengetahui, siapa orang-orang yang sudah berani memukulinya secara tiba-tiba saat dirinya baru saja keluar dari apartemen sore tadi. Bahkan... hingga berani menculik, dan membuatnya tidak berdaya lagi untuk melawan.

Wanita yang sikapnya juga sama misterinya tersenyum sebentar. Ia lalu kembali melangkahkan kedua kakinya hingga benar-benar berdiri tepat di depan sang laki-laki yang sedang berlutut itu. Sang wanita kemudian memberi tanda kepada salah satu dari empat bodyguard-nya yang semua berbadan kekar agar menarik kantung berbahan kain yang menutupi seluruh kepala laki-laki yang masih diam berlutut, tidak bergeming, dan amarahnya kian memuncak.

"Kau?" seru laki-laki itu, tidak percaya. "NEO MICHYEOSSEO, EO?! (Kau sudah gila, ya?!)" teriak laki-laki itu meronta, semakin meminta untuk ikatan pada dirinya agar segera dilepaskan. "Cepat lepaskan! CEPAT LEPASKAN AKU, KAU WANITA SIALAN!" Laki-laki itu memaki dengan penuh semangat, tak segan menyumpahi wanita di hadapannya itu dengan sumpah serapah yang ia ketahui.

PLAKKK!!!

Namun... siapa di sini yang lebih punya kuasa? Bukankah si lelaki seharusnya bisa mengendalikan amarahnya? Atau lebih tepatnya... seharusnya laki-laki itu memohon ampun hingga mencium kaki sang wanita hingga si wanita merasa iba dan akhirnya mengampuninya? Tapi, apa yang justru terjadi? Laki-laki itu malah terus memaki, dan sama sekali tidak terlihat menyesal atas semua hal yang ia sudah lakukan terhadap si wanita.

"Hei... apa kau sudah gila? Kenapa kau memperlakukanku seperti ini, eo?! Kau ingin mati, ya?" Ancam pria itu.

Sang wanita langsung tertawa sinis. "Hei, Wi Ha-Joon! Seharusnya aku yang berkata seperti itu!" Irene. Ya... orang, —atau lebih tepatnya wanita, di balik penyekapan seorang Wi Ha-Joon adalah Irene Bae. Wanita yang kini tengah diselimuti amarah yang berapi-api, siap menusuk siapa saja dengan sebuah pisau di tangannya. Tapi tidak! Jangan membayangkan gaya pembalasan dendam seorang Irene akan semudah itu untuk ditebak. Apalagi, dirinya sama sekali tidak sedang membawa pisau di tangannya. Percayalah, itu hanya kiasan. Irene akan melalukan pembalasan dendamnya dengan elegan, tanpa harus membuat tangannya berlumuran darah. Atau... bisa juga?

WILD ROMANCE 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang