19 : Old Feelings

4.4K 481 9
                                    

♤--♤--♤
.
.
.

Doyoung melempar sembarang bantal miliknya, kemudian ia mengusap kasar wajahnya. Berita yang diberitaukan Hendery padanya beberapa saat lalu membuat si pemuda berwajah cantik sekaligus manis itu frustasi. Terlebih karena sang ace tidak bisa dikabari.

"Apa yang kau lakukan Huang Renjun" monolog Doyoung, ia bahkan sudah mengabaikan ponselnya yang sedari tadi terus berbunyi dan layarnya yang menunjukan nama seseorang yang Doyoung benci dan ia hindari.

Sungguh, Doyoung kira malam ini ia bisa tidur sedikit lebih nyenyak di apartementnya. Tapi sepertinya hal tersebut tidak dapat terwujud. Mendapati ponselnya yang terus-terusan berbunyi membuat Doyoung menggeram emosi dan pada akhirnya mengangkat panggilan dari seseorang di sebrang sana.

"Apa maumu?!" Emosi Doyoung dengan netranya yang sudah memancarkan emosi, frustasi, khawatir semuanya bercampur menjadi satu. Hingga ucapan seseorang dari sambungan telfonnya membuat keningnya mengkerut bingung.

"Hah? Untuk apa? Aku tidak berminat bertemu denganmu" ketus Doyoung yang kemudian berniat mematikan telfonnya, namun ucapan lawan bicaranya membuat dirinya mengurungkan niatannya.

Doyoung menghela nafasnya berat dan kemudian memijat pelan pangkal hidungnya, "apartement" singkat Doyoung yang kemudian mematikan sambungan telfonnya secara sepihak. Ketua dari Black Cobra itu pun menghembuskan nafasnya kasar, ia sudah tidak memperdulikan rasa kantuknya. Lagi pula sebentar lagi hari mulai pagi.



Taeyong mengulas senyum tipisnya saat pintu apartemen di depannya dibuka dan menampakan sesosok pemuda yang tidak lain adalah ketua dari Black Cobra yang bisa dibilang juga sebagai rival kelompoknya.

Tanpa membuka suaranya, Doyoung membuka lebar pintunya. Memberikan kode bagi Taeyong untuk masuk ke dalam apartemennya. Mengerti akan kode yang diberikan Doyoung, Taeyong pun beranjak dari tempatnya. Ia sedikit menahan nafasnya saat hidungnya kembali mencium aroma familiar dan aroma yang menjadi favoritnya dulu, aroma khas milik Doyoung.

Doyoung menutup pintu apartemennya dan melangkahkan kakinya ke arah balkon miliknya sembari mengambil sebatang rokok yang berada di atas meja di sebelahnya.

"Jadi, hal penting apa yang ingin kau bicarakan sampai membawa nama aceku?" Tanya Doyoung dengan nada datar dan dinginnya. Ia menyelipkan batang rokok itu diantara bibirnya dan mulai memantik korek di tangannya ke arah rokok yang berada di mulutnya dan kemudian menghirup kuat batang rokok tersebut.

Taeyong yang melihatnya pun sedikit mengepalkan kedua tangannya, satu hal baru yang Taeyong ketahui sekarang, Doyoung yang merokok. Padahal saat keduanya menjalin hubungan dulu Doyoung paling tidak suka dengan benda tersebut dan selalu melarang Taeyong untuk tidak merokok.

"Aku mendapat telfon dari salah satu rekanku, dia bilang Donghyuck sedang berada di rumahnya dalam keadaan terluka." Ujar Taeyong sembari melangkahkan kedua kakinya untuk mendekat ke arah Doyoung yang masih setia berdiri di dekat balkonnya.

"Lalu? Hubungan dengan aceku apa?" Bingung Doyoung dengan salah satu alisnya yang sudah terangkat, ia kembali menghisap rokok yang berada diselipan kedua jarinya.

"Dia bilang Donghyuck datang tidak sendirian, Donghyuck datang dengan seorang pemuda lain yang memiliki tubuh mungil dan wajah manis. Pemuda berwajah manis itu terluka cukup parah dibagian bahunya, begitu pun dengan Donghyuck. Kau tau apa yang aku maksud bukan? Donghyuck sedang menjalankan tugasnya dengan acemu saat ini" jelas Taeyong panjang lebar yang membuat Doyoung terdiam, terlebih saat wajah Taeyong berhenti tepat di depan wajahnya. Tubuh keduanya benar-benar sangat dekat saat ini dan hampir saja menempel.

Magnificent ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang