"Menangis bukan hal yang buruk untuk di lakukan," ujar Fathan bermaksud agar Ziara tak menahan tangisan.Ziara kembali menundukkan kepala karena bola matanya kembali berkaca-kaca. "Malu, takut di denger yang lain," balasnya sambil sesenggukan kecil.
Fathan mengelus lembut pucuk kepala Ziara dengan penuh kasih sayang dan cinta. Dia sangat paham, perasaan istrinya sekarang sangat terluka. "Gak ada orang disini, cuma ada kita berdua."
Ziara menyerengit. Tak percaya, ia segera berdiri untuk memastikan bahwa ucapan suaminya memang benar.
Benar! Sekarang hanya tinggal mereka berdua yang berada disini, entah kemana perginya semua orang sekarang. Mungkinkah karyawan restoran berkumpul di belakang semua? Lalu, bagaimana dengan pembeli yang tadi masih asik makan, apa diusir?
Ziara kembali berjongkok, menatap lekat sang suami yang tak berekspresi sedikit pun. "Mas?"
"Apa, Sayang?" jawab Fathan dengan nada pelan sembari mengelus lembut pipi kiri Ziara.
"Peluk," pinta Ziara dengan berlinangan air mata.
Fathan mengulas senyum. "Peluk?" Lalu mengangguk kecil. Dia segera memeluk perlahan tubuh istrinya.
Ziara langsung mengeratkan pelukan, belum berani untuk memecahkan tangisan.
Tangan kanan Fathan melepaskan tangan kiri Ziara yang memeluk pinggangnya. "Ayo keluarin semua unek-unek yang kamu rasain sekarang, nangis sampai hati kamu merasa lega. Mas dengerin baik-baik seberapa panjang pun unek-unek hati kamu yang akan kamu ceritakan," suruhnya seraya mencium punggung tangan istrinya.
Mendapat dukungan suami yang tak melarangnya menangis. Sontak saja, Ziara langsung mulai memecahkan tangisan dengan histeris. "Hiks." Air mata kesedihan berjatuhan membasahi pipi hingga mengalir ke dagu.
Terlarut dalam kesedihan sampai Ziara tak sadar menangis sampai meremas-remas dan sesekali menarik-narik kerah baju sang suami yang setia memeluk tubuhnya.
Hancur perasaan Fathan melihat istrinya menangis pedih. Kedua bola matanya tanpa sadar berkaca-kaca, karena ini sangat melukai hatinya. Dia merasa gagal menjadi suami yang tak bisa melindungi istri, Fathan sungguh tak terima perasaan istrinya di buat hancur seperti ini. Terselip emosi marah di dalam hati pada orang yang telah berani mencaci maki istrinya, ia berjanji akan memaksa orang tersebut untuk meminta maaf pada Ziara.
"Mas, sakit banget rasanya." Ziara memegang dadanya yang terasa sesak dan perih. "Mama sa-ma ayah gak per-nah ma-rahin aku de-ngan kata-kata ka-sar," lanjutnya berbicara tersendat-sendat.
Fathan hanya membiarkan Ziara untuk mengeluarkan semua isi hatinya. Ini bukan waktu yang tepat, untuk bersesi tanya jawab. Semakin Fathan merespon perkataan Ziara, akan semakin sedih Ziara mendengarnya.
Lebih baik, jika ada seseorang tengah menangis di hadapan kalian. Alangkah baiknya, diamkan sampai dia menangis sampai puas dan jika dia mampu bercerita sambil menangis, maka tugas kalian hanya dengarkan saja. Jangan menjawab, apa lagi jika sampai bertanya hal yang akan membuat dia semakin sedih. Jika dia sudah cukup tenang, barulah kalian mulai memberi saran atau memberikan semangat.
"Kenapa mereka bisa sejahat itu sama aku?"
"Mereka bisa ngo-mong baik-baik sama aku, gak harus nga-tain aku g*bl*k kan?" Hatinya sangat sakit saat perkataan kasar customer tersebut terngiang-ngiang di benaknya.
Ziara menarik nafas dalam-dalam mencoba menenangkan dirinya karena kepalanya terasa sedikit pusing. Sebab, tak bisa mengontrol diri sampai sesenggukan hebat.
"Aku tau, aku salah. Ta-"
"Enggak! Kamu gak salah." Fathan memotong ucapan Ziara dengan cepat. "Mereka yang gak punya hati nurani. Kalau saja mereka merasa manusia, seharusnya bisa memanusiakan orang lain juga. Mas akan cari mereka sampai ketemu, untuk minta maaf sama kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
DAMBAAN GURU TAMPAN
Подростковая литература[Cerita penuh dengan keuwuan.]❤️ "Fathan memang bukan ustadz, Ummi. Tapi insyaallah, bisa menjadi imam yang baik untuk Ziara." _Elfathan Barwyn Atharic. Pada usia 20 tahun Elfathan Barwyn Atharic mahasiswa semester 5 jurusan manajemen. Dia ditawari...