"Kalau ada apa-apa cerita aja sama Mas, jangan pendem sendiri ya, Sayang. Mas gak mau, kamu sembunyikan masalah sekecil apa pun. Kejujuran nomor satu dalam rumah tangga."
"Iya, Mas."
"Mas percaya sama kamu. Yaudah, bangun dulu mau buka pintu itu kayanya mama udah sampe."
Ziara terbangun dari posisi tidurnya.
Fathan berdiri, melangkah ke arah pintu lalu membukanya.
Deg!
Kedua pupil mata Fathan membesar melihat siapa saja yang datang. Di luar pikirnya, ia kira hanya ibu mertuanya yang datang ternyata Nari, Lulu, Bani dan teman Bani ikut datang ke rumahnya.
"Assalamu'alaikum," salam mereka semua.
"Waalaikumsalam," jawab Fathan tersadar. "Gimana perjalanan menuju ke sini, Mah? Aman?" tanyanya basa-basi pada ibu mertua.
"Alhamdulillah, aman." Zula menjawab setelah Fathan mencium punggung tangannya.
"Ayo mari masuk."
"Ayo!" Lulu orang yang masuk duluan.
Di lanjut Zula dan Nari yang masuk, sedangkan Bani dan kelima temannya masih diluar.
"KYAAAAAA! KA ZIARA!" teriak Lulu menggelegarkan seisi rumah saat baru di ambang pintu dan melihat sang kakak tengah duduk di atas sofa. "Kangen!" tambahnya berlari menghampiri Ziara.
Bleg!
Lulu memeluk Ziara dengan erat, sedangkan kakaknya malah terkekeh kecil di dalam pelukannya.
"Iya, Kak Zia juga kangen banget nih sama Lulu," jawab Ziara sembari mengusap lengan Lulu yang memeluk dadanya.
"Hih Lulu! Lepas!" Nari menarik kedua bahu Lulu dari belakang agar berhenti memeluk Ziara.
Lulu melepaskan pelukan lalu berdiri. "Ishh! Ganggu tau."
"Gantian," balas Nari malas. Bibirnya terangkat membentuk lengkungan senyuman saat melihat Ziara menatapnya, ia sedikit mendongak ke atas karena tiba-tiba bola matanya berkaca-kaca, terharu. Waktu begitu cepat, tak menyangka sebentar lagi kakaknya akan segera menjadi seorang ibu dan ia akan memiliki keponakan.
"Nari, sini De," ajak Ziara tau Nari tengah menahan tangisan karena ia tau betul bagaimana sifat adiknya yang satu ini sangat mudah tersentuh hatinya.
Nari terisak hingga bendungan air matanya terlepas karena sang kakak memanggil namanya. "Kak Zia," panggilnya sembari mendekati kakaknya lalu memeluknya dengan erat.
Zula melihatnya ikut terharu, ia duduk di sofa membiarkan putrinya tengah melepas rindu.
Ziara membalas pelukan Nari yang menangis tersedu-sedu, sampai matanya pun ikut berair. Hatinya sedih, harus berpisah rumah dengan adik-adiknya yang sangat ia sayangi. Selama belum menikah mereka selalu bersama di rumah, masak bersama, beres-beres rumah kerja bakti bertiga, mengobrol, ribut, kenangan itu yang membuatnya sangat rindu dengan suasana rumah.
"Kak Zia kenapa cepet banget dewasanya sih, kan kita jadi gak bisa main bareng lagi di rumah. Nari kangen banget masak bareng sama Kak Zia, gak bisa bagi tugas kerjaan rumah, sekarang rumah sepi gak ada Kak Zia," tutur Nari dengan deraian air mata semakin deras.
"Lulu gak asik, Lulu di rumah nyebelin banget. Nari pengennya sama-sama terus sama kak Zia, tapi Nari sayang juga sih sama Lulu walaupun nyebelin."
"Ih Kakak!" teriak Lulu merajuk, ia pun sempat ikutan meneteskan air mata.
Ziara tersenyum lebar. "Sini." Mengajak Lulu untuk ikut berpelukan bersama.
Dengan senang hati Lulu segera bergabung berpelukan. "Lulu sayang sama Kak Zia dan Kak Nari!"
KAMU SEDANG MEMBACA
DAMBAAN GURU TAMPAN
Fiksi Remaja[Cerita penuh dengan keuwuan.]❤️ "Fathan memang bukan ustadz, Ummi. Tapi insyaallah, bisa menjadi imam yang baik untuk Ziara." _Elfathan Barwyn Atharic. Pada usia 20 tahun Elfathan Barwyn Atharic mahasiswa semester 5 jurusan manajemen. Dia ditawari...