04 - Pertengkaran Keluarga.

6K 352 3
                                    

"Nah itu permasalahannya, sebenarnya saya mabuk kalau naik mobil, Pak."

"Kamu tenang aja, saya jamin kamu gak akan mabuk naik mobil saya, karena mobil saya menggunakan pengharum yang gak bikin perut mual. Lagian jarak rumah kamu gak jauh kan? Nah saya yakin kamu gak akan mabuk."

Skakmat! Ziara sudah tak punya alasan lagi. Mau tak mau harus menerima tawaran Fathan. Ia cukup keheranan sejak kapan guru bahasa Inggrisnya ini mau berbaik hati padanya?

"Ayo," ajak Fathan yang hanya di angguki oleh Ziara. Kemudian, mereka segera berjalan beriringan.

Di parkiran sudah sangat sepi, tak ada satu pun murid yang terlihat. Namun, masih ada beberapa motor siswa yang sedang ikut ekstrakulikuler di dalam sekolah.

"Ayo masuk," suruh Fathan sambil membuka pintu mobil.

Ziara ikut membuka pintu mobil, lalu masuk ke dalam setelah Fathan masuk duluan.

Perlahan, Fathan mulai menyalakan mesin mobil keluar dari halaman sekolah.

Di sepanjang perjalanan keadaan hening. Hanya terdengar suara radio yang Fathan putar sejak 5 menit yang lalu.

Ziara fokus memperhatikan ke trotoar jalan raya yang ramai oleh orang berlalu lalang. Sedangkan Fathan hanya fokus menyetir.

Fathan kebingungan untuk basa-basi apa untuk memecahkan keheningan ini. "Oh iya, kamu mau mampir ke rumah makan dulu gak? Ada tempat makan yang jual sate enak banget, pasti kamu suka," tawarnya memilih untuk mengajak makan.

"Enggak, Pak. Saya mau langsung pulang aja," jawab Ziara menolak.

"Saya yang traktir, mau ya?"

"Enggak, Pak. Jangan paksa saya," balas Ziara datar.

Fathan terdiam sejenak. Ia memang tak seharusnya memaksa Ziara. Walaupun niatnya baik mengajak Ziara makan ke restoran miliknya yang sedikit lagi sampai, jika Ziara tak mau ia tak bisa memaksa.

"Oh iya, maaf."

Ziara diam tak menjawab. Pikirnya penuh dengan pertanyaan, melihat perubahan sikap Fathan terhadapnya. Baru saja tadi pagi Fathan membuatnya kesal, tapi sekarang sudah berbaik hati saja kepadanya sampai mau mengantarkan pulang.

"Berhenti disitu aja, Pak." Ziara menunjuk ke arah jembatan yang ada di depan.

"Loh kenapa?" tanya Fathan namun menuruti perintah Ziara, dia segera menghentikan mobil di jembatan tersebut.

"Iya berhenti disini aja, rumah saya udah deket sini. Makasih ya, Pak. Udah mau antarkan saya pulang," jawab Ziara sebelum keluar mobil.

"Kenapa gak sampai rumah kamu aja?" Padahal Fathan ingin mengetahui lokasi rumah Ziara. Itung-itung untuk berkenalan dulu ke calon mertua.

"Saya takut ada tetangga yang liat, terus gosipin saya yang enggak-enggak, Pak."

"Gosip? Gosipin apa?"

"Yah gosipin saya di anterin pulang sama om-om pake mobil."

"What? Om? Saya bukan om-om Zia, saya masih muda kamu gak liat wajah ganteng saya ini?" Fathan tak terima jika ada orang yang mengira dirinya seorang om-om. Ah! Ini sangat menyebalkan baginya.

"Iya maaf, Pak. Tapi intinya gitu, saya duluan ya. Sekali lagi terima kasih." Ziara buru-buru keluar mobil.

Ziara langsung menyipitkan kelopak matanya saat berhasil keluar mobil. Sinar matahari hari ini sangat menyengat sehingga menyulitkannya untuk membuka mata dengan sempurna.

Fathan menurunkan kaca mobil dengan perasaan masih kesal. "Zia saya bukan om-om!" tegasnya masih tak terima namun Ziara pergi begitu saja tanpa menyelesaikan obrolan ini.

DAMBAAN GURU TAMPANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang