Mengerti dimengerti

200 21 2
                                    

Saat ini Haram masih didalam kamarnya, dia enggan keluar kamar setelah mengetahui kedua orang tuanya akan bercerai. Jika seperti ini Haram akan merasakan sakit yang luarbiasa, tidak apa-apa jika kedua orang tuanya menyuruhnya untuk belajar terus menerus dia akan tetap menerima pilihan orang tuanya. Tapi tidak dengan berpisah, meski Haram tertekan dia tetap menyanyangi orang tuanya dia tidak menginginkan kedua orang tuanya bercerai.

Pikirannya tertuju pada Rora, ya jika saja gadis itu tidak hadir dalam kehidupannya mungkin dia akan bahagia. Haram selalu menyalahkan Rora jika keluarganya terkena masalah. Menurutnya Rora yang harus bertanggung jawab atas masalah yang menimpa keluarganya

"Rora, semua ini karena loe. Gue makin benci sama loe, " Haram langsung pergi untuk menemui Rora

"Kak,makasih ya udah bikin gue seneng hari ini" Ucap Rora ke jaemin.

Jaemin tersenyum "iya, ini udah tugas gue buat loe bahagia ra"

"Hahahha, lucu kak kata-kata loe." Tawa Rora ini ke dua kalinya jaemin bilang gitu ke Rora.

Mereka berdua tertawa bersama.

"Bagus banget, bahagia di penderitaan orang lain. Gue gak nyangka sama lo ra, disaat kaya gini loe bisa ketawa bareng jaemin. " Sinis haram yang tiba-tiba datang entah darimana.

Jaemin tak suka dengan nada bicara Haram, kenapa Haram bisa sebenci itu kepada Rora, padahal disini korbannya Rora bukan dia.

"Maksud lo apa, bisa gak bicara itu yang baik." Sulut jaemin karena dia udah benci banget sama Haram. Rora tau bahwa jaemin kini tengah menahan emosi, dia berusaha menggenggam tangan jaemin agar dia bisa mengontrol emosinya.

Dan jaemin menatap Rora dibalas dengan senyuman
"Maksud kak Haram apa?, aku gak tau apa-apa?. Kenapa kakak ngomong kaya gitu" Tanya Rora lembut.

"Loe masih tanya? Salah loe apa? Salah lo itu banyak. Gak seharusnya loe hadir di tengah-tengah kita. Loe yang bikin hidup gue dikekang sama papah, dan sekarang karena loe juga mamah sama papah akan cerai. Gue benci banget sama loe ra, asli gue benci banget. " Tangis Haram pecah. Rora yang melihat kakaknya hancur juga merasakannya. Dia juga hancur saat ini bisakah kakaknya melihat betapa menyedihkan dirinya.

"Kak.. "

"Apa, gue benci sama loe, gue gak mau mamah papah cerai ra, bisakah loe pergi dari hidup gue ra. Gue hancur, gue pengen bahagia tanpa ada loe ra. Gue mohon loe pergi dari kehidupan gue papah dan mamah," Ada rasa sakit dalam hati Rora mendengar keinginan kakaknya. Menyuruhnya pergi dari kehidupan keluarganya, apakah dia harus pergi?

"Apa yang harus aku lakukan kak. Apa aku harus mati? Agar kak Haram mamah dan papah bahagia? " Tanya Rora kepda Haram.

Rora memandang lekat mata hitam Haram itu. Melihatnya penuh dengan ketulusan mencari apakah ada mata kebaikan dalam diri Haram untuk dirinya. Namun Rora tidak menemukan hanya ada kebencian dalam diri Haram.

"Bahkan aku lebih capek dari kalian semua. Bukankah aku yang paling menderita disini, disaat kak Haram yang berbuat aku selalu jadi tempat untuk dihukum papah, aku selalu di pukul dibentak bahkan dimaki-maki sama papah, posisi itu aku yang ngalamin kak. Perhatian mamah bukankah kak Haram dapatkan juga, mamah sama sekali tidak melirik aku, hanya kak Haram yang selalu diperhatikan oleh mamah. Grandma bahkan dia memuji kak Haram dibanding aku, siapa yang lebih menderita disini aku atau kak Haram. Siapa yang peduli tentang aku, hanya bibi, kak jaemin, Chiquita, Ahyeon dan keluarga kak jaemin hanya mereka yang mengerti aku kak. Mamah, papah, grandma, kak Haram apa ada yang peduli dengan aku. Aku capek kak. Capek ngejalanin hidup kaya gini" Deru nafas Rora tak beraturan ya dia sedang meluapkan isi hatinya kepda Haram. Sungguh dia sudah lelah disalahkan terus menerus oleh kakaknya. Jaemin merasa lega sekarang Rora berani mengungkapkannya, dia langsung menggenggam tangan Rora agar Rora lebih tenang.

Next LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang