38 - Hari Pertama Kerja

3.8K 239 9
                                    

Coba komen, gimana perasaan kalian setelah baca part kali ini? Jangan lupa juga untuk vote jika suka.💗

Ziara terkekeh kecil. Jadi, suaminya tengah merajuk hanya karena ini. "Mas?" panggilnya pelan menghentikan langkah Fathan yang di gandeng olehnya.

Fathan menatap manik mata Ziara. "Kenapa?"

Sudut bibir Ziara membentuk lengkungan senyuman, kedua tangannya menyentuh lembut rahang suami, mengelusnya lembut dengan penuh cinta. Mencoba menenangkan, agar Fathan berhenti memikirkan hal yang seharusnya tak perlu di pikirkan. Contohnya, seperti perkataan penjual minuman tersebut.

Mungkin bapak penjual es mengira dirinya dan suami adik kakak karena tinggi badan mereka yang jomblang. Tinggi badan Fathan 179cm sedangkan tinggi badan Ziara hanya 155 cm saja. Sangat beda jauh bukan?

Dia melirik ke kanan kiri, tak ada seorang pun di sini. Kemudian, Ziara menarik tengkuk leher Fathan untuk berpelukan.

Fathan membalas pelukan Ziara erat. Rasanya sangat nyaman, dan seolah rasa kesal dalam hati hilang seketika. Bak seperti api kecil yang di siram air langsung padam.

"Jangan membesarkan hal kecil menjadi besar ya, Mas. Ini bukan Mas Fathan yang aku kenal, Mas Fathan yang aku kenal itu sangat percaya diri. Lagi pula, Mas itu ganteng."

Fathan setengah senyum. "Mas, gak marah sama bapaknya. Cuma, sedih aja. Kalau semua orang ngira itu kakak kamu, bukan suami kamu."

"Itu tidak penting, Mas. Yang terpenting kenyataannya kita sepasang kekasih."

Fathan mengangguk setuju.

________

5 menit lamanya. Kedua pasangan ini ragu-ragu untuk menekan bell rumah tetangga di samping rumahnya.

"Gak usah dateng, Mas. Malu, masa dateng kesini cuma buat numpang makan siang," seru sang istri.

"Iya, Mas tau. Tapi kita kan udah nerima tawaran mba Kity sama Mas Jhon, kalau kita gak dateng gak enak juga. Tapi iya juga sih, kita gak usah dateng aja, malu."

"Nahkan." Mata Ziara bersinar saat melihat abang-abang bakso gerobak yang akan melewati mereka berdua. "Mas, beli bakso aja yuk?" ajaknya dari pada harus makan di rumah tetangga.

"Boleh."

"Bakso, Neng." Penjual bakso menawarkan di hadapan Ziara dan Fathan.

"Iya, Pak. Pesen dua mangkuk ya." Ziara memesan dan penjual bakso segera menghentikan gerobak di pinggir jalan.

"Di mangkuk apa di bungkus?"

"Di bungkus aja, Pak."

"Baik."

Ziara menghampiri penjual untuk melihat ada macam bakso apa saja yang di jual. Karena sepertinya, ia dan suami akan memesan bakso porsi banyak karena di rumah tidak ada nasi. "Satu porsinya berapa, Pak?"

"Bakso biasa sepuluh ribu, bakso telor dua belas, dan bakso urat jumbo dua puluh, Neng."

"Mau bakso urat jumbo dua porsi ya."

"Baik."

Bersamaan Ziara dan Fathan melirik ke arah gerbang rumah milik Kity dan Jhon yang mulai terbuka. Terlihat, Kity yang keluar.

"Loh, kok enggak masuk?" tanya Kitty kaget melihat Fathan dan Ziara sedang memesan bakso di depan rumahnya.

Ziara tersenyum canggung. "Kayanya kami makan bakso aja untuk makan siang hari ini, Mba. Lagi kepengen soalnya."

"Kamu lagi ngidam?"

"Ha?" Ziara kebingungan menjawabnya. "Doain aja, Mba."

"Oh gitu. Yaudah gak papa, tapi lain kali harus mau ya di ajak makan di rumah kami. Awas kalau sampe nolak."

DAMBAAN GURU TAMPANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang